Iran Langsung Balas Kebijakan Trump, Warga AS Dilarang Masuk

Iran Langsung Balas Kebijakan Trump, Warga AS Dilarang Masuk

KEBIJAKAN imigrasi yang diteken Presiden AS Donald Trump memantik perlawanan dari dalam dan luar negeri. Pemerintah Iran langsung mengeluarkan kebijakan balasan. Negeri yang baru saja terlepas dari sanksi ekonomi tersebut menyetop visa kunjungan penduduk AS. “Tidak seperti AS, kebijakan kami tidak berlaku surut. Semua (warga AS, red) yang memiliki visa resmi akan disambut dengan tangan terbuka,” ujar Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif kemarin (29/1). Iran adalah satu di antara tujuh negara yang penduduknya dicekal masuk AS lewat kebijakan yang dikenal dengan sebutan Muslim Ban itu. Enam negara lain adalah Iraq, Syria, Sudan, Somalia, Libya, dan Yaman. Pemerintah Iran pantas berang. Sebab, penduduknya tidak pernah bermasalah di AS. Ada lebih dari 1 juta penduduk Iran yang tinggal di Negeri Paman Sam. Kebanyakan kalangan intelektual. Larangan keluar masuk AS yang diberlakukan oleh Trump bakal membuat sulit mahasiswa, pebisnis, dan keluarga mereka yang kerap bepergian antardua negara. Perusahaan-perusahaan travel sudah menghentikan penjualan tiket ke AS. Zarif menegaskan, langkah yang diambil Trump kontradiktif dengan tujuan mencegah terorisme. Sebab, kebijakan tersebut justru merupakan pembakar semangat para ekstremis. Kini mereka memiliki banyak alasan untuk menyerang AS dan merekrut orang sebanyak-banyaknya. “Larangan terhadap muslim akan dicatat dalam sejarah sebagai hadiah terbesar bagi para ekstremis dan pendukungnya,” tegas Zarif. Perlawanan juga terjadi di dalam negeri. University of Michigan misalnya. Mereka menolak untuk mengungkapkan status keimigrasian para mahasiswanya. Padahal, universitas-universitas lain memilih untuk memanggil satu per satu mahasiswa dari tujuh negara tersebut. “University of Michigan menyambut dan mendukung mahasiswa tanpa memandang status keimigrasian mereka,” ujar pernyataan pihak universitas. “Kami tidak akan menyediakan informasi status keimigrasian kepada siapa pun, kecuali dibutuhkan oleh hukum,” tambahnya. Kebijakan imigrasi Trump juga sudah digugat dan kalah di pengadilan. Yang menggugat adalah American Civil Liberties Union (ACLU). Gugatan ACLU memang tidak berlaku secara nasional untuk seluruh orang yang terdampak kebijakan Muslim Ban. Mereka mengajukan gugatan untuk dua warga Iraq yang masuk AS. Salah satunya adalah Hameed Khalid Darweesh yang bekerja sebagai penerjemah pasukan AS di Iraq. Mereka tertahan di Bandara Internasional John F. Kennedy (JFK), New York, dan terancam dideportasi. Keduanya dibebaskan Sabtu (28/1). Hakim Federal New York Ann Donnelly mengabulkan gugatan tersebut. Bukan hanya untuk dua warga Iraq itu, melainkan untuk seluruh orang dari tujuh negara dalam daftar hitam Trump yang terdampar di Bandara JFK. Menurut Donnelly, ada bahaya yang menunggu jika orang-orang yang ditahan di bandara tersebut langsung dideportasi ke negara masing-masing. Kebijakan Donnelly tersebut berimbas kepada 100–200 orang yang sempat ditahan di bandara. “Kemenangan… Pengadilan hari ini bekerja sebagaimana mestinya, yaitu sebagai benteng terhadap penyalahgunaan pemerintah serta kebijakan dan perintah yang tidak sesuai dengan konstitusi,” tulis pihak ACLU di akun Twitter-nya. Kemenangan gugatan di New York tersebut membuat negara-negara bagian lain melakukan hal serupa. Gugatan juga diajukan di Virginia, Massachusetts, dan Washington. Pengadilan di Virginia bahkan telah mengeluarkan putusan yang melarang petugas imigrasi mendeportasi orang-orang yang memegang visa, green card (izin tinggal permanen), maupun surat resmi lain yang memperbolehkan mereka masuk AS. Putusan tersebut berlaku selama tujuh hari ke depan. Kebijakan diskriminatif Donald Trump juga membuat kejahatan atas nama kebencian terhadap muslim meningkat di AS. Sabtu pagi waktu setempat masjid di Victoria, Negara Bagian Texas, dibakar. Masjid yang dibangun pada 2000 tersebut hancur. Imam masjid mengecek CCTV online yang terdapat di masjid tersebut pada dini hari. Ternyata ada pintu yang tidak terkunci, tapi alarm tidak aktif. Karena khawatir, dia akhirnya datang ke masjid. Ketika dia tiba, api sudah menjalar dan pemadam telah datang. Itu bukan kali pertama masjid tersebut diserang. Pada 2013 ada orang yang menorehkan tulisan-tulisan bernada kebencian. Lalu, pada 21 Januari lalu ada yang masuk untuk mencuri laptop dan beberapa peralatan lain. Pada 7 Januari lalu masjid yang tengah dibangun di Lake Travis, Austin, Texas, juga dibakar. (AFP/Reuters/CNN/BBC/Time/sha/c11/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: