Peternak Sapi di Majalengka dapat Pejaran Baru

Peternak Sapi di Majalengka dapat Pejaran Baru

MAJALENGKA - Puluhan peternak dan pengusaha sapi potong se Kabupaten Majalengka melakukan dialog dengan peternak sapi asal Semarang, Jawa Tengah, di gedung Kokardan, Kamis (28/7). Kegiatan tersebut difasilitasi Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (KUKM Perindag). Dalam pertemuan itu dibahas soal penggemukan sapi, umur ideal sapi perlu dipotong, sampai membahas masalah kenaikan harga daging sapi. Kepala Dinas KUKM Perindag, Drs H Rieswan Graha MMPd memberikan motivasi kepada peternak sapi di kota angin agar banyak belajar dari para peternak di Jawa Tengah khususnya Semarang. “Intermediasi ini dianggap penting, mengingat jumlah peternak sapi maupun pengusaha potong daging sapi di Majalengka mulai meningkat dari tahun ke tahun. Kita juga bekerja sama dengan Disnakhutbun terkait peternakan,” jelas Rieswan. Diharapkan melalui kegiatan itu para peternak sapi di kota angin lebih paham menstabilkan harga daging sapi minimalnya di Majalengka, begitu juga memenuhi stok daging sapi setiap bulan. Motivasi peternak Semarang diharapkan menjadi teori yang mampu diaplikasikan bagi para peternak. Selain Disnakhutbun, Disperindag juga menghadirkan pelaku usaha sekaligus peternak Sapi asal Semarang, Jawa Tengah. Salah seorang peternak, Suratno SH mengatakan datang ke Majalengka berdasarkan undangan dari Dinas KUKM Perindag. Sebagai pelaku usaha di bidang peternakan, dirinya menilai kenaikan harga daging sapi akibat kebijakan pemerintah dalam hal breeding untuk menghasilkan keturunan-keturunan sapi yang disiapkan dari hasil penggemukan. “Itu pengaruhnya kenapa sering terjadi kekurangan sapi potong, karena banyak indukan sapi yang masih produktif malah dipotong. Sehingga produksi sapi menjadi berkurang,” jelasnya. Kalau pemerintah melarang sapi produktif dipotong dan ada sanksi tegas bahkan sampai pidana, maka diyakini swasembada daging sapi pasti bisa. Kenaikan harga juga bukan karena kurangnya stok, melainkan harga sapi jantan dan betina selisihnya cukup jauh. Sedangkan konsumen menghendaki harga yang lebih rendah, karena biaya untuk memotong sapi jantan tidak menutupi biaya produksi. “Makanya banyak peternak dan pengusaha potong sapi beralih ke sapi betina. Padahal kualitas daging lebih bagus sapi jantan. Namun untuk menutupi kebutuhan, memaksa peternak memilih dan menjual serta memotong sapi betina yang masih produktif,” paparnya. Disamping itu, masyarakat juga banyak yang menyukai daging sapi lokal dibanding daging sapi impor yang beku. Kemudian rasa daging sapi impor menurut sejumlah penjual bakso kurang bagus, apalagi produsen Abon jelas tidak mungkin menggunakan daging sapi impor. “Di Semarang sendiri tidak sempat masuk daging sapi impor apalagi sampai puluhan ekor sapi hidup. Untuk supermarket besar memang sempat masuk, tetapi sejumlah pasar tradisional di Semarang tidak menginginkan itu karena tidak laku,” imbuhnya. Pihaknya berpesan kepada pelaku usaha pemotongan hingga peternak, agar sapi penggembukan di Majalengka boleh dipotong ketika beratnya sudah mencapai 400 kilogram atau umurnya sudah lebih dari 2 tahun. Hal itu karena postur sudah terbentuk tinggal pembentukkan dagingnya, sehingga prosesnya 120 hari atau empat bulan sapi siap potong. “Momen Idul Fitri dan Idul Adha disarankan pemeliharaan lebih panjang antara 7 sampai 8 bulan ke atas. Peternak disarankan juga untuk memberikan pakan (konsentrat) yang berprotein cukup tinggi. Sehingga dagingnya bisa terkejar. Makanya Jawa Tengah itu merupakan daerah dengan harga daging sapi paling murah dibanding Jawa Timur dan Jawa Barat serta sejumlah wilayah lain,” pungkasnya. (ono)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: