Australia Ngancam, Indonesia Tak Takut

Australia Ngancam, Indonesia Tak Takut

JK: Kalau Hubungan Dagangan Bermasalah, Mereka yang Rugi JAKARTA- Pemerintah sudah pasang kuda-kuda menghadapi gelombang protes negara-negara yang warganya dieksekusi terkait kasus narkoba. Kedaulatan hukum menjadi landasan yang tak bisa diutak-atik. Indonesia tak takut dengan ancaman negara mana pun, termasuk Australia. Saat diwawancara wartawan usai membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2015 di Jakarta kemarin (29/4), Presiden Jokowi sampai tiga kali mengulangi kalimat itu. “Ini kedaulatan hukum kita,” tegasnya, saat ditanya perihal rencana penarikan duta besar Australia dari Jakarta. Pemerintah Australia sejak awal memang sudah memperingatkan tentang langkah-langkah yang bakal diambil jika Indonesia tetap mengeksekusi dua warga negaranya. Selain tindakan diplomatik, wartawan kembali bertanya apakah Indonesia tidak khawatir terhadap implikasi protes Australia di sektor ekonomi seperti investasi dan ekspor impor. “Ini kedaulatan hukum kita,” ulang Jokowi. Terkait berbagai pernyataan yang dilontarkan Perdana Menteri Australia Tony Abbott maupun Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, Jokowi mengatakan jika pemerintah Indonesia selalu menghormati sikap dan kedaulatan negara lain. Karena itu, dia pun meminta hal sama agar negara lain menghormati keputusan Indonesia. “Karena ini adalah kedaulatan hukum kita,” ujarnya. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tampak lebih santai menanggapi protes Australia. Menurut dia, langkah penarikan duta besar merupakan hal yang lazim dilakukan suatu negara untuk menunjukkan sikap protes. “Kita juga sering begitu, itu biasanya sementara saja,” katanya. JK pun tidak takut dan tak terlalu khawatir dengan kemungkinan upaya lain di luar diplomatik yang akan dilakukan Australia. Misalnya, jika Negeri Kangguru itu menghentikan hubungan dagang. Sebab, Australia lah yang justru banyak mengekspor produknya ke Indonesia. “Kalau bermasalah (hubungan dagangnya), mereka yang rugi,” ucapnya. Sementara itu, terkait batalnya eksekusi mati terhadap Mary Jane, Jokowi menyebut jika hal itu dilakukan semata untuk menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Filipina. “Jadi ini tidak dibatalkan lho, ini penundaan,” ujarnya memastikan. Karena itu, Jokowi meminta Jaksa Agung HM Prasetyo untuk memantau proses hukum di Filipina. Sebagaimana diketahui, menjelang pelaksanaan eksekusi mati, Maria Kristina Sergio yang mengaku merekrut Mary Jane tiba-tiba menyerahkan diri ke Kepolisian Filipina. “Untuk jelasnya, tanya jaksa agung,” kata Jokowi. Presiden memastikan, tidak ada lobi dari Presiden Filipina Benigno Aquino di detik-detik akhir jelang eksekusi Mary Jane. Dia menyebut, komunikasi terakhirnya dengan Aquino dilakukan saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean di Malaysia pekan lalu. “Tapi ada surat dari pemerintah Filipina soal proses hukum di sana,” ucapnya. Seperti diketahui, keputusan Indonesia melanjutkan eksekusi mati kepada delapan terpidana mengundang reaksi keras negara asal para terpidana tersebut. Salah satu yang paling vokal adalah Australia yang menyesalkan eksekusi warganya duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Perdana Menteri Australia Tonny Abbott menegaskan bahwa langkah pemerintah Indonesia mengeksekusi serentak 8 napi narkoba merupakan keputusan yang kejam. Hal tersebut jelas bakal mempengaruh hubungan antara dua negara. Protes tersebut pun sudah ditunjukkan dengan menarik Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson dalam waktu dekat. “Kami menghormati kedaulatan hukum Indonesia. Tapi, kejadian ini bukanlah business as usual. Karena itu, setelah penghormatan kedua jenazah dan keluarga, kami akan menarik Duta Besar untuk konsultasi,” tegasnya dalam jumpa pers di Canbera kemarin (29/4). Meski begitu, dia meminta baik masyarakat dan pemerintah untuk tak bertindak serampangan. Menurutnya, hubungan Australia dan Indonesia merupakan hubungan yang sangat penting. Padahal, di kalangan masyarakat Australia sudah beredar wacana untuk memboikot mulai hubungan ekonomi sampai turisme. Bahkan, ada wacana untuk menghapus dana bantuan Australia untuk Indonesia. “Saya sangat mengerti kemarahan orang-orang. Tapi, saya tak ingin membuat situasi memburuk. Hubungan ini sangat penting untuk masa depan masing-masing negara. Jadi, masyarakat berhak marah tapi harus berhati-hati agar tak memperburuk situasi,” terangnya. Terkait perubahan dana bantuan, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyatakan, pemerintah punya banyak pertimbangan terkait hal tersebut. Anggaran tersebut baru akan diketok awal Mei nanti. Selain Australia, pemerintah Brasil pun mengungkapkan kekecewaan terhadap eksekusi warganya Rodrigo Gularte. Pasalnya, eksekusi yang sudah berjalan dua kali itu selalu melibatkan warga Brasil. Pemerintah Brasil bakal mengevaluasi apa tindakan selanjutnya setelah permohonan presiden Dilma Rousseff diabaikan. “Kami tak puas dengan respon dari permintaan kami. Kami akan mengevaluasi soal sikap apa yang akan diambil untuk Indonesia,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Sergio Franca Danese dalam lansiran Reuters. Di sisi lain, ada juga negara yang memberikan apresiasi terhadap pemerintah Indonesia. Tak lain lagi, pemerintah Filipina. Kemarin, Kedutaan Besar Filipina di Jakarta pun memberikan pernyataan resmi atas penundaan eksekusi mati Mary Jane. Konsul Jed Martin Liona menyatakan, pemerintah Filipina mengapresiasi sikap pemerintah yang berkenan menunda pelaksanaan karena pertimbangan fakta baru pada kasus janda dua anak itu. “Kedutaan menerima berita penangguhan hukuman tadi pagi dan kami mengapresiasi keputusan pemerintah Indonesia,” ungkapnya. (owi/bil/mia/dee)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: