Komite Belum Maksimal, Pungutan Sekolah Rentan Masalah

Komite Belum Maksimal, Pungutan Sekolah Rentan Masalah

JAKARTA- Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy melegalkan pungutan di sekolah menuai respons beragam. Umumnya menerima karena pungutan tidak dilarang oleh undang-undang. Namun pungutan uang sekolah itu dikhawatirkan picu masalah. Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Lisyarti mengatakan rencana melegalkan pungutan di sekolah merupakan langkah mundur. “Ada baiknya pemerintah fokus menjalankan amanah konstitusi untuk menjalankan wajib belajar 9 tahun, yang sudah ditingkatkan jadi 12 tahun,” katanya kemarin. Retno mengatakan melegalkan pungutan pada intinya menyerahkan sebagian kewajiban pemerintah kepada komite dan orang tua siswa. Sementara itu posisi komite sekolah saat ini belum maksimal. Masih banyak komite sekolah yang keberadaannya menjadi panjang tangan kepala sekolah. Alih-alih menjembatani sekolah dan orang tua, komite malah bisa menekan orang tua. Dia menjelaskan pungutan kepada orang tua itu berpotensi membuat beban masyarakat semakin besar. Retno mengatakan sistem pendidikan gratis di SD dan SMP seharusnya tetap digulirkan. Apalagi kucuran dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional daerah (bosda) cukup besar. Tim ahli Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Jejen Musfah mengatakan pungutan di sekolah sah-sah saja diterapkan. ”Sepanjang pungutan itu bukan keputusan sepihak dari sekolah,” katanya. Tetapi selama ini yang terjadi, orang tua hanya tahu jumlah pungutan atau SPP. Tidak diajak berdiskusi secara terbuka. Jejen mengatakan sumbangan dari orang tua yang ditetapkan bersama manfaatnya sangat besar. Sebab bisa menjadi pendorong penciptaan dunia pendidikan semakin bermutu. Namun pungutan tetap harus mempertimbangkan kondisi ekonomi orang tua siswa. Jejen menjelaskan saat ini praktik sekolah sebagai lahan bisnis masih terjadi. “Tapi harus dibaca sebagai kasus, bukan kondisi umumnya,” jelasnya. Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu mengatakan rencana Kemendikbud melegalkan pungutan, juga bisa membuat jajaran sekolah lega. Sebab aparat penegak hukum tidak lagi serampangan menilai sumbangan orangtua sebagai pungutan liar. Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah menjelaskan skema pembiayaan sekolah selama ini sudah dibayar oleh dana BOS. “Jadi jika nanti ada pungutan, harus dijelaskan dulu untuk pos pembiayaan apa. Harusnya di luar yang sudah ditanggung dana BOS,” urai politisi Partai Golkar itu. Ferdi menegaskan pungutan sekolah itu harus sukarela dan tak asal dipungut. Dia mencontohkan ada pungutan kepada orang tua untuk membeli AC. Tujuannya supaya proses belajar menjadi nyaman. Dia mengatakan harus ada pengukuran, setelah pemasangan AC itu apakah ada dampak dalam proses pembelajaran. Contoh lainnya pungutan untuk membeli perangkat IT penunjang belajar. Sekolah harus bisa mempertanggungjawabkan bahwa perangkat IT itu benar-benar dapat meningkatkan proses belajar siswa. Bagi Ferdi inti dalam pungutan itu adalah manfaatnya harus dirasakan oleh siswa. Dia mengingatkan bahwa sekolah harus fair dalam membelanjakan uang pungutan dari orang tua itu. Misalnya ada pungutan untuk membiayai kegiatan antar-jemput siswa ke sekolah, tetapi dalam praktiknya supir sering bolos. “Jika ada kasus seperti ini harus ada panduan sanksinya. Seperti uang pungutan harus dikembalikan ke orang tua,” katanya. Pada intinya Ferdi menjelaskan pungutan untuk sekolah tidak melanggar undang-undang. Namun penggunaannya harus transparan. Kemudian nominal pengutan tidak boleh bersifat memaksa. Sementara itu, dari Kemendikbud belum ada perkembangan teknis terkait rencana melegalkan pungutan di sekolah. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan pendanaan sekolah oleh masyarakat dijamin dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. “Di jenjang SMA dan SMK, Kemendikbud tidak pernah mengeluarkan kebijakan sekolah gratis,” jelas Hamid. Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan mengatur soal pungutan justru bedampak baik. Sebab masyarakat bisa membedakan mana pungutan resmi dan yang liar. Muhadjir mengakui bahwa pungutan sekolah itu tidak boleh memaksa. Dia beralasan jika sekolah mengandalkan dana BOS saja, sekolah tidak akan maju.(JPG)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: