Sadar Kapan Harus Berubah (2-Habis)

Sadar Kapan Harus Berubah (2-Habis)

Di tulisan ini, saya akan mencoba menjelaskan apa itu halaman Zetizen. Tapi, saya tidak akan menjelaskan terlalu detail dan lengkap, karena ini bagian dari misteri yang akan diungkap secara bertahap. *** Ketika halaman anak muda sudah berusia 16 tahun, itu berarti pembacanya sudah terdiri atas beberapa generasi. Apalagi ketika terbit di koran yang usianya sudah menuju 67 tahun seperti Jawa Pos. Dan percepatan perubahan pada pembaca halaman muda itu berlangsung lebih cepat dari perubahan pada pembaca korannya. Penggemar halaman anak muda DetEksi yang masih SMA pada tahun 2000, sekarang sudah jauh melewati usia 30 tahun. Malah kalau dia punya anak di usia 20 tahun, maka anaknya mungkin juga sudah jadi pembaca DetEksi. Kru original DetEksi sekarang sudah melangkah jauh di Jawa Pos atau grupnya. Banyak manajer perusahaan ini yang dulunya mengawali karir sebagai surveyor atau kru DetEksi. Krunya sendiri dijaga di usia ’’ideal’’ menurut kami, yaitu usia rata-rata 20 tahun. Kebetulan, pentolan tim yang menjalankan DetEksi pada hari-hari terakhirnya banyak yang baru lulus kuliah. Dan mereka dulunya juga adalah pembaca/fans DetEksi, bahkan sejak masih SMP. Sebenarnya, sudah lebih dari enam bulan lalu keputusan DetEksi akan dihentikan dibuat. Malah mungkin hampir setahun. Tinggal bagaimana menyiapkan penggantinya, yang kemudian menjadi Zetizen. Apakah ada survei khusus? Apakah ada riset khusus? Apakah ada persiapan-persiapan khusus? Jujur tidak. Mungkin ada satu atau dua focus group discussion, tapi tidak lebih dari itu. Sama seperti ketika DetEksi dibuat pada zaman dahulu kala, Zetizen juga dilahirkan lebih secara insting. Secara pribadi, saya bukan tipe yang suka mengandalkan hasil riset. Padahal, saya lulusan jurusan marketing yang waktu kuliah banyak melakukan riset dan studi buyer behavior! Lagi pula, produk-produk pengubah dunia tidak diciptakan lewat riset. Kalau dunia dibentuk murni lewat riset, maka Steve Jobs tidak akan menciptakan Apple. Yang terpenting kita tahu kita mau apa. Bukan kita mau apa berdasar riset. Dan level atas marketing itu kan menjual/membuat sesuatu yang orang belum tentu tahu kalau mereka membutuhkannya? Sekali lagi, kalau hanya mengikuti riset, maka dulu kami tidak akan pernah menciptakan liga basket pelajar terbesar bernama DBL. *** Perencanaan untuk Zetizen pun dibuat terbatas. Tim anak muda di DetEksi, saya, beberapa eks kru DetEksi yang kini di manajemen Jawa Pos, serta beberapa orang lain. Selama berbulan-bulan, kami melakukan beberapa meeting. Kalau mentok, meeting dihentikan, kembali lagi minggu depan atau dua minggu kemudian ketika otak sudah berhasil di-reset. Lalu, ketika ide kompleks dibuat, perlu beberapa kali pertemuan lagi untuk membuatnya lebih simpel. Lalu lebih simpel lagi. Lalu lebih simpel lagi. Lalu makin simpel lagi. Voila! Jadilah Zetizen, yang pada awalnya diberi kode nama ’’Project Z’’. Pada intinya, Zetizen mencoba menjawab beberapa pertanyaan krusial. Salah satunya: Bagaimana membuat anak muda tetap membaca news. Bukan membaca koran. Tapi membaca news. Menurut saya, ada banyak persepsi yang kurang pas tentang anak muda, koran, dan news. Bahkan, orang yang dianggap paling pintar pun belum tentu bisa memahaminya. Ada –banyak– yang bilang anak muda tidak lagi baca koran, beralih ke digital. Nah, orang yang bicara seperti ini mungkin cara berpikirnya kurang sophisticated. Menurut saya (kami), yang paling tepat adalah ’’Anak muda tidak lagi membaca atau mengikuti news’’. Mereka ke online tidak membaca news, dan mereka nonton TV tidak menonton news. Sebenarnya ini mirip dengan akhir 1990-an lalu, ketika ide menciptakan halaman koran pertama muncul. Waktu itu belum banyak online, tapi koran-koran dan TV asyik sendiri dengan berita-berita politik yang memuakkan anak muda. Sekarang mungkin tidak sememuakkan dulu, tapi tetap tidak mengasyikkan untuk anak muda. Mau lebih jauh lagi, print dan digital sekarang merupakan dua entity bisnis yang berbeda di satu industri yang sama. Seperti mobil dan motor di dunia otomotif. Ada artikel menarik yang dimuat di USA Today baru-baru ini, berdasar artikel serupa dari Financial Times. Intinya: Digital bukanlah masa depan bisnis news. Banyak media cetak di Amerika yang terlambat menyadari ini, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sadar sama sekali. Ya, jualan print makin sulit. Di sisi lain, jualan digital juga tidak jauh lebih mudah, dan belum tentu menghasilkan sama. Kesimpulannya: Print atau digital sama-sama punya alpha dan omega masing-masing, yang tujuannya sama: Meningkatkan pembaca dan omzet iklan. Tapi tidak saling menggantikan, karena punya tantangan dan cara yang berbeda untuk melakukannya. Bisa saling komplementari, tapi bukan untuk menggantikan. Sama seperti TV dan radio lah. Kuncinya kembali ke bagaimana media itu menyikapi zaman dan menyesuaikan diri kok. Yang bahaya adalah kalau sebuah koran terus sibuk memberitakan Madonna, di saat banyak generasi sekarang mungkin sudah tidak kenal siapa itu Madonna dan kenapa kita harus nonton nenek-nenek jumpalitan di atas panggung… *** Lalu, apakah Zetizen akan melibatkan digital? Terus terang kalau Anda mau cek, ada yang namanya Zetizen.com. Dan maaf, kalau usia Anda di atas 20 tahun, Anda tidak bisa berinteraksi di dalamnya. Dan kalau masih remaja, lalu nanti berulang tahun ke-21, maka hak-hak Anda untuk berinteraksi juga akan didepak. Secara fisik, Zetizen juga tidak hanya terbit di Jawa Pos. Zetizen juga memaksa koran-koran lain di Jawa Pos Group untuk mengganti halaman-halaman anak muda yang mereka miliki. Padahal, banyak juga yang terbilang sukses di wilayah masing-masing. Mulai Senin lalu (7 Maret 2016), puluhan koran di Jawa Pos Group serentak mengaktifkan Zetizen. Mewakili 34 provinsi dari Aceh sampai Papua. Apa lagi? Hmmm… Mungkin sudah waktunya saya berhenti menjelaskan. Kalau terlalu panjang dan rumit, akan muncul semakin banyak pertanyaan yang tidak keruan. Lebih baik berhenti seperti sekarang, karena hanya akan menimbulkan pertanyaan ’’Setelah ini apa?’’. Apa pun yang Anda pikirkan, kami kira-kira sudah satu atau dua langkah di depannya. Ke mana arah yang Anda bayangkan, kami mungkin sudah beberapa kali belok, dan sudah bersiap menghadapi tikungan-tikungan tajam dan zig-zag di depan. Lagi pula, Zetizen bukan untuk generasi saya (X). Bukan untuk generasi setelah saya (Y). Zetizen adalah untuk generasi anak muda terbaru, dikerjakan oleh anak muda generasi terbaru, disetiri oleh anak muda generasi terbaru. Pada 2000, tidak pernah terbayang DetEksi dan halaman anak muda bisa menghiasi begitu banyak koran di seluruh Indonesia, bahkan dunia. Tak sabar rasanya melihat asyiknya Zetizen dalam tahun-tahun ke depan… Dan percayalah, kami (tim kami) sudah menyiapkan banyak program asyik dalam beberapa bulan ke depan. Ikuti terus Zetizen di koran-koran Jawa Pos Group, atau di Zetizen.com. Kecuali kalau Anda sudah tergolong terlalu tua… (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: