Toleransi Beribadah, Beda Madzhab Tak Masalah

Toleransi Beribadah, Beda Madzhab Tak Masalah

Perjalanan Umrah Ramadan dan Lebaran Radar Cirebon Group Bersama Salam Tour (8)   Kota Makkah menjadi tujuan umat muslim. Beragam negara hadir. Lengkap dengan model ibadah sesuai keyakinan dalam madzhabnya. Ada madzab Syafii, Maliki, Hanafi dan Hambali.   Laporan YUSUF SUEBUDIN, Mekah   MESKIPUN berbeda madzhab, substansi ibadah tetap sama. Perbedaan hanya pada cabang. Itu dinamika kehidupan. Sangat wajar dan terjadi dalam hal apapun. Bagi Syafi\'i, bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan bukan muhrimnya, membatalkan wudhu. Sementara tiga madzhab lainnya tidak membatalkan wudhu. Di Indonesia yang mayoritas bermadzab Syafi\'i, harus beradaptasi saat di Makkah. Khususnya Masjidilharam. Sebab, di Masjidilharam percampuran antara laki-laki dan perempuan tidak terhindarkan. Termasuk bersentuhan kulit. Terlebih saat tawaf di Baitullah Kakbah. Ada banyak ulama dengan madzab berbeda. Semua rukun, tenang, damai dan saling melengkapi. Banyak ulama Makkah yang akrab dengan Indonesia. Salah satunya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki. Saya ingin bertemu dengan beliau sejak dulu. Namun, kabar duka datang pada akhir Oktober 2004. Saat itu saya masih di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur. Kiyai saya, KH Abdullah Kafabihi Mahrus, mengabarkan Abuya Muhammad Alawi Al-Maliki wafat. Mendengar informasi itu, hati sedih. Berharap bisa bertemu dengan penerusnya. Alhamdulillah, Allah SWT menakdirkan saya bertemu penerusnya. Bersama Direktur Salam Tour Ustad H Dede Muharam Lc dan Ustad Syakir Madura, dua kali kami berkunjung ke kediaman Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Alawi Al-Maliki. Putra pertama sekaligus penerus Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. Kunjungan pertama belum dapat bertemu. Kecewa mengetahui itu. Ustad Dede Muharam berbaik hati kembali mengajak ke kediaman Sayyid Ahmad pada malam berikutnya. “Semoga malam ini bisa bertemu beliau,\" ujar Ustad Dede Muharam. Kami berangkat dari hotel di sekitar Masjidilharam setelah magrib. Sampai di kediaman Sayyid Ahmad Al-Maliki bertepatan isya. Kami bertiga salat isya di musala pondok pesantren.  Letaknya didepan rumah kediaman pribadi Sayyid Ahmad Al-Maliki. Saat salat isya dimulai, Sayyid Ahmad belum datang. Saya khawatir beliau tak ada di tempat. \"Semoga Sayyid Ahmad hadir,\" ucap saya dalam batin. Alhamdulillah, memasuki salat tarawih, Sayyid Ahmad hadir dan menjadi makmum salat. Salat tarawih di pondok pesantren yang terletak di Jalan Ar-Rasaifah Kota Makkah itu, berbeda dengan yang sering saya jumpai di Indonesia. Dalam satu tarawih, imam salat dipimpin empat orang secara bergantian. Termasuk Sayyid Ahmad. Hal ini menunjukan sikap terbuka dan toleransi seorang ulama internasional, terhadap berbagai perbedaan fiqhiyah dalam Islam. Sikap menghargai perbedaan dalam pandangan empat madzhab, ditunjukan dalam shalat tarawih berjamaah di pesantren yang dipimpin Sayyid Ahmad Al-Maliki. Terbukti, Sayyid Ahmad dengan satu imam dari santri senior, membaca basmalah dalam surat Al-Fatihah dengan jahr (keras). Sedangkan dua imam lainnya membaca dengan sir (pelan). Hal ini menunjukan sikap Sayyid Ahmad dalam membuka ruang tasamuh (toleransi) terhadap pandangan dan pengalaman fiqh yang berbeda. Hal ini terkadang menjadi perdebatan panjang. Antara membaca jahr atau sir. Di Makkah sebagai pusat Islam, perbedaan dalam bermadzab tidak menjadi sekat dalam beribadah bersama. Seperti yang terlihat di Masjidilharam. Karena Tuhan kita satu. Allah SWT. Seusai salat tarawih, Sayyid Ahmad bersama jamaah yang hadir melantunkan salawat dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Mirip seperti marhabanan. Saya ikut kegiatan tersebut. Makanan dan minuman khas Arab Saudi dihadirkan. Santri-santri berkeliling membagikan. Seperti yang diduga, jamaah yang hadir berebut salaman dan berbincang dengan Sayyid Ahmad. Saya, Ustad Dede Muharam dan Ustadz Syakir, menunggu giliran dengan sabar. Harapannya saat bersalaman sudah sepi. Bisa ngobrol lebih panjang. Namun, sesaat sebelum salaman. Tiba-tiba murid Sayyid Ahmad berbincang serius dan pergi menuju rumah kediaman pribadinya. Jamaah yang menunggu, sebagian tidak dapat bersalaman. Terpaksa mereka pulang. Banyak tamu datang ingin bertemu. Tetapi pintu gerbang kediaman Sayyid Ahmad sudah tertutup rapat karena beliau hendak istirahat. Beruntung. Saat saya membalikan badan mau kembali pulang, pintu kembali dibuka. Saya dan Ustad Dede Muharam diberi kesempatan untuk masuk. Setelah berbincang, menjelang pamitan pulang, kami izin mengambil foto bersama dan beliau berkenan dengan ramah. Alhamdulillah, dengan berusaha dan berdoa, semua tidak akan sia-sia. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: