Tentang Kepret Rajawali Rizal Ramli

Tentang Kepret Rajawali Rizal Ramli

Oleh: Dudi Farid Wazdi MENTERI Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan, “Kalau semua pihak bersungguh-sungguh memperbaiki iklim perekonomian, bangsa Indonesia akan bangkit menjadi kekuatan ekonomi dunia yang diperhitungkan dalam waktu dekat. Ia menyebut gebrakannya bertujuan untuk mendinamisasi cara kerja birokrat dianalogikan seperti Rajawali Ngepret. Salah satu contohnya adalah gebrakan untuk mengubah cara kerja bongkar muat (dweeling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang berlanjut dengan penggeledahan di kantor PT Pelindo II dan kini kasusnya ditangani Bareskrim Polri. Ia berhasil “memaksa” Pelindo II menerima gagasannya untuk membangun jaringan rel kereta api di Pelabuhan Tanjung Priok. Perlu dipahami bersama bahwa: di negara-negara maju peran kereta api sangat penting karena akan memperpendek mata rantai bongkar muat. Dan sekaligus dapat mengurangi kemacetan dalam kota. Kemudian, Menko ini agaknya harus membuktikan dirinya mampu menyelesaikan persoalan rumit, tidak sekadar mengritik para koleganya di kabinet dan bahkan Wakil Presiden. Secara khusus Presiden Jokowi memberikan tugas kepada Menko Kemaritiman untuk memperpendek dwell time, yang sebelumnya masih di atas lima hari. Beliau berikan batas waktu, pada Oktober diharapkan sudah bisa 3-4 hari. Tugas khusus ini lumayan berat, mengingat Indroyono Soesilo, Menko sebelumnya, ditarget 4,7 hari. Hal yang perlu dicatat, saat ini dwell time sekitar enam hari. Bandingkan dengan Singapura yang hanya sehari, atau Malaysia dua-tiga hari. Jadi, pantas saja ya jika kedua negara itu lebih digandrungi oleh para pengusaha internasional dan imbasnya tentu adalah kemakmuran negara-bangsanya. Nah, RR, panggilan akrab Rizal Ramli, berusaha memenuhi tantangan itu dengan beberapa jurus di antaranya: pertama adalah memperbanyak jalur hijau bagi barang-barang ekspor impor yang telah memenuhi syarat dan ketentuan. Sementara jalur merah bagi barang yang dicurigai bermasalah, akan diupayakan ditekan sampai tingkat paling minimal. Kedua, meningkatkan biaya denda bagi (pemilik) kontainer yang telah melewati masa simpan di pelabuhan. Tarif denda yang berlaku sekarang ini hanya Rp27.500 per hari per kontainer ukuran 20 kaki. Makanya, wajar jika banyak pengusaha yang memilih menyimpan barang di pelabuhan, dibanding membayar sewa gudang di luar pelabuhan yang dipastikan jauh lebih mahal dan keamanan tak terjamin. Ketiga, membangun jalur kereta api sampai ke lokasi loading dan uploading peti kemas. Kemarin (Metro TV, 9/9/2015), kita dapat menyaksikan dia membongkar beton yang menghalangi relnya. Tujuannya, tentu agar arus barang akan lebih cepat dan murah, serta bisa diharapkan mengurangi beban jalan dan kemacetan arus lalu lintas. Sejak dulu, menurut RR, Pelindo II dan PT Kereta Api Indonesia ribut terkait rencana ini. Jadi, jelas sekali dari kasus ini saja, memang di negeri ini teramat banyak cukong-cukong yang tidak ingin bangsa ini bangkit. Keempat, meningkatkan sistem teknologi informasi dalam pengelolaan terminal peti kemas. Dengan konsep ini, tentunya akan mempermudah pengusaha mengetahui posisi peti kemasnya secara detil dan akurat. Kelima, menambah kapasitas crane (derek). Dan keenam, penyederhanaan peraturan dan perizinan. Coba Anda bayangkan, agar barangnya bisa masuk, seorang importir harus mengurus 124 izin dari 20 departemen, kementerian, atau lembaga. Bayangkan saja dari Kemenperin saja ada 44 izin yang musti didapatkan. Kadang-kadang ganti menteri izinnya nggak dihapus, disatukan diintegrasikan ke izin yang lain. Untuk masalah ini akan disederhanakan menjadi sekitar 20 izin saja. Sedangkan jurus pamungkas tak lain memberantas mafia. Tentunya pemberantasan terhadap mafia yang selama ini bermain di pelabuhan. Konon katanya, penguasa di Tanjung Priuk itu bukan Pelindo II, tetapi mereka adalah para pemilik lapak yang tentu saja hanya memikirkan keuntungan untuk dirinya, bukan bangsa dan negara terlebih rakyat Indonesia. Mereka inilah yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membuat Tanjung Priok menjadi pelabuhan yang lamban, tidak efisien, dan berbiaya tinggi. Wal akhir, tampaknya kita patut dukung pejabat-pejabat yang hendak membangun bangsa dan negara ini dan itu biasanya muncul dari kalangan professional Seperti halnya Rizal yang mengaku tak takut jika harus melawan back­ing para mafia. Kita pun berharap lebih banyak lagi pejabat-pejabat yang bermental dan memiliki jurus seperti dia. Semoga (*) *) Penulis adalah Pengawas KPRI WARDA Kemenag Indramayu, alumnus FISIP UI  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: