Pemilihan Akhir di Walikota

Pemilihan Akhir di Walikota

Muncul Isu Pertemuan Orang Aher dengan Azis, Bahas Apa Ya? KEJAKSAN- Mutasi yang akan dilakukan dalam waktu dekat lebih hati-hati dibandingkan sebelumnya. Hal ini terlihat dari proses yang cukup lama. Hal ini dinilai lebih baik dibandingkan terburu-buru tetapi menimbulkan persoalan di kemudian hari. Mutasi mengusung asas kompetensi dan profesionalitas. Sekda Kota Cirebon Drs Asep Dedi MSi mengatakan mutasi merupakan kegiatan rutin dalam sebuah organisasi pemerintahan. Hanya saja, dalam setiap kesempatan mutasi akan selalu ada pengisian jabatan baru. Baik itu promosi maupun rotasi. Pada bagian ini, mutasi menjadi sesuatu yang dinantikan bagi seluruh kalangan. Khususnya para PNS. Untuk itu, agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari, Asep Dedi bersama tim penilai Pemerintah Kota Cirebon memilih berhati-hati. Sikap ini telah disampaikan kepada Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH. Atas kehati-hatian dalam menentukan dan menyaring nama-nama pejabat yang akan promosi maupun rotasi, Walikota Azis, kata Asep Dedi, dapat memahami dan memerintahkan untuk mengikuti aturan. Khususnya dalam pemenuhan syarat administrasi. “Sekarang sudah memasuki proses akhir. Keputusan pemilihan akhir ada pada Pak Walikota,” ujarnya kepada Radar, kemarin. Nama-nama yang telah masuk telah disampaikan kepada walikota untuk kemudian memilihnya. Pengamat pemerintahan Afif Rivai SIP MA mengatakan, untuk jabatan eselon tiga dan empat, seluruhnya menjadi kebijakan walikota. Selaku pemegang kebijkan tertinggi, walikota memiliki peran yang sangat strategis dalam mutasi. Menurut Afif, sangat penting menerapkan dua kriteria dalam menempatkan pejabat eselon dua hingga empat. Di mana, persyaratan administratif dan penilaian kinerja melalui kompetensi dan prilaku. “Itu dua hal yang harus ada dalam menempatkan seorang pejabat di jabatan tertentu,” ucapnya. Untuk syarat administratif, mulai dari SKPD induk, BK-Diklat sampai Tim Penilai Kinerja menyampaikan risalah calon pejabat. Agar menempatkan pejabat sesuai dengan kompetensi dan latar belakang pendidikannya, Tim Penilai Kinerja yang dipimpin sekda harus jeli dan berhati-hati. Sebab, secara aktif perjalanan kegiatan dan pelaksanaan program SKPD ada di tataran eselon tiga dan empat. Jika menempatkan pejabat yang tidak sesuai dengan kompetensi, akan sangat mungkin kebijakan pejabat tersebut banyak melanggar ketentuan karena kurang pengalaman dan keilmuan. Secara aturan, lanjutnya, mutasi dimaksudkan untuk mengisi kekosongan dalam jabatan. Disamping itu, pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, juga bertujuan untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural. Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan, dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu. “Kursi kosong sebaiknya jangan terlalu lama dibiarkan. Karena ini berkaitan dengan tulang punggung SKPD yang ada di tingkat eselon tiga dan empat,” ujarnya. Dalam aturannya, persyaratan PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain minimal pangkatnya satu tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan, memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. Semua unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir, memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, serta sehat jasmani dan rohani. Selain persyaratan tersebut, ucapnya, pejabat BK-Diklat perlu memperhatikan pula faktor lain. Seperti, senioritas dalam kepangkatan, usia, Pendidikan dan Pelatihan (diklat) jabatan, serta pengalaman. “Ini proses mutasi ideal,” ucapnya. BERTEMU ORANG AHER? Sementara itu, menjelang mutasi ini muncul isu jika Azis melakukan pertemuan dengan utusan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (Aher) untuk membahas posisi sekda. Atas isu pertemuan itu, akademisi Unswagati, M Sigit Gunawan SH MKn menjelaskan, walikota sah-sah saja tak ada rencana mengganti sekda. Tapi walikota diam-diam sudah bertemu utusan Aher, membahas kemungkinan sekda dimutasi ke provinsi. “Ketika walikota sibuk membantah tidak ada penggantian sekda, lalu apa makna pertemuan walikota dengan orangnya Aher. Dari pertemuan itu pun sudah sangat jelas betapa kuatnya keinginan walikota untuk mengganti Sekda Asep Dedi karena dianggap mengecewakan walikota. Bantahan walikota selama ini, menurut saya itu hanya cara untuk meredam polemik. Padahal diam-diam walikota ketemu orangnya gubernur untuk melobi mengganti sekda,” kata Sigit. Kalau memang walikota akan mengganti sekda, menurut Sigit, saat ini momentum yang tepat karena masih jauh dari pelaksanaan Pilwalkot 2018. Kalau tetap diulur-ulur, justru malah menyulitkan walikota, karena secara umum pemerintahan kurang efektif. “Birokrat terkesan bekerja sendiri-sendiri,” tandasnya. (ysf/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: