SMK Nasional Bisa Kena 3 Pasal
Pengamat Hukum Sebut Ada Perdagangan Manusia INDRAMAYU - Praktisi hukum ikut bicara terkait kasus program Praktek Kerja Industri (Prakerin) SMK Nasional di Malaysia. Dekan Fakultas Hukum Universitas Wiralodra Indramayu, Dr Ujang Suratno SH MSi, menyatakan, program tersebut diduga mengandung unsur pidana. Menurut Ujang, kasus Prakerin ini mengundang sejumlah kejanggalan. Pemberitaan yang dilakukan koran ini terus mengalir dan banyak pendapat respon para dinas-dinas terkait, termasuk DPRD. Terlebih lagi ada laporan dari orang tua korban yang merasa dirugikan, seperti pemotongan uang gaji siswa di Malaysia selama mengikuti Prakerin. \"Jadi sebetulnya, ini siswa magang atau TKI?,\" tanya Ujang. Selain itu, kata Ujang, melihat dari kacamata hukum SMK Nasional ini sudah masuk ranah tindak pidana. Pasalnya fakta di lapangan, lagi-lagi program jurusan dengan pelaksaannya jelas bertolak belakang, jika berkaca dari kematian salah satu siswanya di negeri jiran. \"Masa siswa jurusan otomotif dipekerjakan di pabrik triplek, ini sudah menyalahi aturan, berkas-berkas dari pelaksanaan program tersebut bahkan sampai sekarang belum juga diserahkan kepada dinas terkait?,” tanya Ujang heran. Ujang juga heran, jika memang tidak termasuk dalam ranah Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi (Dinsosnakertras) Kabupaten Indramayu, kenapa Disdik bisa meloloskan program tersebut tanpa menyerahkan berkas? Apa ini ada indikasi pembohongan publik terkait administrasi yang dibuat? “Jika benar, berarti ini masuk dalam pelanggaran hukum pidana,” jelas Ujang kepada Radar, Selasa (11/9) Selain itu, kata Ujang perlu juga diusut indikasi terkait adanya penyertaan alumni (bukan siswa) yang ikut prakarin tanpa ada izin Kementrian Sosial Tenaga Kerja RI. Menurutnya, itu sama saja dengan pempekerjakan siswanya seperti TKI, ini sudah jelas masuk dalam traficking, terlebih lagi adanya penyertaan agen untuk penyambungan komunikasi layaknya TKI. Prakerin itu hanya menjalin komunikasi pihak industri dan sekolah. \"Jika memang benar adanya ini sudah masuk ke ranah hukum lagi, yakni trafficking dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara,\" jelasnya. Dia juga menambahkan, lemahnya pengawasan yang dilakukan pihak sekolah, maka sekolah sudah masuk dalam tiga pelanggaran hukum dengan indikasi yakni, pembohongan publik tanpa menyerahkan berkas Prakerin, trafficking, dan yang ketiga lemahnya pengawasan atau kecerobohan. “Ketidaksengajaan itu telah masuk dalam KUHP Pidana dimana dengan hukuman hingga 15 tahun penjara,” ungkapnya. Hukum ini juga perlu diulas lebih dalam, apakah murni akan kebijakan sekolah atau keputusan akan perseorangan. Ujang juga mengimbau, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan tidak mudah memberikan izin Prakerin. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: