BI Beri Kelonggaran Tak Pakai Rupiah
Dua Kali Melanggar, Baru Kena Denda JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah mewajibkan penggunaan rupiah di wilayah NKRI secara penuh mulai kemarin (1/7). Namun pada praktiknya, BI memberikan kelonggaran kepada beberapa perusahaan soal penggunaan rupiah dalam transaksi tersebut. \"Waktu itu banyak sekali pihak perusahaan yang datang. Ada sekitar 400 orang dari perusahaan Jepang datang untuk meminta klarifikasi atas aturan wajib transaksi rupiah itu,\" ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eny Panggabean di Jakarta, kemarin (1/7). Menurut dia, kewajiban penggunaan rupiah bertujuan untuk menegakkan kedaulatan republik sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro. Tetapi, para pelaku usaha yang merasa keberatan dengan ketentuan itu dapat meminta pengecualian dengan beberapa catatan. Penggunaan valuta asing masih dimungkinkan pada kegiatan tertentu dalam pelaksanaan proyek infrastruktur strategis. Seperti penyesuaian sistem, pembukuan, strategi bisnis, evaluasi terhadap proses bisnis, dan keuangan perusahaan. Ketentuan itu memungkinkan untuk kontrak atau perjanjian tertulis yang menggunakan valuta asing yang dibuat sebelum 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tertulis tersebut. \"Sepanjang bersifat detail dan tidak terdapat perubahan,\" katanya. Selama permohonan pengecualian masih diproses bank sentral, pelaku usaha masih dapat menggunakan valuta asing dalam kegiatan usaha yang dimohonkan tersebut. Pengenaan sanksi akan diberlakukan sejak dikeluarkannya penolakan atas permohonan yang diajukan ke BI. \"Sanksi tidak langsung denda tetapi tertulis. Kami ingatkan dulu. Kalau sudah 2 kali mereka masih melakukan pelanggaran, baru diberi sanksi denda,\" terangnya. Diakuinya, pelaksanaan kententuan itu berpotensi menimbulkan masalah. Antara lain kuotasi harga yang biasanya menjadi hambatan bagi perusahaan untuk beralih ke mata uang rupiah. Untuk itu, BI telah menyarankan pelaku usaha menggunakan acuan kurs dalam JISDOR guna memudahkan penetapan harga. \"Garuda Indonesia sudah berkomitmen, namun untuk harga tiket internasional masih diproses. Ada pula dari asosiasi biro dan travel, lalu Pelindo III, IATA serta ESDM, dan SKK Migas. Mereka butuh waktu beberapa bulan untuk perbaiki sistem di pencatatan akuntansinya, jadi memang butuh waktu,\" tuturnya. Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan, peraturan itu semata-mata untuk menegakkan kedaulatan rupiah di NKRI dan sekaligus mendukung stabilitas makroekonomi. \"Dengan dukungan berbagai pihak, BI berkeyakinan PBI itu akan dapat diimplementasikan dengan baik sehingga akan berkontribusi positif terhadap stabilitas makroekonomi, khususnya dari sisi nilai tukar,\" terangnya. Ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015 itu mengatur setiap transaksi di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. PBI itu adalah pelaksanaan dari UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta mendasarkan pada UU Bank Indonesia. Namun, ketentuan tersebut memberikan pengecualian untuk transaksi-transaksi dalam rangka pelaksanaan APBN, perdagangan internasional, dan pembiayaan internasional yang dilakukan para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri. Di samping itu, juga kegiatan usaha bank dalam valuta asing yang dilakukan sesuai UU yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah, transaksi surat berharga yang diterbitkan pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder, serta transaksi lainnya dalam valuta asing. (dee/oki)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: