Kreatif dalam Mengemis, Bisa Kuliahkan Dua Anak
Sekitar lima tahun belakangan, Abd (56) tinggal di Kota Cirebon. Dia bekerja dan menetap di sebuah rumah kos di Jl Kanggraksan, Kelurahan/Kecamatan Harjamukti. Namun pekerjaannya bukan sembarang pekerjaan. Abd mengemis untuk menghidupi keluarganya di kampung halaman. Laporan: ANDRI WIGUNA, Cirebon BERPENAMPILAN lusuh dan tampak dekil menjadi keseharian Abd. Kulitnya yang hitam ditambah dengan aksen khas Madura, membuat siapa saja iba bila bertemu dengannya. Namun siapa sangka, dibalik semua tampilan luar itu, kehidupan Abd tak susah-susah amat. Dua dari tiga anaknya yang berada di kampung halaman, saat ini duduk di bangku kuliah. Sementara yang paling kecil masih SMP. “Yang penting anak-anak saya tidak seperti bapaknya. Biar bapaknya susah, asal anak-anak bisa sukses,” ujar Abd, saat berbincang dengan wartawan Radar Cirebon. Pria kelahiran Madura ini mengaku, dalam sehari paling sedikit bisa mengumpulkan Rp50 ribu. Kalau rejekinya sedang bagus, bisa dapat Rp200 ribu. Uang yang didapatnya kemudian dibagi. Untuk mencicil sewa kamar kos, biaya makan selama sebulan, sisanya ditabung untuk dikirimkan ke kampung halaman. Tapi, belakangan penghasilannya agak berkurang. Pasalnya, banyak pengemis yang berkeliaran di jalanan. Banyaknya pengemis artinya saingan juga banyak. Meski ada penurunan pendapatan, tapi Abd masih menggantungkan pendapatannya pada belas kasihan orang. “Dulu hasilnya lumayan, bisa buat sekolahin anak. Bisa buat kirim ke kampung,” imbuhnya. Di bulan Ramadan, Abd tak merasakan ada peningkatan penghasilan. Pendapatannya nyaris stagnan di angka Rp50 ribu per hari. Bahkan, untuk bisa bayar kontrakan dan makan sehari-hari saja dianggapnya sudah cukup. Abd pun tidak berani jauh-jauh untuk mangkal. Hampir setiap hari ia pergi ke wilayah Plered. Lalu ke sejumlah toko batik di Desa Trusmi. Setelah itu, baru keliling di kota. Ada beberapa teknik yang ia gunakan agar bisa mendapat hasil banyak uang. Pertama adalah dengan cara meminta-minta mengharap belas kasihan. Tapi, cara ini sudah kurang ampuh. Kadang, dia berpura-pura kehabisan uang dan tak bisa pulang ke kampong halaman. Ternyata, cara ini cenderung berhasil dan hasil yang didapat juga cukup banyak. Ia pun kemudian menujukan uang lembaran kertas dari kantong bajunya, nampak saat itu terlihat pecahan uang dari seribuan, dua ribuan, lima ribuan dan sepuluh ribuan sudah berhasil ia kantongi. Ia pun tak merasa malu untuk menjadi peminta-minta. Cara ini sengaja ia pilih karena jauh dengan tempat tinggalnya di Sumenep dan tidak akan bertemu dengan tetangga rumahnya. “Keluarga tahu, tapi kalau tetangga tidak tahu. Kadang saya liburan dan mudik, ya mau kerja apalagi kan saya sudah tua dan keluarga harus tetap makan,” ucapnya. Abd tak tahu sampai kapan akan mengemis. Saat ini dirinya berkeyakinan, mencari uang dengan berharap belas kasihan orang lain adalah yang paling mudah dilakukannya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: