Pasutri Bisa Berkonflik Gara-gara Pekerjaan Rumah Tangga
TKI Distop, Angka Perceraian di Arab Meningkat Angka perceraian di Arab Saudi mengalami peningkatan setelah Pemerintah Indonesia mengeluarkan kepetusan tentang larangan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Larangan tersebut dikeluarkan karena ada dua pembantu rumah tangga, yaitu Siti Zainab dan Karni binti Medi Tarsim dihukum mati di Timur Tengah. ADUN SASTRA, Makkah LARANGAN pengiriman TKI dengan tujuan Timur Tengah oleh pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia ternayata berpengaruh besar pada masyarakat di Arab Saudi. Mereka merasa kesulitan untuk mencari tenaga pembantu rumah tangga dan kalau pun ada harus berani membayar mahal. PRT yang diambil juga tidak melalui jalur resmi alias ilegal. Sebelum ada larangan dari pemerintah, gaji PRT itu diperkirakan kurang dari Rp3 juta. Namun sekarang warga Arab sudah berani membayar gaji TKW sekitar Rp4-5 juta/bulan, bahkan lebih. Hal itu terpaksa dilakukan guna menghindari persoalan rumah tangga. Sejumlah media di Arab Saudi dalam beberapa pekan terakhir ramai mengangkat berita tentang angka perceraian mengalami peningkatan cukup drastis. Data dari kedutaan Riyadh menyebutkan bahwa angka perceraian naik lima persen. Salah satu penyebabnya adalah keributan antara pasangan suami istri (pasutri) lantaran pekerjaan rumah. “Selama ini pekerjaan ruma seperti masak, membersihkan rumah dan lainnya itu dikerjakan pembantu. Akan tetapi sekarang mereka mengerjakan sendiri,” jelas Bagian Penerangan Kedutaan Riyadh, Toto Shofuroh, kepada Radar usai salat Magrib di Masjidil Haram. Toto menjelaskan, larangan pengiriman tenaga pembantu rumah tangga itu sebenarnya sudah digulirkan ketika pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, larangan tersebut baru dijalankan sekarang di era Presiden Jokowi. Apa yang dilakukan pemerintah, lanjut Toto, bukan bermaksud untuk melarang warganya mencari pekerjaan di luar negeri. Akan tetapi lebih kepada penataan regulasi yang jelas sehingga meminimalisir angka kasus trafficking. Kasus yang satu ini memang marak terjadi dan menimpa TKI yang bekerja di Arab Saudi. Melalui penataan regulasi yang jelas, pemerintah ingin warganya diperlakukan dengan baik sesuai dengan norma hukum yang ada. “Silakan mereka mencari kehidupan yang layak, tapi aturan hukum harus ditempuh. Hal itu lah yang membuat pemerintah segera mengambil langkah konkret,” terang pria kelahiran Desa Segeran Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu ini. Dijelaskannya, pada dasarnya orang Arab Saudi sendiri sangat membutuhkan tenaga kerja sektor informal dari Indonesia, ketimbang dari negara lainnya. Alasan mereka memilih Indonesia, semata-mata persoalan karakter. TKI dalam bekerja dikenal teliti, sabar dan jarang melakukan aksi kekerasan kepada anak majikan atau lainnya. Hal itu yang menjadi alasan mereka lebih memilih TKI. “Yang jelas warga Arab merasa keberatan penutupan TKI di Timur Tengah,” jelasnya. Di lain pihak, sebagai warga Indramayu dirinya juga miris dengan ulah para majikan kepada TKI. Beberapa warga Arab menganggap pembantu sebagai budak. Cara mereka mempekerjakan pembantu benar-benar tak mengenal waktu. “Itu yang jadi alasan pemerintah menutup pengiriman TKI khususnya pembantu rumah tangga,” ungkap dia, seraya menambahkan kini warga Arab Saudi baru merasakan dampak dari dihapuskannya pengiriman TKI. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: