Yohanes Surya Ingin Tangani Lagi Putra Bangsa

Yohanes Surya Ingin Tangani Lagi Putra Bangsa

Jelang Olimpiade Fisika Dunia 2017 di Indonesia JAKARTA – Sejak 2011 pem­bina­an kontingen Indone­sia untuk olimpiade fisika dunia (International Physic Olympiad/IPhO) dipegang pemerintah. Hasilnya raihan medali emas menurun dibanding periode sebelumnya. Fisikawan top Indonesia Prof Yohanes Surya ingin kembali menangani kontingen Indonesia. Keinginan Surya itu bukan tanpa alasan. Dia mengatakan Indonesia ditunjuk jadi tuan rumah IPhO untuk kedua kalinya pada 2017 nanti. Gelaran akbar tahunan itu pernah mampir di Bali pada 2002. ’’Kita nanti tuan rumah. Kalau tidak dapat apa-apa kan sedih,’’ katanya usai menyampaikan kuliah umum Dies Natalis ke-2 Surya University di Serpong, kemarin. Jebolan Universitas Indonesia (UI) itu menceritakan sudah tidak memegang bimbingan kontingen olimpiade fisika dunia sejak 2011 lalu. Selebihnya pembimbingan diambil alih oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tim Yohanes Surya kemudian dipasrahi untuk membimbing kontingen olimpiade fisika tingkas Asia. Capaian Surya terakhir kali pada IPhO 2010 di Zagreb, Kroasia benar-benar moncer. Waktu itu ada empat pelajar Indonesia menggondol medali emas. Saat itu Indonesia berhasil mengangkangi Amerika Serikat yang mendapatkan satu medali emas dan Thailand (3 medali emas). Sebaliknya pada edisi IPhO 2015 yang digelar di Mumbai, India tim Indonesia keok. Dari 36 peringkat teratas yang berhak mendapatkan medali emas, sama sekali tidak ada nama kontingen Indonesia. Kali ini Amerika Serikat giliran menyalip Indonesia dengan menggondol 3 medali emas. Guru besar pencetus Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) itu menjelaskan kunci dari belajar mempersiapkan olimpiade fisika adalah komitmen. Dia mengatakan minimal anak-anak tim olimpiade harus dikarantina selama satu tahun penuh. ’’Beda dengan pelatihan oleh pemerintah yang berlangsung tiga bulan,’’ ujarnya. Surya mengungkapkan pemerintah tidak sreg dengan model bimbingan tim olimpiade yang berdurasi satu tahun penuh. Alasannya siswa akan tercabut haknya untuk bersekolah. Namun menurut dia kontingen IPhO hanya lima orang, sehingga bukan menjadi masalah besar ketika harus mengikuti karantina setahun penuh. ’’Ini namanya berkorban demi bangsa. Pahlawan dulu berkorbanya nyawa,’’ kata Surya yang kemarin mengenakan setelah putih-hitam. Selain itu siswa yang mendapatkan medali emas di IPhO bisa mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri. Koordinator Pembina Tim IPhO Kemendikbud Syamsu Rosid membenarkan bahwa pemerintah tidak cocok dengan model pendampingan ala Yohanes Surya. ’’Pak Surya pernah presentasi di Kemendikbud. Tetapi ditolak oleh Kemendikbud,’’ kata dosen fisika UI itu. Alasannya adalah Kemendikbud tidak ingin hak bersekolah kontingen IPhO tercerabut. Syamsu mengatakan idealnya memang anak-anak tim olimpiade fisika itu dikarantina selama satu tahun penuh. Seperti yang dilakukan oleh kontingen dari Tiongkok. ’’Ideal itu umumnya tidak match (cocok, Red) dengan realita,’’ kata dia. Artinya realitanya anak itu jangan tahunya hanya fisika, matematika, atau bidang ilmu lainnya. Dirinya menemukan sendiri anak-anak yang jago fisika atau matematika itu perilakunya belum komprehensif. Antara sikap, perilaku, dan intelektualnya belum berimbang. Keseimbangan ini tetap dia jaga selama proses karantina model Kemendikbud. Sistem karantina ala Kemendikbud hanya berlangsung selama sebulan dan berlangsung tiga kali tapi terputus-putus. Syamsu juga mengatakan Kemendikbud tidak memasang target yang muluk-muluk kepada tim IPhO. Mendapatkan satu medali emas saja sudah dianggap prestasi gemilang. Di IPhO 2016 nanti, dia mengatakan target yang dipasang adalah mendapatkan medali emas. (wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: