Pengadilan Tipikor Perlu Diperbaiki

Pengadilan Tipikor Perlu Diperbaiki

Jimly: Banyak Hakim Ad Hoc Motivasinya Mencari Kerja \"\"JAKARTA- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai mayoritas hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi adalah pencari kerja (job seeker). Karena itu, motivasi utama menjadi hakim adalah mendapatkan penghasilan, bukan orang yang dedikasinya menegakkan hukum. \"Saya berkali-kali menjadi panitia seleksi, termasuk Komnas HAM. Dalam semua jabatan publik yang dikompetisikan terbuka, mayoritas jadi ajang mencari pekerjaan. Terpaksa kita ketat sekali melakukan seleksi. Imbasnya, makin ketat kami seleksi, orang-orang terpandang, orang-orang berkualitas, jadi segan untuk mendaftar,\" kata Jimly di sela-sela open house di Jakarta Selatan, kemarin (21/8). Pakar hukum tata negara UI ini menilai rekrutmen pejabat publik nonpolitik saat ini terlalu liberal karena penentuan kriteria calon yang berhak ikut seleksi diserahkan pada panitia. Untuk itu, perlu ada pengaturan dalam bentuk undang-undang yang mengatur mekanisme rekrutmen pejabat public nonpolitik. \"Bukan hanya rekrutmen hakim, tapi seluruh mekanisme rekrutmen pejabat publik yang non politik. Itu harus dievaluasi kembali dan menurut saya jangan terlalu liberal seperti sekarang. Idealnya memang yang liberal itu menghasilkan yang terbaik, tapi pada kenyataannya kan tidak,\" katanya. Jimly mengaku bersyukur ada dua hakim ad hoc pengadilan tipikor yang ditangkap KPK. Fakta tersebut membuka mata bahwa mekanisme perekrutan hakim dan pejabat publik nopolitik lain bermasalah. \"Bukan hanya hakim ad hoc yang bermasalah. Semua lembaga kayak begitu sekarang, sok fit and proper test, tapi ujung-ujungnya dia juga yang menentukan, (fit and proper test) itu sekadar formalitas saja,\" terang ketua Dewan Kehormatan KPU ini. Selain memperbaiki rekrutmen hakim, Jimly menyarankan DPR, pemerintah, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial memperbaiki pengadilan tipikor. Dia menilai pengadilan tipikor tidak perlu difinalkan pembentukannya di seluruh kabupaten seperti dalam UU Pengadilan Tipikor, melainkan cukup lima saja meliputi kota-kota besar di setiap pulau. \"Pengadilan Tipikor aturannya memang harus ada di seluruh Indonesia. Namun, keberadaannya sebaiknya dikembalikan per wilayah saja dulu. Tidak berarti melanggar undang-undang, hanya pelaksanaannya saja yang bertahap,\" tuturnya. Sistem kawasan ini menurutnya mempermudah pengawasan hakim di Pengadilan Tipikor, termasuk memantau kinerja dan kondite hakim-hakim ad hoc tipikor. Selain itu, keberadaan pengadilan tipikor di 497 kabupaten/kota sangat rawan karena membutuhkan setidaknya dua ribu hakim ad hoc. Dengan asumsi per orang bergaji Rp10 juta, pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran gaji Rp34 miliar per bulan untuk gaji hakim ad hoc saja. Jimly juga meminta pemerintah sebaiknya tidak sembarangan memberikan remisi kepada narapidana (napi). Pemerintah harus memperketat regulasi dan implementasi remisi. ”Intinya, jangan sembarangan kasih remisi,” ujar Jimly. Jimly menyatakan, meski sistem hukum di Indonesia terkait remisi memiliki banyak pertimbangan, korting hukuman tetap tidak boleh diberikan asal-asalan. Remisi yang bisa diberikan pada HUT RI, Idulfitri, Natal, dan sebagainya sudah sepatutnya diperketat dengan membuat kebijakan-kebijakan tertentu. Misalnya, menurut Jimly, kebijakan yang tidak akan memberikan remisi kepada pembunuh, teroris, produsen narkoba, atau napi kasus korupsi. ”Dan yang terpenting harus secara konsisten dijalankan,” imbuh pakar hukum tata negara Universitas Indonesia tersebut. Jimly menyatakan, aspirasi rakyat yang marah saat pemerintah memberikan remisi kepada koruptor tetap perlu didengarkan. ”Itu tetap baik untuk didengarkan. Walaupun jenis kejahatan harus diperlakukan sama. Tapi, untuk sementara, sebelum sistem pemberantasan korupsi dibenahi, diikuti dulu saja,” tandasnya. Dia menuturkan, semua kejahatan memang seharusnya dipandang sama. Membunuh orang beramai-ramai atau memerkosa orang terus membunuh sebenarnya sama dengan kejahatan terorisme. ”Tapi, berhubung masyarakat sedang marah, ya menurut saya ikuti dulu saja untuk tidak beri remisi kepada mereka-mereka ini,” tuturnya lagi. (ken/dyn/c9/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: