PDIP Larang Anggota Kunker LN
JAKARTA - Ketua Fraksi PDIP DPR Puan Maharani mendukung usul moratorium alias penghentian sementara kunjungan kerja (kunker) dewan ke luar negeri (LN). Bahkan, Puan sudah mengeluarkan instruksi kepada anggota fraksinya untuk mendukung moratorium itu. \"Saya meminta semua teman di Fraksi PDIP tidak bepergian dalam studi banding yang dianggap tidak perlu,\" kata dia di gedung DPR kemarin (11/9). Menurut Puan, kritik dari masyarakat harus diterima sebagai introspeksi, retrospeksi, dan evaluasi diri bagi semua anggota dewan. \"Moratorium ini akan berlaku sampai proses introspeksi dan evaluasi sudah dilakukan. Supaya lebih bermanfaat,\" tegasnya. Moratorium itu, lanjut Puan, dikecualikan untuk kunjungan muhibah atau kunjungan balasan dari parlemen Indonesia ke parlemen negara lain. Begitu juga agenda pertemuan parlemen regional dan internasional yang ditangani Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP). \"Kalau yang berhubungan dengan antarparlemen, kami mengizinkan. Kalau itu, tidak mungkin PDIP tidak ikut mewakili,\" terang ketua DPP PDIP Bidang Politik dan Hubungan Antarlembaga tersebut. Puan menambahkan, semangat efisiensi kunker ke luar negeri itu seharusnya juga tumbuh di internal pemerintahan. Apalagi, anggaran kunker eksekutif setiap tahun sebenarnya jauh lebih berlipat ganda daripada DPR. \"Kami akan menugasi teman-teman poksi PDIP di komisi I sampai XI untuk melakukan pengawasan terhadap mitra komisinya,\" tegas Puan. \"Semangat efisiensi mari dilakukan bersama, jangan hanya DPR. Pemerintah juga efisiensi kalau memang sayang kepada rakyat,\" tutur dia. Di bagian lain, kemarin sidang paripurna DPR mengesahkan Rencana Peraturan DPR tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU dan Rencana Peraturan DPR tentang Tata Cara Penarikan RUU. Dalam Peraturan DPR tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU turut diatur persoalan kunker ke LN. Pasal 14 menyebutkan, dalam menyusun RUU, komisi, gabungan komisi, dan badan legislasi (baleg) dapat meminta masukan dari masyarakat. Untuk mendapatkan masukan itu, pasal 15 ayat 1 menyebut bahwa komisi, gabungan komisi, dan baleg dapat melakukan empat langkah. Yakni penyebarluasan RUU melalui media cetak dan atau elektronik, rapat dengar pendapat umum, kunker ke daerah, serta kunker ke LN. Selanjutnya, dalam pasal 16 dikatakan, kunker ke LN dilakukan dengan persetujuan pimpinan DPR. Untuk mendapatkan persetujuan, komisi, gabungan komisi, dan baleg mengajukan surat usul kunjungan ke LN setelah terlebih dahulu disepakati dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, atau rapat baleg. Usul kunker itu memuat alasan urgensi, kemanfaatan, dan keterkaitan negara tujuan dengan materi RUU. Persetujuan diberikan dengan mempertimbangan alasan yang dimuat dalam usul kunker. Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri menyoroti tidak adanya opsi atau pilihan lain di luar kunker ke LN ketika DPR memerlukan masukan dari luar negeri. \"Ini harus ditanyakan,\" kata Ronald. Selain itu, lanjut dia, persoalan kunker tersebut seharusnya bisa dibuat lebih teknis dalam tahapan pembuatan UU. \"Kalau dibutuhkan kunker ke daerah atau luar negeri, apa pilihan metodenya dan kapan dilakukan?\" ujarnya. Ronald mengusulkan kunker ke LN dilakukan saat penyusunan naskah akademis dan draf RUU. Hal itu harus ditegaskan supaya tidak mengulangi adanya kunker ke LN di akhir proses pembahasan RUU. Bagaimana kalau RUU itu inisiatif pemerintah sehingga naskah akademis dan draf RUU disiapkan pemerintah\" \"Berarti DPR tidak perlu kunker (ke LN, Red) lagi. Kalau perlu DPR tinggal minta ke pemerintah hasil studinya yang ada di naskah akademis,\" tandas Ronald,\" terangnya. (pri/c9/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: