Padang Edelweiss Gunung Ciremai Rusak Parah

Padang Edelweiss Gunung Ciremai Rusak Parah

Pendaki Diduga Picu Kebakaran Ciremai KUNINGAN – Insiden kebakaran hutan di kawasan puncak Gunung Ciremai beberapa waktu lalu memicu seorang aktivis lingkungan, Avo Juhartono, untuk melakukan analisis. Melihat lokasi kebakaran yang berada di ketinggian 2.400 mdpl, pihaknya menduga itu akibat kelalaian pendaki gunung. Ketua Komunitas Hijau Kuningan ini mengatakan, peristiwa kebakaran pada 14 Agustus sampai 27 Agustus itu telah menghaguskan hampir setengah kawasan hutan puncak Gunung Ciremai pada ketinggian 2400 hingga 3078 mdpl. Pada ketinggian tersebut, lanjutnya, merupakan kawasan hutan tipe sub alpin yang didominasi oleh tumbuhan perdu yang tingginya 1 hingga 3 meter seperti edelweiss, cantigi, pelending, alang-alang dan sebagainya. “Kejadian kebakaran tersebut telah menghanguskan hampir setengahnya habitat edelweiss terutama kawasan puncak Ciremai dari jalur Pendakian Linggarjati ke arah barat dengan perkiraan luas kurang lebih 185 ha,” sebutnya, kemarin (28/9). Penyebab dari kebakaran tersebut, menurut dia, sampai saat ini belum bisa diketahui secara pasti. Namun, jika dari analisa lokasi terjadinya kebakaran pada ketinggian 2400 mdpl ke atas, imbuh Avo, diduga dan bisa dipastikan bukan oleh masyarakat biasa yang jalan-jalan ke hutan. “Karena lokasi tersebut berada di atas kawasan hutan alam (leuweung geledegan). Kemungkinan orang yang bisa mencapai ketinggian tersebut biasanya adalah pendaki gunung. Jadi analisa sementara penyebab kebakaran tersebut adalah karena kelalaian pendaki gunung,” ujar Avo. Dirinya menjelaskan, kelalaian pendaki gunung bisa terjadi karena membuang puntung rokok sembarangan atau sisa api unggun yang tidak benar-benar padam. Ditambah kondisi tanaman dan alang-alang yang cukup kering dan suhu yang ekstrim pada ketinggian 2400 mdpl ke atas akibat dampak elnino (musim kemarau berkepanjangan). “Dampak elnino ini suhu cukup panas dan angin yang kencang berkolaborasi menimbulkan bencana kebakaran. Kolaborasi dari pendaki yang lalai, tanaman atau alang-alang yang kering, angin yang kencang dan suhu yang ekstrim mengakibatkan bencana kebakaran hutan tidak terelakan,” jelasnya. Avo mengungkapkan, dampak dari kebakaran hutan tersebut disamping menimbulkan keresahan masyarakat juga rusak atau terganggunya ekosistem Ciremai. Terutama habitat tumbuhan edelweiss sebagai ciri khas tanaman puncak gunung Ciremai. Karena bencana itu hampir setengahnya kawasan edelweiss Ciremai yang menebarkan aroma wangi khas, kini menghitam dan gersang. ”Penutupan semua jalur pendakian ke gunung Ciremai adalah suatu langkah yang tepat dan harus didukung oleh semua pihak terutama para pendaki gunung. Kondisi pepohonan di puncak gunung yang mengering dan cuaca yang ekstrem merupakan ancaman bencana yang sangat potensial. Kita tahu dan memaklumi para pendaki juga pasti tidak akan secara sadar melakukan pembakaran, akan tetapi para pendaki juga manusia yang kadang mempunyai sisi khilap atau lalai dan salah yang bisa menjadi salah satu pemicu terjadinya bencana kebakaran hutan,” ungkapnya. Untuk pihak pemangku kawasan atau BTNGC dan pengelola pendakian, lanjut Avo, seharusnya bisa lebih tegas dan konsekuen serta konsisten untuk melakukan penutupan pendakian ke puncak Ciremai. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya kebakaran hutan terulang kembali.  Begitu juga untuk para pendaki seharusnya bisa memahami kondisi tersebut dan tidak memaksakan diri untuk mendaki Gunung Ciremai. Semua itu dilakukan sebenarnya untuk kebaikan alam itu sendiri dan kebaikan semua. “Biarkan alam beristirahat sejenak, menyepi dan menikmati keheninganya. Kita semua pasti tidak ingin edelweiss Ciremai yang masih tersisa kembali hangus dan menghitam. Puncak Ciremai takkan pergi kemana-mana, dia akan tetap ada di tempatnya, sapalah kembali puncak tertinggi di Jawa Barat tersebut begitu elnino berlalu dan musim hujan tiba,” ajaknya. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: