Pengesahan 6 Raperda Menuai Kritik

Pengesahan 6 Raperda Menuai Kritik

Yang Bersentuhan dengan Rakyat Terkesan Diulur   MAJALENGKA - Menjelang tutup tahun anggaran 2015, DPRD Kabupaten Majalengka mengesahkan enam rancangan peraturan daerah (raperda) sekaligus menjadi peraturan daerah (Perda) yang baru. Namun raperda tersebut terkesan dipaksakan, mengingat pengesahannya hanya untuk mengeksekusi retribusi atau pendapatan daerah di tahun 2015. Sedangkan raperda lainnya yang sedang dibahas untuk keperluan yang tidak kalah penting, terkesan diulur penetapannyan seperti raperda tentang Dana Cadangan Pilkada, Raperda tentang Administrasi Kependudukan, dan Raperda tentang Penanggulangan Bencana Alam. Padahal tiga Raperda tersebut diajukan dan dibahas daam waktu yang bersamaan. Keenam Raperda yang disahkan diantarnya Perubahan atas Perda Nomor 12 Tahun 2010 tentang Retribusi Penyediaan dan Penyedotan Kakus. Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan. Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan. Kemudian perubahan atas Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Izin Gangguan dan Retribusi Izin Gangguan. Perubahan Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Izin Angkutan Orang Dalam Trayek dan Retribusi Izin Trayek. Dan perubahan Perda Nomor 10 tahun 2010 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Retribusi Tempat Khusus Parkir. Kritikan terhadap pengesahan raperda yang terkesan dipaksakan ini disampaikan oleh aktivis Himpunan Mahasiswa Indoensia (HMI). Sekretaris Umum HMI cabang Majalengka M Basyir SPdI menyebutkan jika raperda yang sifatnya perubahan terkait payung hukum dasar diserapnya retribusi ini memang cukup urgent untuk segera disahkan, guna menyerap pendapatan ke kas daerah dari sektor-sektor retribusi tersebut. “Kalau raperda yang soal retribusi ini wajar kalau harus segera disahkan, mengingat dalam aturan di atasnya pengaturan besaran retribusi mesti diatur di Perbup. Jadi perubahannya hanya mengganti beberapa pasal saja agar selaras dengan aturan di atasnya, dan Pemkab bisa mengeksekusi penyerapan retribusi-retribusi tersebut sebelum tutup tahun. Tapi kesannya terlalu mendahulukan pengesahan Raperda yang sifatnya untuk kepentingan pemerintah saja,” ujarnya. Pihaknya menyayangkan DPRD terkesan mengabaikan raperda-raperda lain yang sifatnya tidak kalah penting untuk segera disahkan. Apalagi teknisnya bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat. Misalnya di waktu yang hampir yang bersamaan, Pemkab dan DPRD membahas Raperda Administrasi kependudukan, di dalamnya memuat pasal yang menegaskan jika pelayanan administrasi kependudukan gratis alias tidak dipungut biaya. “Mestinya Raperda semacam ini yang didahulukan untuk ditetapkan, karena kaitannya langsung dengan kepentingan masyarakat. Sehingga ketika ada masyarakat yang masih dipungut biaya ketika mengurus administrasi kependudukan, itu menyalahi aturan karena payung hukumnya sudah jelas,” terangnya. Wakil Ketua DPRD Drs H Ali Surahman mengaku jika baru disahkannya Raperda-raperda yang sifatnya mengatur soal retribusi dan pendapatan daerah, lantaran Raperda inilah yang paling mudah untuk dibahas karena hanya mengganti beberapa pasal saja. Dari yang tadinya mengatur pasal soal besaran nilai retribusi, dihapus dan diubah menjadi besarannya diatur melalui peraturan bupati. Sedangkan untuk raperda lain yang sifatnya lebih teknis, pembahasannya belum selesai karena perlu kajian dan uraian yang matang. Terutama Raperda yang sifatnya untuk kepentingan langsung masyarakat, harus dibuat sebaik mungkin agar mengakomodasi kepentingan masyarakat. Sehingga tidak malah berbalik membebani masyarakat. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: