2016, PLN Cabut Subsidi 23 Juta Pelanggan

2016, PLN Cabut Subsidi 23 Juta Pelanggan

JAKARTA- Setelah merombak kebijakan subsisi BBM, pemerintah kini beralih ke subsidi listrik. Rencananya, pemerintah bakal mencabut subsidi 23 juta pelanggan PLN yang dinilai tidak berhak menerima subsidi karena bukan keluarga miskin. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pencabutan subsidi 23 juta pelanggan listrik kelompok rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA tersebut awalnya akan dilakukan mulai 1 Januari 2016. Tapi rapat kabinet terbatas bersama Presiden Jokowi, akhirnya diundur menjadi 1 Juli 2016. \"Supaya PLN punya waktu lebih panjang untuk mendata pelanggan yang miskin dan tidak miskin,\" ujarnya usai rapat kabinet di Kantor Presiden kemarin (4/11). Sudirman menyebut, rencana pencabutan subsidi 23 juta pelanggan tersebut didasari oleh perbedaan data jumlah pelanggan 450 VA dan 900 VA yang masih menerima subsidi, yakni sebanyak 48 juta pelanggan. Sementara berdasar data Tim Nasional Percepatan dan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) jumlah rumah tangga miskin dan rentan miskin saat ini tercatat sebanyak 24,7 juta rumah tangga atau 96,7 juta jiwa. \"Artinya, ada 23 juta pelanggan yang bukan kelompok miskin dan rentan miskin, tapi masih menikmati subsidi,\" jelasnya. Nah, tugas menyisir 23 juta pelanggan dari total 48 juta pelanggan itulah yang harus segera dilakukan PLN. Presiden Jokowi, kata Sudirman, tidak ingin jika PLN hanya mengambil sample atau contoh rumah tangga. Karena itu, petugas PLN pun harus mendatangi satu per satu pelanggan, bagaimana kondisi rumahnya, jumlah anggota keluarga, dan apakah ada pelanggan yang menggunakan listrik untuk berusaha. \"Karena data harus benar-benar akurat,\" katanya. Dalam skema Kementerian ESDM, salah satu indikator yang bisa digunakan petugas PLN untuk menentukan mana pelanggan 450 VA dan 900 VA yang masuk kategori miskin atau tidak miskin, adalah kepemilikan \"Kartu Sakti Jokowi\", seperti Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta Kartu Indonesia Pintar (KIP). Sehingga, jika pelanggan tidak memiliki kartu-kartu tersebut, maka akan diminta naik daya ke 1.300 VA yang sudah tidak disubsidi. \"Untuk naik daya nanti tidak dipungut biaya,\" ucap Sudirman. Sebelumnya saat membuka rapat kabinet, Presiden Jokowi mengatakan jika subsidi, baik BBM maupun listrik, harus benar-benar diberikan kepada yang berhak. Karena itu, dia meminta PLN benar-benar melakukan penyisiran dengan akurat, agar masyarakat yang berhak disubsidi tetap mendapat subsidi, sedangkan yang tidak berhak maka harus dicabut subsidinya. \"Jadi jangan sampai salah sasaran,\" ujarnya. Langkah mencabut subsidi 23 juta pelanggan ini memang sudah masuk dalam perhitungan subsidi listrik APBN 2016, yang sudah dipangkas dari tahun ini Rp 66 triliun menjadi Rp 37,3 triliun. Jokowi pun meminta agar Kementerian ESDM dan PLN terus mencari strategi untuk memperbaiki kebijakan subsidi listrik. \"Supaya subsidi bisa dialihkan ke hal-hal produktif,\" katanya. Dirut PT PLN Sofyan Basir mengakui, untuk menyisir mana pelanggan yang miskin dan tidak miskin bukanlah tugas mudah karena benar-benar harus mendatangi satu per satu pelanggan. Karena itu, jika pencabutan subsidi 23 juta pelanggan itu diberlakukan mulai 1 Januari 2016, PLN akan kesulitan. \"Makanya tepat kalau waktunya diundur mulai Juli,\" ucapnya. Sofyan menambahkan, salah satu pesan yang disampaikan Presiden Jokowi kepada PLN adalah agar petugas di lapangan benar-benar mendata rumah tangga yang juga memiliki usaha mikro. Untuk kelompok ini, maka akan tetap mendapat subsidi listrik. \"Arahan presiden, yang listriknya dipakai untuk usaha produktif masih boleh terima subsidi,\" ujarnya. Sebelum mencabut subsidi 23 juta pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA, PLN sudah menggandeng enam perguruan tinggi (PT) melakukan survei untuk mengetahui apakah benar jika sebagian pelanggan 450 VA dan 900 VA sebenarnya memang bukan kelompok miskin. Dalam survei yang dilakukan di Jawa-Bali tersebut, didapat fakta yang cukup mengejutkan bahwa rata-rata rumah tangga pelanggan 450 VA dan 900 VA, lebih banyak mengeluarkan uang untuk membeli rokok dan pulsa handphone (HP) dibandingkan untuk membayar tagihan listrik. Berikut hasil survei untuk pelanggan 450 VA. Setiap bulan, pelanggan kelompok ini rata-rata mengeluarkan Rp34.316 untuk membayar tagihan listrik, Rp145.627 untuk membeli rokok, Rp30.011 untuk membayar tagihan telepon rumah, dan Rp39.412 untuk pulsa HP. Jika ditambah dengan pengeluaran untuk makan, transportasi, dan lain-lain maka pengeluaran totalnya sebesar Rp1.645.251. Adapun rata-rata pengeluaran pelanggan 900 VA adalah Rp80.760 untuk membayar tagihan listrik, Rp143.193 membeli rokok, Rp142.116 untuk membayar tagihan telepon rumah, dan Rp138.907 untuk membeli pulsa HP, sehingga total pengeluaran sebesar Rp2.750.002. Terkait rencana pemerintah itu, Ekonom UI Riyanto berpandangan, tugas PLN kalau mau mencabut subsidi listrik tak mudah. Efek sosial seperti kecemburuan antar tetangga juga harus dipikirkan supaya tidak menjadi konflik. Sebab, bukan tak mungkin data miskin yang digunakan menyebut antar tetangga berbeda hak. “Kecemburuan rawan muncul, dan bisa berujung konflik. Itu harus dipikirkan,” katanya. Apalagi, data 23,3 juta pelanggan yang digunakan PLN juga tidak tepat. Sepengetahuannya, data orang miskin dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebanyak 15,5 juta keluarga. Versi Riyanto, sisa 7,8 juta penduduk yang masuk dalam hitungan PLN sebenarnya masyarakat yang belum memakai listrik. Jadi, janggal kalau belum pakai listrik tapi subsidinya sudah dicabut. Selain itu, muncul juga inflasi yang akan mempengaruh pertumbuhan ekonomi. “Dampak pengeluaran masyarakay nanti bisa naik sampai 250 persen untuk pelanggan 450 VA dan 150 persen bagi 900 VA,” jelasnya. Meski demikian, tarif listrik subsidi yang belum pernah naik sejak 2003 itu perlu disesuaikan. Alasannya, tarif murah memicu pelanggan untuk boros. “Tapi, kalau reformasi subsidi tidak lewat cara yang baik, efek besarnya akan bermunculan,” jelasnya. Selain itu, dia mengingatkan kalau pemberian subsidi sudah diamanatkan undang-undang. (owi/dim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: