Melanggar, Anak-anak Bisa Dihukum

Melanggar, Anak-anak Bisa Dihukum

MAJALENGKA - Perlindungan hukum bagi anak dapat dilakukan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak azasi anak. Perlindungan terhadap anak ini juga mencakup kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Perlindungan anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Tidak hanya anak sebagai pelaku, namun mencakup anak yang sebagai korban dan saksi. “Aparat penegak hukum yang terlibat dalam penanganan ABH agar tidak hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau peraturan perundang-undangan lainnya. Namun lebih mengutamakan perdamaian daripada proses hukum formal yang mulai diberlakukan dua tahun setelah UU SPPA diundangkan atau 1 Agustus 2014 yaitu Pasal 108 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012,” papar ketua tim Penkum Kejari majalengka Noordien Kusumanegara SH MH di hadapan siswa SMKN 1 Kadipaten Senin (7/9). Sistem Peradilan Pidana Anak, merupakan segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus ABH. Polisi, kejaksaan, dan pengadilan serta pembimbing kemasyarakatan atau balai pemasyarakatan, advokat atau pemberi bantuan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) sebagai institusi atau lembaga yang menangani ABH mulai dari anak bersentuhan dengan sistem peradilan. “Institusi tersebut menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak hingga tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan. Mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman dalam koridor keadilan restoratif. Jadi bila ada ABH kasusnya tetap diproses, akan tetapi tetap mengedepankan berbagai aspek hak anak tersebut,” terangnya. Noordien menegaskan, kasus-kasus ABH yang dibawa dalam proses peradilan adalah kasus-kasus yang serius saja, itu juga harus selalu mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak serta proses penghukuman adalah jalan terakhir (ultimum remedium) dengan tetap tidak mengabaikan hak hak anak. “Di luar itu kasus kasus anak dapat diselesaikan melalui mekanisme nonformal yang didasarkan pada pedoman yang baku,” katanya. Sementara itu Kepala sekolah SMKN 1 Kadipaten Drs H Wahyudin MMPd menilai, saat ini anak yang berhadapan dengan hukum makin meningkat dan memprihatinkan. Baik tindakan kriminal maupun penyalahgunaan narkoba. Sekolah yang merupakan rumah kedua bagi anak, mempunyai peranan penting dalam melakukan pencegahan tersebut. “Kami berupaya melakukan tindakan pencegahan sedini mungkin, caranya dengan memberi siswa kegiatan di luar jam belajar sesuai dengan kejuruan masing-masing. Seperti akuntansi, administrasi perkantoran, perdagangan, rekayasa perangkat lunak, dan teknik jaringan komputer. Tujuannya agar siswa dapat menggunakan waktu dan teralih perhatiannya untuk yang tidak baik,” pungkasnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: