Yayat Terima Disposisi dari Atasan

Yayat Terima  Disposisi  dari Atasan

CIREBON – Ada pengakuan mengejutkan yang disampaikan saksi kasus mafia CPNS RSUD Gunung Jati, Yayat Sudrajat. Saat diperiksa penyidik Polsek Utara Barat, Yayat mengaku mengetahui kasus mafia CPNS yang melibatkan HS, setelah menerima disposisi dari atasannya untuk menyelesaikan kasus itu. Yayat yang menjabat Wakil Direktur Bagian Keuangan RSUD Gunung Jati membeberkan, dalam surat disposisi itu, dirinya ditugaskan untuk mendampingi atasan HS, yakni dr Lucy menyelesaikan kasus antara terlapor HS dengan para korban yaitu Harjono dan Sri Supartini. Surat disposisi tersebut muncul, kata Yayat, setelah adanya pengaduan Harjono kepada Direktur RSUD Gunung Jati drg H Heru Purwanto MARS dan BKD Kota Cirebon. Kapolsek Utara Barat Kompol Hasanudin usai pemeriksaan kepada Radar mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan, Yayat memang mengakui mengetahui kasus mafia CPNS di RSUD Gunung Jati. “Yayat tahu soal kasus HS ini setelah dapat disposisi dari pimpinan RSUD Gunung Jati untuk menyelesaikan kasus ini, tepatnya sekitar April 2012 lalu,” ujar Hasanudin. Menurut Hasanudin, Yayat memang tidak langsung menyelesaikan kasus ini, hanya sebatas mendampingi pimpinan HS, yaitu dr Lucy. Penyelesaian itu berupa pembuatan berita acara dan surat pernyataan agar HS segera menyelesaikan kasus ini. “Penyelesaian itu di luar jalur hukum, dengan membuat berita acara dan surat pernyataan. Ya, tidak melibatkan pihak luar hanya intern RS,” ujar Hasanudin. Pada kesempatan itu, Hasanudin menuturkan bahwa Kamis pagi (30/8) sebelum pemeriksaan saksi, dirinya menerima sebuah surat tanpa ada nama pengirimnya. Isi surat tersebut memberikan informasi bahwa selain Harjono dan Sri Supartini, terdapat tiga lagi korban mafia CPNS yang mengaku jadi korban HS. Ketiganya merupakan pegawai RSUD Gunung Jati juga, yakni masing-masing berinisial S, SP, DA. Setelah adanya informasi ini, pihaknya juga akan memanggil ketiga nama tersebut untuk diperiksa minggu depan. “Tadi pagi saya menerima surat nggak ada identitasnya. Surat itu menyebutkan tiga  nama korban HS selain Harjono dan Sri Supartini, inisialnya S, SP, DA. Kita akan memeriksa ketiganya, mungkin minggu depan,” bebernya. Tidak menutup kemungkinan, pihaknya akan meminta keterangan kepada BKD menyusul adanya surat pengaduan korban ke BKD, tapi itu belum ditentukan. “Ada kemungkinan kita minta keterangan BKD, tapi belum diagendakan,” ucap Hasanudin.     **Dewan Desak BK Diklat Sanksi HS   Sementara, belum adanya langkah konkret dari Badan Kepegawaian  Pendidikan dan Latihan (BK Diklat) Kota Cirebon untuk memproses terduga mafia CPNS, HS, membuat Komisi A meradang. Komisi yang bermitra dengan BK Diklat ini mendesak agar badan kepegawaian itu segera membentuk tim untuk memproses pengaduan yang sempat masuk ke BK Diklat. “Terkait kasus mafia CPNS di RSUD Gunung Jati, harusnya BK Diklat sudah membentuk tim. Apalagi ini sudah masuk proses hukum di kepolisian,” tegas anggota Komisi A DPRD Kota Cirebon, Cecep Suhardiman SH MH kepada Radar, kemarin. Kalau sudah ditemukan bukti-bukti berupa kuitansi, lanjutnya, maka BK Diklat harus melakukan tindakan, termasuk kemungkinan sanksi kepada HS. Pasalnya, hal ini berkaitan langsung dengan kode etik PNS. “Posisi BK Diklat bisa memproses meskipun laporan sudah dicabut. Apalagi ini ada buktinya. Tidak ada alasan untuk tidak memprosesnya,” ucapnya. Ketua Fraksi Partai Demokrat ini juga mendesak kepada pihak direktur RSUD Gunung Jati untuk menjatuhkan sanksi. Apalagi sebagai BLUD, kewenangan untuk mengatur internal adalah direksi khususnya direktur. “SPI (Satuan Pengawas Internal, red) itukan ada, mestinya juga perlu dimintai keterangan atas kejadian saat itu,” ucapnya sembari meminta direksi ikut bertanggung jawab dengan memberikan sanksi tegas ke oknum terkait. Terpisah, Sekretaris Pemuda Demokrat, Hartoyo meminta agar kejahatan kerah putih di internal rumah sakit, tidak mentok di HS saja, kepolisian harus punya nyali untuk membongkar jaringannya. Hartoyo mensinyalir adanya petinggi Kota Cirebon yang turut terlibat. Untuk itu, dia mendesak Kapolres Ciko untuk mengambil alih kasus ini, dengan tujuan agar prosesnya bisa lebih cepat. “Apalagi memori publik tentu masih ingat kalau seleksi CPNS yang dulu penuh kejanggalan dan tidak transparan,” pungkasnya. (den/abd)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: