Mafia Asap Pembakar Lahan

Mafia Asap Pembakar Lahan

Oleh: Verry Wahyudi* TATKALA Senin malam, (5/10), mencuat kebakaran lahan dan hutan di Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Diduga kebakaran karena kelalaian orang yang tak bertanggung jawab. Kita prihatin. Sepintas kita khawatir itu akan jadi parah seperti kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan, yang memunculkan kabut asap yang pejal dan mengerikan. Kita sudah melihat dan merasakan semuanya. Betapa amat ironis. Bencana kebakaran lahan dan hutan yang mengemuka sekarang merupakan bencana kemanusiaan sebab berpotensi mengancam kehidupan manusia, juga makhluk hidup lainnya. Ini mengingat bencana kebakaran lahan dan hutan tersebut berlangsung masif dan sistematis dengan cakupan wilayah yang sangat luas. Kabut asap itu bahkan telah mencapai negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Menimbang besarnya dampak yang ditimbulkan, sudah sepatutnya pemerintah menetapkan bencana itu sebagai ”bencana nasional”. Artinya, pemerintah pusat harus segera mengambil alih penanggulangannya karena pemerintah daerah setingkat provinsi tidak mampu menghadapinya (Fadjri Alihar, 2015). MELUMPUHKAN EKONOMI Imbas terburuknya tentu ketika melumpuhkan kegiatan ekonomi. Lantaran bencana itu, warga terusik kesibukan ekonominya. Jika tidak cepat diketemukan solusinya, ini nanti membawa perekonomian kita menuju kondisi kian fatal. Seperti jamak diketahui, hari-hari ini pun situasi ekonomi kita masih melandai. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperhitungkan, jumlah kerugian ekonomi sebab malapetaka bencana kabut asap yang tersembul lantaran kebakaran lahan dan hutan di sejumlah provinsi di Indonesia pada tahun 2015 bisa melampaui angka Rp 20 triliun. BERI HUKUMAN BERAT Kabut asap yang menjendul karena kebakaran lahan dan hutan merupakan ulah manusia yang serakah, baik secara perseorangan maupun kelompok. Untuk menghindari terjadinya bencana yang semakin besar, seyogianya pemerintah perlu memasukkan para pihak yang membakar lahan dan hutan sebagai pelaku ”kejahatan luar biasa”. Disamping telah mengakibatkan ratusan ribu warga menderita berbagai penyakit, terutama ISPA, kabut asap tersebut juga mengancam keselamatan penerbangan. Sudah sepantasnya mereka yang terlibat dijatuhi hukuman berat (Fadjri Alihar, 2015). Ini bukan pertama kali. Sepanjang dua dasawarsa belakangan, kebakaran lahan dan hutan di Indonesia yang menghasilkan kabut asap hampir terjadi saban tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kawasan kebakaran lahan dan hutan di Kalimantan dan Sumatera (hingga 9 September 2015), yakni seluas 190.993 hektar. Perinciannya: 58.603 hektar di lahan tanah Badan Pertanahan Nasional,  29.437 hektar di lahan perkebunan pelepasan, serta 103.953 hektar di lahan pemanfaatan. Serta terkait kabut asap yang melayang jauh sampai ke Malaysia dan Singapura, sebagaimana disinggung di awal, jelas ini memang memalukan dan memilukan. Kabut asap pun mengganggu warga Malaysia dan Singapura. Hingga mereka nyaris tak dapat menjalankan aktivitas lazimnya sehari-hari. Syahdan, ini merugikan dan mencoreng citra Indonesia. Suara atau respon warga Malaysia dan Singapura di media sosial dengan tagar #terima kasih Indonesia, sekiranya menyentil kita. Terus terang, ini pastinya maksudnya adalah ucapan terima kasih bagi Indonesia atas kiriman kabut asapnya. Namun, di sisi lain, sejujurnya kita berharap, peristiwa ini membangkitkan solidaritas Negara-Negara ASEAN guna bersama-sama mau mencari solusinya. Maka memang bila kita serius mencintai Indonesia, mesti jangan menodainya. Sikap tercela merupakan tanda-tanda menodai. Yang sejatinya dibutuhkan ialah energi cinta yang menjadi tindakan nyata demi mempersembahkan yang terbaik. Hanya dengan demikianlah Indonesia bakal maju dan berkembang. (*) *)Penulis adalah Sarjana Administrasi Bisnis; Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 (FISIP Untag) Cirebon; Program Studi Ilmu Administrasi Niaga; Mantan Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi BEM FISIP Untag Cirebon; Penerima penghargaan Untag Cirebon sebagai mahasiswa berbakat menulis.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: