Rupiah Anjlok, RAPBN 2016 Berubah

Rupiah Anjlok, RAPBN 2016 Berubah

DPR Anggap Persoalan Serius, Harus Perkuat Koordinasi JAKARTA - Pemerintah te­lah me­lakukan serangkaian antisipasi untuk menyikapi pergolakan perekonomian dunia selama dua tahun terak­hir ini. Namun, pemerintah lu­put mengantisipasi adanya kebi­jakan RRT untuk men­deva­lua­si yuan karena itu di luar predi­ksi. Kondisi pasar keuan­gan Indonesia pun ikut tergun­cang dan mengakibatkan rupia­h anjlok di level Rp14 ribu. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah menyatakan akan menyelaraskan asumsi makro yang telah ditetapkan dalam RAPBN 2016 sesuai dengan perkembangan ekonomi terkini. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan pemerintah akan responsif dalam melihat perkembangan perekonomian aktual dan akomodatif dalam menampung proses pembahasan dengan DPR. “Asumsi pertumbuhan ekonomi (harus) tetap dapat merefleksikan kondisi yang realistis,” ujar Menkeu Bambang Brodjonegoro dalam rapat paripurna dengan agenda Jawaban Pemerintah atas Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPR terhadap RAPBN 2016 di gedung DPR, kemarin (25/8). Mengenai nilai tukar rupiah yang anjlok, Bambang menekankan bahwa pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tidak berdiam diri. Pemerintah dan BI akan menjaga stabilitas rupiah sehingga itu tidak berdampak lebih luas terhadap aspek perekonomian nasional. Mantan kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) tersebut juga menyinggung kondisi terkini di pasar mata uang nasional dan global. Menurut dia, pemerintah dan BI serta DPR akan membahas lebih mendalam RAPBN 2016 dengan dikaitkan kondisi ekonomi terkini. “Kita akan membahas lebih dalam RAPBN 2016 di Komisi XI dan Badan Anggaran DPR sampai dengan Oktober 2015 sebagai batas akhir penetapan UU APBN 2016,” katanya. Selain kondisi aktual tersebut, tutur dia, penetapan asumsi nilai tukar rupiah pada 2016 juga akan memperhitungkan langkah-langkah antisipatif dan perbaikan yang telah dan akan dilakukan BI serta pemerintah untuk memperkuat fundamental pasar uang nasional. Sementara itu, dalam rapat paripurna tersebut, sejumlah anggota DPR saling melontarkan interupsi. Mereka menyampaikan tanggapannya terkait dengan kondisi ekonomi Indonesia yang tengah mengalami tekanan, khususnya pada nilai tukar rupiah. Salah satu interupsi datang dari politikus PDIP Maruarar Sirait. Dia mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia belum mencapai krisis. Sebab, cadangan devisa Indonesia masih cukup kuat. Di samping itu, koordinasi antara BI, OJK, dan pemerintah juga cukup baik. Namun, Maruarar menekan­kan bahwa pembahasan beberapa RUU mengenai upaya penga­manan ekonomi harus menjadi prioritas. Salah satunya, RUU Jaring Pengamanan Sistem Keuangan (JPSK). “Kami usulkan agar RUU JPSK jadi prioritas saat ini. Jangan lagi terulang, kalau ada problem, tidak ada protokol legal yang akurat dan cepat. Sampai saat ini kita belum punya protokol yang legal,” jelasnya. Di sisi lain, Akbar Faisal dari Fraksi Nasional Demokrat menilai yang terjadi saat ini adalah persoalan serius. Karena itu, dia menekankan bahwa pemerintah, BI, dan OJK harus terus memperkuat koordinasi. Dia juga meminta para menteri di Kabinet Kerja bisa ikut bekerja sama untuk mengatasi persoalan ekonomi saat ini. “Kemudian, di dalam tubuh pemerintahan, jangan ada lagi gaduh-gaduh yang merusak situasi. Jangan ada lagi pertengkaran antarmenteri suapaya sekarang bisa kondusif,” tuturnya. (ken/c20/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: