Manipulasi Kontrak TKI Masih Marak
JAKARTA - Tipu muslihat yang dilakukan penyalur kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) tampaknya tak ada habisnya. Hal tersebut terbukti dari temuan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) di lapangan. Salah satu persoalan yang diakui masih pelik adalah isi kontrak TKI yang cenderung menipu dan merugikan para buruh migran. Kepala BNP2TKI Nusron Wahid pun harus kembali menemukan keluhan soal manipulasi kontrak TKI saat mengunjungi Johor Bahru. Dalam forum tripartit yang diadakan, Nusron mendengarkan cerita tentang ketentuan pekerjaan yang tak sesuai dengan kontrak. Praktik tersebut diakui sering terjadi pada TKI di Malaysia. Memang, lanjut dia, keluhan paling vokal soal nilai gaji yang diterima. Dalam kasus yang terbaru, para TKI yang bekerja di kebun kelapa sawit Ladang Mados Lenggor. Kebanyakan para buruh disana dijanjikan gaji MYR 1.000 per bulan. Namun, kenyataannya pendapatan mereka perbulan berubah-ubah tergantung panen yang dilakukan. “Banyak TKI yang mendapatkan gaji tidak sesuai yang dijanjikan. Padahal mempunyai tingkat resiko yang tinggi,” terangnya dalam keterangan resmi kemarin (11/4). Gaji yang naik turun itu pun harus melalui beberapa pemotongan. Mulai dari pembayaran alat kerja, sampai pembayaran pajak yang bisa mencapai MYR 1.800 per tahun. Alhasil, beberapa TKI yang berasal dari Lombok tersebut harus banting tulang tanpa ada hasil yang memuaskan. “Mohon kalau bisa diperjuangkan kita ke depan supaya lebih pasti. Jangan jadi kontrak borongandan levy-nya dihapus,” ujar salah satu TKI Musiaji. Jika ditilik, semua permasalahan itu memang berasal dari status para TKI disana. Misalnya, aduan Saiful Bahri yang mengaku diberangkatkan oleh PT Cahaya Lombok dengan ketentuan sebagai karyawan perusahaan. Istilah karyawan perusahaan secara langsung itu disebut bekerja di kantor pejabat. Namun, janji yang sudah tercantum di kontrak tersebut ternyata diingkari. “Di lapangan, status kami hanya contract (kerja borongan). Jadi bayarannya juga secara borongan,” terangnya. Nusron pun mengaku bakal mencoba akan mengangkat isu ini dalam forum joint working group (JWG) antara Indonesia dan Malaysia dalam waktu dekat ini. Selain itu, dia akan segera memperketat pengawasan PPTKIS soal penyampaian kontrak ke TKI. “Kami minta PPTKIS menyampaikan apa adanya. Kalau kerjanya konraktual (borongan) tetap harus disampaikan,” terangnya. Soal isi kontrak yang tak sesuai dengan kenyataan sudah menjadi masalah umum di dunia TKI. Contoh ringannya, TKI semi formal yang dipekerjakan sebagai housekeeper namun terpaksa mengurus sang anak keluarga yang harusnya ditangani child care. Bahkan, TKI di Timur tengah diberangkatkan sebagai cleaning service perusahaan namun ternyata hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. “Yang menjadi akar masalah saat ini adalah pandangan bahwa penyaluran TKI dipandang secara bisnis. Akhirnya, buruh migran dipandang sekedar komoditas untuk mencari keuntungan. Harusnya penyaluran TKI lebih bersifat pelayanan publik kepada para pekerja Indonesia di luar negeri,” ujar Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah. (bil)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: