Janggal dengan Proses Pembangunan BIJB, Pemuda Cirebon Turun Aksi

Janggal dengan Proses Pembangunan BIJB, Pemuda Cirebon Turun Aksi

CIREBON - Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Pemuda Cirebon menggelar aksi solidartias untuk warga Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka. Aksi itu dilakukan di bawah jembatan layang Pegambiran Kota Cirebon, Minggu (27/11). Korlap aksi, Arif Setiawan mengatakan, kasus ini pertama kali mencuat tahun 2004. Ketika itu 11 kepala desa di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, menyetujui secara sepihak, 14 Oktober 2004. Mereka menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa seluruh warga mendukung rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Tanah yang dibebaskan seluas sekitar 5.000 Ha dengan jumlah 1.305 kepala keluarga (KK). Padahal, hingga saat ini, hanya terdapat 300 KK yang mendukung pembangunan BIJB. Sementara 1.005 KK atau mayoritas warga di 11 desa itu menolak adanya pembangunan Bandara internasional tersebut. “Dari situ, Masyarakat menduga ada permainan antara Pemerintah Kabupaten Majalengka dengan 11 Kepala Desa terkait. Kejanggalan dari persyaratan pembangunan BIJB ini tidak hanya berhenti pada persetujuan 11 Kades,” kata Arif. Kejanggalan lain, kata Arif, terkait pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang menyatakan bahwa lahan di Desa Sukamulya adalah tandus yang tidak produktif. Hanya bisa panen sekali dalam satu tahun; dengan produksi gabah kering giling sebanyak 6 kwintal/Ha. Padahal data dari Dinas Pertanian dan BPS Kabupaten Majalengka tahun 2005, hasil produksi gabah giling di Desa Sukamulya mencapai 52,35 kwintal/Ha. Dari persyaratan tersebut kemudian terbitlah Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan No: KM 34 Tahun 2005 Tentang Penetapan Lokasi Bandar Udara di Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat. Peraturan Menteri Perhubungan tersebut ditetapkan di Jakarta 17 Mei 2005 dan ditandatangani Menteri Perhubungan, M Hatta Rajasa. \"Permen inilah yang sejatinya mendasari pembuatan BIJB secara hukum,” jelas Arif. Aksi solidaritas itu, lanjut Arif, dilakukan untuk mengecam segala bentuk penindasan dan kekerasan baik yang di alami petani, buruh, nelayan maupun kaum miskin kota. Khususnya aksi solidaritas ini untuk petani atau warga Sukamulya yang sedang berjuang melawan penguasa, elite dan kapital yang dipagari aparat. \"Untuk itu kami mengutuk dan adili tindakan represif aparat kepada warga/petani Sukamulya dan di daerah lain,\" tegasnya. Karena menurut Arif, apa pun alasannya, aparatur negara seharusnya menjadi pelindung rakyat. Seperti yang digembor-gemborkan dalam acara televisi maupun di spanduk yang beredar; polisi harus mengayomi, melayani dan melindungi. \"Namun cukup wajar ketika semboyan tersebut tidak menyertakan kata rakyat lalu aparatur hanya melindungi pemodal dan penguasa yang dilegitimasi hukum negara” jelas Arif. Selain, itu para pendemo juga mendesak pemerintah aparatur negara bersikap netral terhadap konflik-konflik agraria. Kemudian, hentikan perampasan atau alih fungsi lahan produktif pertanian untuk kepentingan pembangunan korporasi. (fauzi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: