Rekaman Rapat Century Masuk KPK
DPR Kecewa Sikap Istana JAKARTA - Pemerintah tampaknya lebih mempercayai KPK daripada DPR dalam upaya mengungkap kasus Bank Century. Buktinya, kemarin sekitar pukul 10.45, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mendatangi markas KPK. Tujuannya, menyerahkan bukti rekaman rapat yang dihadiri Presiden SBY dan Antasari Azhar (semasa menjabat ketua KPK) di Istana Negara pada 9 Oktober 2008. Mengenakan kemeja putih berbalut jas hitam, Dipo memasuki gedung KPK didampingi ajudannya. Setelah menemui pimpinan KPK, dia menyatakan, dirinya datang di KPK untuk menyampaikan bukti rekaman rapat kasus Century dua tahun lalu itu. Dia menyebutkan, langkah itu merupakan bukti bahwa pemerintah tidak menutupi apa pun tentang Century. Apalagi, presiden sudah memberikan penjelasan secara resmi. Saat disinggung alasan menyerahkan bukti tersebut ke KPK, bukan DPR, dia menegaskan bahwa parlemen bukanlah lembaga penegak hukum maupun pengadilan. \"Ketua DPR memang meminta (rekaman) ke presiden. Tapi, saya pikir, DPR bukan penegak hukum,\" ujarnya. Sebelumnya, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Timwas Century DPR dan Antasari, DPR sempat meminta pemerintah menyerahkan rekaman pertemuan tersebut. Tujuannya, mencocokkan apakah pernyataan Antasari yang menyebut bailout Century tidak dibahas dalam pertemuan itu benar atau tidak. Dipo enggan menjelaskan lebih lanjut materi rekaman tersebut. Dia meminta para wartawan menanyakan langsung kepada pimpinan KPK. Sebab, rekaman itu telah disampaikan kepada Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. \"Silakan diminta ke KPK dan digunakan kalau itu bisa memuaskan DPR,\" ujarnya saat ditanya bagaimana kalau DPR meminta. Di tempat terpisah, Jubir KPK Johan Budi menyatakan belum tahu pasti bentuk rekaman tersebut, apakah berupa video, catatan, atau suara. Yang pasti, kata dia, pihaknya bakal menindaklanjuti informasi tersebut. Apakah akan memberikan rekaman ke DPR? Dia menyatakan belum tahu pasti. \"Bahan itu diperlukan KPK untuk penyelidikan kasus Century,\" jelasnya. Dia juga belum tahu pasti apakah dengan penyerahan rekaman tersebut Antasari akan diperiksa di gedung KPK. Sebab, pihaknya harus melakukan telaah lebih dulu terhadap informasi yang baru didapat dari Dipo Alam. Anggota tim pengawas kasus Bank Century Bambang Soesatyo menuturkan, alasan Dipo itu merefleksikan sikap tidak kooperatif seorang pejabat tinggi negara terhadap DPR. Dia mengaku tidak mengerti alasan sejumlah pembantu presiden cenderung konfrontatif terhadap DPR. \"Mereka memang harus melayani presiden. Tapi, perilaku mereka tidak boleh merusak tatanan,\" tegasnya kemarin. Menurut Bambang, semua orang juga tahu bahwa DPR bukan lembaga penegak hukum. Namun, dalam konteks fungsi dan tugas pengawasan, satuan-satuan kerja DPR berhak mencari dan mengumpulkan bukti-bukti. \"Dalam kasus Century misalnya, DPR bahkan bisa memerintah BPK melakukan audit forensik dan meminta BPK menyerahkan hasil audit forensik itu tepat pada waktunya,\" ungkapnya. Dia menilai, Dipo punya persepsi lain tentang fungsi dan tugas DPR. Dia menduga Dipo juga tidak mengikuti rangkaian proses kerja pansus DPR untuk skandal Bank Century. \"Masyarakat tahu pansus DPR harus mengumpulkan banyak bukti, termasuk pergi ke sejumlah daerah untuk mencari dan mengumpulkan bukti,\" ujar politikus Golkar itu. Akbar Faisal, anggota timwas Century dari Fraksi Partai Hanura, juga mempertanyakan sikap pemerintah, terutama Dipo Alam. \"Saya sedih juga orang yang dekat dengan presiden tidak paham konstitusi. Yang minta DPR, kok cuma diserahkan ke KPK. Silakan diberikan ke KPK, tapi DPR juga diberi,\" katanya. Dia menuding sikap Dipo tersebut sudah menunjukkan arogansi politik. Padahal, lanjut Akbar, sebagai pejabat negara, Dipo seharusnya tidak melecehkan DPR sebagai representasi rakyat. \"Terlepas dari banyaknya anggota DPR yang bermasalah atau merasa jengkel kepada sejumlah anggota DPR, Dipo tidak bisa melihat ini secara personal, harus lembaga,\" tegasnya. (dim/bay/pri/c5/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: