Pemuda dan Warisan Kemerdekaan

Pemuda dan Warisan Kemerdekaan

Oleh: Devy Prasetya Amaliawati* Bangun pemuda pemudi Indonesia Lengan bajumu singsingkan untuk Negara Masa yang akan datang kewajibanmu lah Menjadi tanggunganmu terhadap Nusa (A. Simandjuntak) SEPENGGAL lirik lagu yang bertajuk “Bangun Pemudi Pemuda” karya A. Simanjuntak tersebut terasa familier di telinga, terutama  pada masa-masa perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang kita cintai ini. Ya, lirik dan nada lagu tersebut memang sangat menggungah para pemuda untuk terus berjuang demi Negara. Apakah kita sudah merdeka? Pertanyaan itu hampir selalu dipertanyakan sementara masyarakat Indonesia. Tentu pertanyaan tersebut bukan asal. Pertanyaan tersebut biasanya lahir dari refleksi kondisi kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan negara. Ada dua jawaban atas pertanyaan tersebut, ya Indonesia sudah merdeka. Dan, Indonesia belum merdeka. Jawaban pertama adalah bahwa Indonesia telah terbebas dari penjajahan dalam arti letterlijk, tidak ada lagi perlawanan perang menggunakan senjata, bambu runcing dan sebagainya. Jawaban yang kedua, lahir atas realitas kehidupan sosial yang saat ini terjadi. Masih banyak warga negara yang belum mendapatkan pendidikan dasar; masih banyak pengangguran; masih banyak Ibu yang meninggal karena melahirkan; masih banyak terjadi kekerasan seksual; masih banyak warga Indonesia yang tidak mendapatkan identitas kewarganegaraan; banyak kelompok-kelompok keagamaan yang tidak diakui negara dan sebagainya.  Apa pun pendapat kita, merdeka atau belum merdeka, ‘kelahiran kembali’ Indonesia mesti dirayakan dengan suka cita. Sebagai wujud terima kasih kita kepada para pendahulu bangsa, laki-laki, perempuan, tua, muda, dewasa, remaja, anak-anak, yang telah berjuang keras menghadirkan Indonesia sebagai Negara yang berdaulat. Tetapi, tentu saja semestinya perayaan yang dilakukan bukan hanya seremonial, kita harus sadar kenapa tanggal 18 Agustus sangat penting bagi Indonesia. WARISAN TANGGUNG JAWAB Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang diwariskan para pejuang kemerdekaan kita? Bukan senjata, bukan bambu runcing, bukan pula musuh. Yang mereka tinggalkan kepada kita semua adalah harapan. Ya, harapan untuk Indonesia yang maju, harapan untuk Indonesia yang mengayomi, melindungi segenap warga negaranya. Bumi pertiwi adalah ibu, bagi setiap orang yang ada di bumi Nusantara ini. Kembali ke syair lagu di atas, kita sebagai pemudi dan pemuda Indonesia memiliki kawajiban dan tanggung jawab menciptakan Indonesia yang aman, tanpa kekerasan dan tanpa diskriminasi. Adakah yang bisa kita lakukan sebagai generasi muda? Pertama, hilangkan rasa ketidakpedulian. Selama ini pemuda banyak dinilai sebagai kelompok masyarakat yang tidak acuh terhadap persoalan sosial; pemuda lebih suka demo dan sebagainya. Stereotip tersebut sangat mengakar di masyarakat bahkan di pemerintah daerah. Maka tak heran jika banyak program-program yang tidak melibatkan pemuda sebagai tokoh kunci. Maka, tampakkanlah kepedulian kita pada peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM), misalnya dengan menjadi guru pemberantasan buta aksara secara suka rela, relawan isu-isu kemanusiaan maupun lainnya. Masyarakat harus tahu bahwa kita, pemuda, tidak tinggal diam terhadap persoalan masyarakat. Kedua, hilangkan ketergantungan. Mulailah dari diri sendiri untuk tidak menggantungkan hidup kepada orang lain, kepada keluarga sekalipun. Karena Indonesia membutuhkan generasi yang mandiri, Nyai Hj Masriyah Amva mengatakan, “Berdirilah di atas kaki sendiri, jangan bergantung kepada kebesaran orang lain.” Kita harus tetap berkarya di atas nilai rupiah yang semakin hari kian melemah. Kepedulian dan kemandirian secara niscaya akan memberikan kepercayaan diri kepada generasi muda. Dengan begitu para pejuang Indonesia akan tersenyum bangga atas warisan kemerdekaan yang mereka perjuangkan. (*)   *)Penulis sehari-harinya aktif di Fahmina Institute        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: