Ternyata TNGC Tanpa Konsultasi Publik

Ternyata TNGC Tanpa Konsultasi Publik

    KUNINGAN – Menyikapi polemik Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang masih berkembang, seorang pakar lingkungan hidup, Dr H Yoyo Sunaryo MP bersuara. Saat berbicara masa lalu, mantan kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan itu mengakui, proses perubahan status Ciremai ke TNGC tanpa konsultasi publik. Yoyo yang kini beraktivitas sebagai akademisi mengemukakan, kawasan Gunung Ciremai semula dikelola oleh BUMN, yaitu PT Perhutani. Lewat usulan Bupati Kuningan Nomor 522/1480/Dishutbun tanggal 26 Juli 2004, mengusulkan kepada Menteri Kehutanan agar dilakukan kajian oleh tim terpadu terhadap kawasan Gunung Ciremai sebagai kawasan pelestarian alam. ”Penetapan perubahan status kawasan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan mengeluarkan SK Menhut Nomor 424/Menhut-ll/2004 pada tanggal 19 Oktober 2004 yang meresmikan status baru kawasan Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional,” tuturnya, Minggu (14/6). Yoyo melanjutkan, proses perubahan ini yang dikecewakan karena tidak dilakukan konsultasi publik kepada masyarakat. Padahal sejak 1999, di Kabupaten Kuningan telah diinisiasi secara kolaboratif oleh berbagai stake holder program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). ”Termasuk di dalamnya ada di kawasan Gunung Ciremai. Sebanyak 8.900 hektare dianataranya adalah wilayah yang disepakati menjadi lokasi implementasi PHBM di Kabupaten Kuningan,” kata Yoyo. Masyarakat yang terlibat, sebutnya, lebih dari 220 kelompok pengguna hutan (Forest Users Groups/FUG) yang terdiri dan 6.600 kepala keluarga dan 24 desa di sekitar hutan di pinggir Gunung Ciremai. Masyarakat tersebut terlibat dalam program itu dan menggantungkan ekonominya dari kawasan hutan. Program PHBM, menurutnya, tidak berarti membolehkan masyarakat masuk ke hutan dan mengelola agroforestry seenaknya. Akan tetapi ada nota kesepahaman dan nota kesepakatan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sesuai fungsi hutan. “Kekecewaan masyarakat mulai meningkat dan resistensi masyarakat terhadap Taman Nasional terus berlanjut, kerena kebijakan pengelola tidak memberi ruang yang cukup luas bahkan menutup rapat-rapat bagi masyarakat untuk mengakses kawasan tersebut, padahal mereka selama ini telah berinvestasi di kawasan,” ungkapnya. Di sisi lain, sambungnya, ketika BTNGC menerapkan peraturan yang sangat kaku, muncul persoalan lain dimana populasi hewan liar seperti kera dan babi hutan menjadi sangat tinggi. Ketersediaan makanan di kawasan terbatas, maka hewan masuk ke kawasan pemukiman dan merusak tanaman milik masyarakat. “Kelihatannnya, pihak BTNGC tidak mau tahu tentang kesulitan masyarakat yang termarjinalkan dan menjadi miskin diakibatkan oleh peraturan tersebut,” ujarnya. Padahal, menurut Yoyo, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2007 disebutkan bahwa hutan kemasyarakatan dapat dilaksanakan di hutan konservasi, kecuali cagar alam dan zona inti Taman Nasional. Hutan kemasyarakatan juga dapat dilaksanakan di hutan lindung dan hutan produksi. Dijelaskan, dalam pasal 94 PP itu disebutkan pemberian untuk usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi. “Kekecewaan masyarakat yang terus muncul, dihawatirkan akan menimbulkan anarkisme, apabila tidak segera dicarikan solusinya,” kata Yoyo. Untuk itu, dia menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Kuningan beserta DPRD dan  stake holder penggagas PHBM dan tokoh masyarakat lain segera melakukan aksi untuk melakukan kajian tata kelola kawasan Gunung Ciremai. Kemudian, pihak BTNGC mau membuka diri bahwa kebaradaan TNGC harus sudah saatnya melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaan kawasan. “Karena, keberadaan BTNGC harus mensejahterakan masyarakat bukan malah memarjinalkan masyakat dan karena peraturan masyarakat menjadi miskin,” tandasnya. Setelah itu, hasil kajian pihak pemerintah dikolaborasikan dengan hasil rumusan hutan kemasyarakatan dari BTNGC melahirkan jalan keluar. Hasil negosiasi pemerintah dan masyarakat dengan BTNGC harus memenuhi syarat tidak melanggar kaidah konservasi. “Setelah semuanya beres, hasil kesepakatan bersama baru dibawa ke Menrteri untuk ditetapkan mejadi peraturan,” pungkasnya. (ded)          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: