Mutasi Berdampak Sistemik

Mutasi Berdampak Sistemik

Mainkan Peran Seorang Diri, Walikota Diminta Selektif Pilih Pejabat KEJAKSAN - Pergeseran satu kursi pejabat setingkat eselon empat dan tiga, akan berdampak untuk sejumlah posisi lainnya. Hal ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari mutasi yang di dalamnya ada promosi dan rotasi. Dengan kondisi saat ini, Walikota Nasrudin Azis memainkan peran seorang diri. Meski demikian, aturan jabatan tetap harus dipegang teguh. Jangan sampai ada pejabat yang belum memenuhi syarat dipaksakan naik. Hal ini membawa konsekuensi gugatan pengadilan. Pengamat Kebijakan Publik, Haris Sudiyana mengatakan, langkah mutasi secara otomatis berdampak sistemik dan akan banyak mempengaruhi pejabat lainnya. Artinya, meskipun kursi kosong hanya beberapa pejabat saja, namun dampaknya bisa sampai kepada puluhan pejabat bahkan lebih. Dengan kata lain, mutasi pertama Nasrudin Azis sebagai walikota, meskipun mengutamakan kompetensi dan profesionalitas kerja, tetap berdampak sistemik di tubuh pemerintahan. “Satu kursi yang diperebutkan, bisa berpengaruh sampai kepada enam orang pejabat lainnya,” ucapnya kepada Radar, Minggu (2/8). Di samping itu, Haris mengingatkan agar penilaian mutasi benar-benar berdasarkan kompetensi. Serta, menempatkan pejabat sesuai latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja. Jangan sampai, sarjana kesehatan menjadi pejabat DPUPESDM. Haris menyampaikan, agar pejabat sinergis melaksanakan tugas sebagai penyelenggara negara, jangan sampai mereka bekerja Asal Bapak Senang (ABS) dengan sistem upeti. Pengaruh mutasi yang dilakukan Nasrudin Azis pada awal tahun 2015 ini saja, nampak jelas pada penyerapan anggaran APBD murni tahun 2015. Pasalnya, hanya 17,8 persen penyerapan dari target 50 persen. Angka itu sangat jauh dari apa yang diharapkan. Sehingga, pembangunan sangat terhambat. Sebagai contoh, ada salah satu bidang di dinas teknis masih nol persen dalam penyerapan anggaran. Artinya, belum ada kegiatan yang terlaksana. “Kalau sudah demikian, ini tanggung jawab siapa? Di sini perlu sistem sanksi tegas dan menempatkan pejabat sesuai kompetensi. Bukan atas dasar yang lain,” terang Haris. Jika pola mutasi seperti awal tahun masih diterapkan, tidak mustahil penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kembali gagal diraih. Lebih dari itu, lanjutnya, banyak program pembangunan dan kegiatan yang tidak berjalan dengan baik. Haris mengingatkan walikota untuk selektif dan melakukan evaluasi secara profesional. Hanya saja, dampak sistemik pasti tetap terjadi. Sebagai gambaran, untuk kursi kosong eselon III (tiga), eselon IV (empat) yang memenuhi syarat seluruhnya menjadi kandidat. Begitu seterusnya sampai ke tingkat staf. Pengamat Pemerintahan Wandy Kelana SIP MSi menjelaskan, secara ideal, akhir dari mutasi rotasi dan promosi adalah menempatkan pejabat sesuai kompetensinya. Tujuannya, agar lebih profesional dan dapat meningkatkan kinerja SKPD yang bersangkutan. “Pimpinan harus mengajak berlari cepat. Dibutuhkan pejabat yang rajin, tangguh, profesional dan kompeten,” ucapnya kepada Radar, Minggu (2/8). Jika sudah demikian, Wandy yakin Kota Cirebon akan tumbuh dan berkembang dengan pesat dalam berbagai hal. Lebih dari itu, mutasi kadang tidak sesuai kehendak pejabat. Karena itu, Wandy mengingatkan siapapun yang terkena mutasi, rotasi dan promosi, harus tetap bekerja maksimal. Sebab, bisa jadi rotasi atau mutasi merupakan langkah menuju tingkat lebih tinggi. Seperti, untuk menduduki jabatan eselon II, syaratnya eselon III yang memenuhi syarat sudah dua kali menempati posisi eselon III berbeda. Begitu pula untuk pejabat yang akan menempati jabatan eselon III. “Sebagai PNS, di mana pun harus siap bekerja dengan baik. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah menjadi acuan utama dalam penilaian,” tukasnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: