Investor Terganjal RTRW

Investor Terganjal RTRW

Ada Pintu Tol, Indramayu Selatan Mulai Dilirik Sejumlah investor nasional dan asing dikabarkan menjajaki untuk mengembangkan lahan di wilayah sekitar jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali). Investor berniat menjadikan wilayah yang dekat dengan akses tol terpanjang di Indonesia itu sebagai basis produksi untuk pangsa pasar ekspor maupun domestik. TERMASUK di wilayah Kabupaten Indramayu yang juga dilewati Tol Cipali yang diresmikan penggunaannya oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2015 lalu. Empat desa di dua kecamatan di Kabupaten ini memang menjadi daerah yang dilewati oleh Tol Cipali dengan gerbang tol berada di Desa Cikawung, Kecamatan Terisi. “Banyak investor nyari lahan di daerah Cikawung,” ungkap Camat Terisi, Drs H Achmad Mansyur MSi kepada Radar, belum lama ini . Beberapa investor yang tertarik untuk membangun pabrik di Cikawung merupakan perusahaan kelas atas yang bergerak di beberapa sektor industri. Seperti pabrik garmen, ban, manufaktur, pabrik gula dan pergudangan. Selain menggarap pasar domestik, para investor juga berniat menjadikan wilayah itu sebagai basis produksi untuk pasar ekspor. Sejauh ini yang baru terealisasi adalah izin pembangunan Pabrik Gula yang memakan lahan seluas 43 hektare dekat SMPN 4 Terisi. Menurut, Mansyur, minat para investor ini cukup beralasan. Diantaranya akses yang dekat dengan pintu masuk dan keluar Tol Cipali Cikedung. Di samping itu, gerbang Tol Cikedung dalam pengembangannya akan dibuat jalur khusus untuk akses menuju Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka. “Sudah ada sosialisasi dari PU Bina Marga Provinsi Jawa Barat. Bahkan nantinya, Cikawung ini akan menjadi pilot project pengembangan kawasan industri dan penyokong Bandara Kertajati,” terang dia. Namun dari berbagai faktor itu, minat tinggi para investor adalah karena harga lahannya masih sangat murah. Saat ini saja, harga tanah di daerah Cikawung masih Rp200-300 ribu/meter persegi. Bagi para investor itu murah, tapi untuk masyarakat setempat harga segitu tinggi. Dulu sebelum ada Tol Cipali cuma dikisaran Rp60 ribu/meter. Setali tiga uang, Camat Gantar Drs Asep Mahmud menyebutkan harga tanah di tiga desa yang terdampak Tol Cipali yakni Desa Sanca, Bantarwaru dan Mekarwaru naik hingga dua sampai tiga kali lipat. Bila sebelumnya Rp1 juta per bata (14 meter persegi) atau Rp70 ribu/meter persegi sekarang menjadi Rp2-3 juta perbata. “Investor banyak yang cari lahan, tapi perizinan usahanya belum bisa ditempuh karena belum ada aturan tata ruang dari Pemkab Indramayu,” ucap dia. Keberadaan Tol Cipali tidak hanya menjadi berkah bagi penduduk di tiga desa di Kecamatan Gantar, namun juga masyarakat di Kabupaten Indramayu. Sebab dengan banyaknya investor yang membangun pabrik, nantinya bakalan menyerap tenaga kerja. Asep Mahmud menyakini sebanyak 83 ribu jumlah pengangguran di Bumi Wilarodra akan terserap menjadi tenaga kerja di pabrik-pabrik yang akan berdiri. “Tapi persoalannya itu tadi, investor terganjal regulasi tata ruang,\" tandasnya. Investasi senilai puluhan bahkan ratusan triliun rupiah di Kabupaten Indramayu terancam tidak jadi dilaksanakan atau hilang lantaran terganjal regulasi yang mengatur tata guna lahan di daerah tersebut. Pasalnya dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Indramayu tahun 2011-2031 tidak mencantumkan zona industri khususnya di titik pintu keluar akses Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) di Indramayu yang banyak diminati oleh kalangan pengusaha. Justru sebaliknya, kawasan industri dialokasikan di daerah Kecamatan Balongan dan Sukra yang jaraknya sangat jauh dari akses keluar masuk Tol Cipali yang berlokasi di Desa Cikawung, Kecamatan Terisi. Mendapati kondisi tersebut, Pemkab dan DPRD Kabupaten Indramayu berencana melakukan revisi Perda RTRW guna mendongkrak minat investor untuk berinvestasi pasca beroperasinya Tol Cipali. Proses pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Kabupaten Majalengka, pelabuhan serta PLTU II juga jadi pemicu rencana merubah regulasi yang baru bisa dilakukan pada 2017 mendatang tersebut. Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Indramayu, Saefudin mengakui, RTRW saat ini tidak bisa mengimbangi program percepatan pembangunan di daerah. Karena itu dewan langsung membentuk Pansus untuk melakukan rencana amandemen atau revisi aturan tata ruang agar investor tidak hengkang di Bumi Wiralodra. “Memang ada aturan untuk merevisi RTRW minimal lima tahun setelah di ketok palu. Tapi melihat kondisi yang ada akibat dampak beroperasinya Tol Cipali, bisa saja dipercepat,” kata dia. Meski demikian, revisi RTRW ini juga tidak bisa sembarangan karena harus dilakukan kajian yang komprehensif lebih dahulu. Apalagi, revisi tata guna lahan itu meliputi sejumlah wilayah yang peruntukannya diubah, misalnya dari lahan pertanian menjadi kawasan industri. Berkaca dari pengalaman daerah lain, maraknya industri malah berdampak buruk bagi daerah itu sendiri. “Jadi harus betul-betul sesuai dengan kondisi yang ada terutama dalam aspek dampak lingkungan dan keselarasan dengan RTRW Provinsi Jawa Barat maupun pusat,” terang dia. Tokoh petani di wilayah Inbar, Waryono meminta agar revisi RTRW tidak mengubah fungsi lahan pertanian produktif. Sebab bila itu terjadi, program ketahanan pangan di Bumi Wiralodra bakal terganggu. “Sekarang saja sudah mulai berkurang. Bahaya kalau lahan pertanian khususnya sawah berubah fungsi,” tegas dia. Karena itu, Waryono mendukung upaya cepat dari pemerintah mengatasi risiko alih fungsi lahan sehingga petani tidak tergiur menjual lahan untuk industri dan permukiman. Walau diakuinya, hal itu akan sulit dilakukan mengingat kepemilikan sawah produktif itu berada di tangan perorangan atau warga negara yang hak privatnya diakui negara. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: