Kemenag Minta BPJS Kesehatan Diskusi dengan MUI

Kemenag Minta BPJS Kesehatan Diskusi dengan MUI

JAKARTA- Kabar fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk penyelenggaraan BPJS Kesehatan semakin menggelinding luas. Kementerian Agama (Kemenag) meminta jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan berdiskusi dengan MUI untuk meredam potensi kegelisahan masyarakat. Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Machasin menuturkan, komunikasi perlu segera dibangun antara jajaran pemerintah yang me­nangani teknis jamin­an sosial nasional (JSN) dengan MUI. “Harus segera diklarifikasi mana yang tidak sesuai (dengan prinsip syariah, red) itu,” katanya. Untuk urusan ini, Machasin mengatakan Kemenag bersifat sebatas melakukan himbauan kepada Kemenkes dan BPJS Kesehatan. Dia berharap segera bisa dicarikan solusi terkait dengan fatwa MUI bahwa operasional atau penerapan BPJS Kesehatan saat ini tidak sesuai dengan prinsip syariah. Masyarakat perlu mengetahui bahwa MUI tidak secara tegas menyebut bahwa BPJS Kesehatan itu haram. Dalam dokumen hasil keputusan ijtima ulama komisi fatwa MUI se-Indonesia Juli lalu, tertulis bahwa BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan prinsip syariah. Sebab mengandung unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), dan riba. Anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian Fatwa MUI Cholil Nasif lantas mengatakan, ijtima ulama itu merekomendasikan perbaikan pelaksanaan BPJS Kesehatan. “Rekomendasinya adalah mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan jaminan sosial (BPJS Kesehatan, red) berdasarkan prinsip syariah,” katanya. Ketua Komisi VIII (Bidang Keagamaan, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan) DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, para ulama pada prinsipnya berharap BPJS Kesehatan tetap dijalankan. “Hanya saja perlu dikelola dengan menerapkan prinsip ekonomi syariah,” katanya. Politisi PAN itu menuturkan, pemerintah bisa mengakomodir pembuatan BPJS Kesehatan versi syariah. Sehingga memberikan alternatif atau ruang khusus bagi masyarakat yang meminta ada asuransi berbasis syariah. Kondisi seperti ini juga pernah terjadi ketika ramai-ramai keluar bunga bank konvensional adalah haram karena riba. Akhirnya dibuatkan bank syariah yang mengadopsi prinsip-prinsip ekonomi syariah. Nyatanya saat ini hampir seluruh bank membuat versi syariah sendiri-sendiri karena tuntutan masyarakat. “Namun membentuk BPJS Kesehatan berbasis syariah tentu perlu waktu,” ucapnya. Kontroversi seputar pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah, sudah sampai ke Istana. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berjanji untuk mendalami pernyataan MUI tersebut. “Nanti kita diskusi dengan para ulama,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin (30/7). Pemerintah meminta semua pihak untuk memandang pernyataan MUI tersebut sebagai langkah konstruktif. Meskipun, di kalangan ulama sendiri masih ada perbedaan pendapat. Misalnya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj yang mengkritik MUI karena dinilai terlalu mudah mengeluarkan fatwa. “Tidak hanya BPJS, soal lain juga ada banyak beda pendapat (antar ulama),” kata Wapres JK. Dia mengakui, belum mengetahui detil alasan MUI menyebut BPJS Kesehatan tidak sesuai prinsip syariah. Saat disebut jika salah satu poin yang disorot MUI adalah adanya sanksi administrasi ataupun denda yang harus dibayar pekerja jika terlambat menyetor iuran, JK mengatakan dalam perbankan syariah pun juga ada mekanisme denda semacam itu. “Tapi nanti kita lihat lagi, kalau perlu diperbaiki ya diperbaiki,” ucapnya. (wan/owi/mia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: