Proses Lelang Paket Sanitasi Bermasalah

Proses Lelang Paket Sanitasi Bermasalah

Dianggap Tak Transparan, Kontraktor Bakal Lapor Kejati SUMBER-Penetapan pemenang lelang 104 paket pembangunan sanitasi bantuan APBD Provinsi Jawa Barat senilai Rp52 miliar bermasalah. Proses lelang yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) diduga tidak transparan dan akuntabel. Salah seorang pemborong, Toto menilai pemenang tender dalam pelelangan paket tersebut merupakan titipan dari instansi terkait. Dan hal ini sangat kental dengan KKN. Maka dari itu, ia pun mengaku akan melaporkan hal ini pada Kejati Bandung. “Kami sudah punya bukti kuat, dokumen kami lengkap,” tegasnya. Dijelaskan, di balik proses sistem penawaraan yang ada, oknum panitia ULP sebenarnya sudah melakukan kongkalikong dengan instansi terkait dan salah satu kontraktor. Paket-paket pengerjaan yang ada sudah ditentukan pemenangnya. Sehingga proses lelang yang berjalan hanyalah formalitas belaka. \"Ini jelas sudah ada kongkalingkong dan titipan. Karena 90 persen pemenang tender sudah dapat diketahui dari awal. Mereka sudah bersengkongkol dengan pelelangan ini,\"jelasnya. Semua proses yang berlangsung pun sudah disetting. Toto bersama rekan-rekan lainnya merasa heran karena banyak hal yang janggal dalam proses lelang itu. Penawaran-penawaran yang dilakukan oleh kontraktor lain selalu dianggap tidak lengkap.  \"Ini alasan klasik, proses evaluasi dan verifikasi pun tidak sesuai aturan. Misalkan peserta lelang dengan nomor 1, 2 dan 3 belum dinyatakan gugur, eh tiba-tiba loncat ke peserta nomor 6 dan dinyatakan menang. Bahkan dari pemenang lelang tersebut kini sebagian SPK (Surat Perintah Kerja) sudah turun,\" ucapnya. Melihat fakta tersebut, Toto pun tidak main-main akan melaporkan hal ini pada Kejaksaan Tinggi Bandung.  \"Pemenang sudah direncanakan dan jelas ini sangat merugikan negara. Sekali lagi, kami tak main-main untuk melapor ini ke Kejati. Apalagi proyek ini nilainya puluhan miliar. Makanya kami akan langsung ke Kejati,\" tuturnya. Senada dengan itu, pemborong lain pun menyatakan bahwa proses lelang yang menelan anggaran Rp52 miliar tersebut sarat akan kepentingan pribadi. Ia menambahkan spekulasi dan intervensi yang dilakukan panitia lelang menimbulkan kerancuan dan kecewaan yang tidak dapat diterima oleh kalangan masyarakat. “Saya dengar, kalau mau menang lelang, pihak rekanan harus memberi fee kepada panitia dulu. Terus terang, saya merasa dirugikan. Apalagi harga penawaran yang saya ajukan melalui LPSE itu merupakan harga standar. Ini sungguh tidak adil. Tidak fair. Mana LPSE yang dulu yang katanya merupakan lembaga independen?\" ujar kontraktor lain yang namanya enggan dikorankan ini. Terpisah, Kepala Bagian Pembangunan Setda Kabupaten Cirebon Ir Adil Prayitno menjelaskan bila proses lelang yang berjalan dianggap janggal, ia pun mempersilakan pihak terkait menempuh jalur hukum. “Kalau memang ada kejanggalan, silakan dibuktikan dan tempuh jalur hukum,” singkatnya. (via)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: