Pelindo II Persilakan Penutupan Batubara

Pelindo II Persilakan Penutupan Batubara

Dengan Catatan, Sesuai Aturan KEJAKSAN - Desakan warga pesisir dan sekitarnya yang meminta bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon dihentikan, mendapat respons PT Pelindo II Cabang Cirebon. Asisten General Manager Pengendalian Kinerja dan PSFO PT Pelindo II Cabang Cirebon, Iman Wahyu mempersilakan batubara di Pelabuhan Cirebon ditutup, asal sesuai payung hukum. Iman juga menegaskan, Pelabuhan Cirebon bukanlah pelabuhan batubara, tetapi pelabuhan umum. Tidak hanya batubara, tetapi juga bongkar muat. Mengacu UU No 17/2008, kata Iman, PT Pelindo hanya sebagai operator pelabuhan, sedangkan yang mengatur adalah pemerintah dan di pelabuhan ini representasi dari pemerintah adalah kantor kesyahbandaran dan otoritas pelabuhan (KSOP). Kapal dari luar pelabuhan yang hendak masuk ke pelabuhan, atas seizin KSOP. Setelah masuk ke pelabuhan, barulah PT Pelindo diminta menyediakan tempat untuk bersandar. “Kalau mau tahu, 75 persen kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Cirebon dilakukan oleh swasta, sedangkan 25 persennya dilakukan Pelindo,” ujar Iman. Karenanya karut-marutnya batubara, kata Iman, harusnnya swasta ikut berperan dan KSOP harusnya ikut mengatur karena lalu lintas kapal masuk dan keluar semuanya atas seizin KSOP. Dan Pelindo hanya penyedia sarana dan prasarana. Pihaknya menegaskan, Pelindo tidak akan memilah bongkar muat karena Pelabuhan Cirebon adalah pelabuhan umum dan tujuan KBM batubara karena Pelabuhan Cirebon sepi. Kalau bongkar di Jakarta, justru cost-nya tinggi, belum lagi antre untuk bisa bongkar muat. “Perlu masyarakat ketahui, PT Pelindo II Cabang Cirebon tidak pernah mengultuskan batubara. Dan KBM Batubara di Pelabuhan Cirebon mulai ada tahun 2004,” bebernya. Karena tidak mengultuskan batubara, bagi Pelindo tidak ada masalah jika memang batubara ditutup. Tapi yang jelas, yang menutup bukanlah Pelindo tapi pemerintah. Disinggung perihal apakah tidak mengganggu pengembangan pelabuhan, Iman menegaskan, pengembangan pelabuhan tetap akan berjalan terus karena tidak ada kaitannya dengan tuntutan warga supaya batubara ditutup. Terpisah, Kepala KSOP Cirebon, Akhriadi mengatakan, KSOP berdasarkan UU dan Permenhub sebagai pelaksana tugas penyelenggaraan pelabuhan. Karena itu, ketika ada kapal yang masuk dan kapal keluar pelabuhan, tugas KSOP adalah memberikan pelayanan berupa ketertiban dan kenyamanan bagi kapal yang hendak bersandar. Terkait tuntutan warga supaya batubara dilarang berlabuh di Pelabuhan Cirebon, Akhriadi menjelaskan, meskipun KSOP bagian pemerintah, namun tugasnya hanya menjalankan tugas operasional pelabuhan. Karena itu, KSOP tidak punya kewenangan melarang kapal masuk. Sesuai dengan fungsinya, KSOP memberikan jaminan kenyamanan dan keamanan untuk kapal yang bersandar di pelabuhan. “Itu bukan kewenangan kita. Kami hanya pelaksana, begitu juga Pelindo sebagai pelaksana undang-undang,” tandasnya. KSOP, kata Akhriadi, mengatur lalu lintas kapal masuk keluar. Yang berwenang menutup adalah pemerintah dalam hal ini menteri atau presiden. Bahkan walikota bisa saja mengajukan dengan didukung DPRD agar ditutup. Ketua Bapilu DPC Partai Demokrat Kota Cirebon, Achmad Sofyan mengatakan, DPRD mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Kondisi polusi udara merambah rumah dan sekolah di Kota Cirebon darurat batubara. Bahkan menindaklanjuti reses anggota dewan DPRD Kota Cirebon mengusulkan kepada pimpinan dewan membuat Pansus Pelindo II Cirebon guna mengusut kasus yang terjadi di PT Pelindo II Cirebon. Apakah CSR-nya tepat sasaran atau tidak. SERAHKAN BATUBARA KE PUSAT Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Cirebon menjadi garda terdepan dalam persoalan batubara. Namun, sebagai lembaga yang berada di tingkat Kota Cirebon, tidak dapat berbuat banyak. Karena itu, KLH menyerahkan persoalan tersebut kepada Kementerian Lingkungan Hidup (LH). Saat ini, Komisi B DPRD Kota Cirebon bersama KLH Kota Cirebon bertemu dengan Kementerian LH. Kepala KLH Kota Cirebon Ir Agung Sedijono MSi mengatakan, saat ini persoalan tuntutan masyarakat yang menginginkan bongkar muat batubara ditutup, telah diambil alih kewenangannya oleh Kementerian LH. “Saya tidak bisa ikut ke Jakarta. Tadi baru dari Bandung. Perwakilan saya ikut ke Jakarta bersama Komisi B,” ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu (7/10). Agung tidak bisa ikut ke Jakarta karena ayahnya meninggal dunia. Hanya saja, dia menyampaikan akan mengikuti kebijakan yang disampaikan pemerintah pusat. Terkait dugaan kebocoran saat Kementerian LH dan Kementerian Kesehatan turun ke Pelabuhan Cirebon, Agung Sedijono mengaku tidak mengetahui hal itu. Saat mereka datang, KLH ikut mendampingi bersama Dinas Kesehatan Kota Cirebon dan SKPD terkait lainnya. Namun, saat itu tim dari pusat melakukan uji petik dan menilai batas ambang masih wajar. Hanya saja, diakuinya persoalan debu batubara harus dicarikan solusi bersama. Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Eti Herawati atau akrab disapa Eeng Charli mengatakan, dia bersama Komisi B akan berkunjung ke Kementerian Lingkungan Hidup (LH). Dengan satu tujuan, menyampaikan aspirasi warga agar menutup bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon. “Kita sudah dari Bandung. Besok bertemu Kementerian LH (Kamis, 8/10),” ujarnya kepada Radar, kemarin. Eeng Charli bersama Komisi B dan SKPD terkait di Pemkot Cirebon, menyampaikan aspirasi warga sekaligus meminta kebijakan Kementrian LH terkait desakan penutupan bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon. (abd/ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: