Sudah Setengah Tahun Isu Mutasi Tanpa Kepastian
KEJAKSAN – Proses mutasi kali ini cukup panjang dan melelahkan. Sangat lama dan hampir setengah tahun tanpa kepastian waktu. Sebelumnya beberapa kali mengalami kemunduran. Mulai dari Maret sampai Juli. Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BK-Diklat), Anwar Sanusi SPd MSi mengatakan, mutasi sudah dipastikan mengalami kemunduran hingga memasuki Agustus nanti. Pasalnya, walikota masih melakukan penelaahan dan kajian mendalam terhadap hasil assessment yang telah diserahkan. “Masih ditangan walikota. Mutasi mundur, kalau Juli ini sudah hampir tidak mungkin,” ucap Anwar, kepada Radar, Kamis (28/7). Dalam hasil assessment, lanjutnya, ada sekitar 22 item penilaian yang harus dikaji mendalam. Termasuk di dalamnya prestasi, capaian kinerja dan hal positif maupun negatif dari pejabat eselon II (dua). Karena penilaian yang cukup banyak itu, pria berkacamata ini menilai perlu waktu lebih untuk melakukan penelaahan dan kajian mendalam. Meskipun demikian, hal itu merupakan wewenang walikota sebagai pemegang kebijakan tertinggi. Hanya saja, sampai berita ini diturunkan, hasil assessment belum kunjung diserahkan untuk kemudian dikirim ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Proses mendapatkan rekomendasi dari KASN sekitar dua hari. Setelah itu, dikembalikan ke pemerintah daerah. Untuk mutasi, hasil rekomendasi KASN menjadi acuan untuk melakukan rotasi pejabat eselon II. Beberapa informasi menyebutkan mundurnya waktu mutasi karena beberapa hal. Salah satunya posisi MTB yang saat ini menjadi tersangka pengadaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pasalnya, MTB dikenal visioner dan mampu menjalankan kinerja dengan baik. Namun, pada sisi lain saat ini menjadi tersangka. Terkait hal itu, Anwar menerangkan posisi MTB diserahkan kepada kebijakan walikota. Hanya saja, dalam aturannya, jika sampai terjadi penahanan selama 20 hari, tim penilai kinerja dan BK-Diklat atas izin walikota, membebastugaskan yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan aturan Undang-undang 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). “Itu aturannya. Mundurnya waktu mutasi saya rasa tidak terkait itu. Lebih kepada banyaknya item dan nama-nama yang ditelaah. Terlebih walikota sangat sibuk,” terangnya. Sementara itu, kursi panas staf ahli masih menjadi incaran. Terlebih banyaknya kasus hukum yang menjerat kepala SKPD di wilayah III Cirebon, menjadi salah satu pertimbangan. Bukti lain, penyerapan anggaran yang minim karena sangat berhati-hati. Bahkan, hal ini menjadi salah satu dasar instruksi Presiden Joko Widodo terhadap penegak hukum. Pengamat pemerintahan, Agus Dimyati SH MH mengatakan, secara aturan mutasi, semua hak prerogatif walikota. Termasuk dalam melakukan rotasi bagi eselon II. Karena itu, setiap kebijakan mutasi tidak sepenuhnya murni karena kompetensi dan capaian kinerja. “Unsur suka tidak suka masih ada. Itu terjadi hampir di semua daerah,” ucapnya. Karena itu, dia berharap walikota menentukan pejabat rotasi dan mutasi tidak jauh dari capaian kinerja. Menurut pria yang juga dosen hukum tata negara Unswagati itu, mutasi urgent dilakukan. Pasalnya, terlalu banyaknya kursi kosong di tingkat eselon III dan IV. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: