Hujan Deras, Penyebab 10 Napi Batal Dieksekuti Mati?

Hujan Deras, Penyebab 10 Napi Batal Dieksekuti Mati?

JAKARTA - Eksekusi mati tahap ketiga berjalan begitu misterius. Setelah pada Rabu lalu (27/7), Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan ada 14 terpidana mati yang akan dieksekusi pada tahap ketiga, namun kenyataannya pada Kamis lalu (28/7), ternyata hanya ada empat terpidana mati yang merasakan timah panas. Penyebab perubahan jumlah terpidana mati yang dieksekusi masih teka-teki. Empat terpidana mati yang akhirnya dieksekusi hanya Freddy Budiman, Seck Osmane, Michael Titus dan Humprey Ejike. Sehari sebelum eksekusi, 14 mobil ambulan telah berada di pulau penjara Nusakambangan. Bahkan, 14 terpidana telah masuk di sel isolasi lima hari sebelumnya. Detik-detik akhir, mengapa semua itu berubah? Sejak eksekusi tahap pertama dan kedua, Prasetyo berulang kali menyebut bahwa terpidana mati yang masuk daftar eksekusi memiliki beberapa persyaratan. Di antaranya, kasus terpidana mati telah berkekuatan hukum tetap dan terpidana mati yang mengulangi perbuatannya. Mantan Jampidum itu juga beberapa kali menegaskan bahwa grasi tidak mempengaruhi eksekusi mati. Namun, kemarin (29/7) saat menjelaskan penyebab tertundanya eksekusi sepuluh terpidana mati, Prasetyo menyebut bahwa penundaan sepuluh terpidana mati lainnya itu dikarenakan aspek yuridis atau hukum dan non yuridis. ”Telah ada pengkajian yang komprehensif dan detik yang akhirnya memutuskannya,” paparnya. Saat ditanya aspek yuridis dan non yuridis semacam apa, dia menolak untuk menjelaskannya dengan detil. ”Tidak boleh spesifik begitu ya,” ujarnya ditemui di komplek kantor Kejagung. Prasetyo mengaku bahwa tidak ingin ada aspek hukum yang dilanggarnya. Karena itu, penangguhan eksekui mati sepuluh terpidana tersebut akan menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya. ”Saya sebagai Jaksa Agung menerima keputusan dari lapangan dan siap mempertanggungjawabkannya,” jelasnya. Perubahan sikap tersebut membuat Komisi Kejaksaan (Komjak) juga bertanya-tanya. Sekretaris Komjak Barita Simanjuntak menyebutkan bahwa pihaknya akhirnya harus meminta penjelasan pada Kejagung atas kebijakannya yang berubah drastis tersebut. ”Saya sudah meminta penjelasan kepada mereka,” paparnya. Hasilnya, Kejagung beralasan bahwa ada sejumlah terpidana mati yang beberapa jam sebelumnya ternyata masih ingin melanjutkan proses hukum. Seperti peninjauan kembali dan grasi. ”Permintaan itu ditimbang-timbang dulu,” jelasnya. Anehnya, dua dari empat terpidana mati yang telah dieksekusi ternyata berupaya mengajukan grasi. Yakni, Freddy Budiman dan Humprey Ejike. Kuasa Hukum Freddy Untung Suryono menuturkan, pihaknya telah mengajukan grasi. ”Tapi, entah mengapa kok masih juga dieksekusi,” ungkapnya. Sementara kondisi lapangan saat eksekusi mati Kamis tengah malam itu juga diyakini menjadi salah satu sebab eksekusi sepuluh terpidana mati tertunda. Saat itu dipastikan cuaca buruk berupa hujan lebat terjadi. Bahkan, tenda yang dipersiapkan untuk eksekusi mati roboh. Kuasa Hukum Zulfikar Ali Saud Rajaguguk menuturkan, tenda tersebut roboh dan membuat keluarga terpidana mati harus diungsikan. Saat itu, sama sekali tidak diketahui bagaimana proses eksekusi mati tersebut. ”Akhirnya, ternyata hanya ada empat yang dieksekusi,” jelasnya. Prasetyo menambahkan, eksekusi mati pada sepuluh terpidana itu hanya ditangguhkan. Hanya soal waktunya yang belum bisa dipastikan. ”Kita akan lihat waktu yang tepat, kami tidak akan berhenti melaksanakan putusan pengadilan berupa eksekusi mati,” terangnya. Dia juga membantah bila tekanan dari sejumlah pihak bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mempengaruhi eksekusi mati. ”Mereka harus menghormati kedaulatan hukum di Indonesia,” paparnya.  (idr/byu/jun)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: