PSIT Pernah Jadi Kebanggan Warga Cirebon, Ini Kuncinya

PSIT Pernah Jadi Kebanggan Warga Cirebon, Ini Kuncinya

CIREBON - Pengamat sepak bola asal Cirebon, Kurniadi Pramono menyebutkan, era 80-an merupakan dimulainya masa emas prestasi sepak bola Cirebon. Persatuan Sepak bola Indonesia Tjirebon (PSIT) menjadi saat itu menjadi kebanggan warga Cirebon. Tepatnya pada saat peresmian Stadion Bima pada tahun 1976, digelar turnamen eksebisi segi empat yang mendatangkan Feyenoord Rootterdam dan Timnas Swedia. Kedua tim itu bertanding dengan PSSI dan Pertamina Selection. Dia ingat betul antusiasme warga terhadap sepak bola begitu besar. Apalagi saat itu kedatangan tim dari luar negeri. Dan pertama kali, pertandiangan sepak bola digelar malam hari. \"Saat itu memang Cirebon menjadi entry point. Apalagi saat pertama kali kedatangan tim dari luar negeri, warga berduyun-duyun menonton ke stadion. Bukan hanya dari Cirebon, ada juga dari daerah lain. Mereka ingin menonton sendiri secara langsung,\" ucap pria yang merasakan sendiri atmosfer penonton, ketika dirinya masih SD. Meskipun tim dari Cirebon serta pemainnya tidak ada yang terlibat dalam turnamen eksebisi itu, penonton tetap saja puas. Karena setelah adanya pertandingan tersebut memberi dampak positif terhadap gairah sepak bola di Cirebon, terutama PSIT. Selepas tahun 1976, dua tahun setelahnya, PSIT mampu berbuat banyak dalam level daerah dan juga nasional. Sebab, di tahun 1978, PSIT berhasil menekuk Persib dalam perebutan tiket menuju level turnamen Klub-klub Perserikatan Tingkat Nasional yang digelar PSSI. Menurut Kurniadi, tidak ada catatan resmi terkait berdirinya PSIT. Namun yang pasti, PSIT ini lahir hampir sama dengan tahun berdirinya Persib, yaitu saat era kolonial Belanda. Prestasi PSIT mulai dibicarakan pada tahun 1978. Klub yang dibesut (Alm) Khaelani, menjadi wakil Jawa Barat dalam turnamen klub-klub perserikatan tingkat nasional. PSIT yang bermarkas di Lapangan Gunungsari itu menjadi idaman bagi para pemain sepak bola junior untuk bermain bola. Dijelaskan Kurniadi, tak dipungkiri, sebagai olahraga prestasi, sepak bola juga membutuhkan dana. Pada zaman itu, pola pembinaan menerapkan semacam \"bapak angkat\". Di mana, beberapa bidang olahraga dipegang oleh instansi pemerintahan. Sebagai contoh, dulu sepak bola itu dipegang PDAM. Maka dari itu, banyak juga pemain-pemain bola yang bekerja di PDAM. Atau olahraga voli, bapak angkatnya dulu di Polres. Nah, tahun 1980, Kota Cirebon meraih emas Porda Jabar. Setelah itu, prestasi PSIT tak terdengar lagi meski pembinaan pemain melalui diklat-diklat sempat memunculkan sejumlah nama berkualitas. Di sisi lain, beberapa pemain asal Cirebon muncul di pentas nasional Liga Sepak bola Utama (Galatama). Salah satunya Sanija yang membela Mercubuana Medan hingga Bali Yudha. Ada juga Nasuka yang membela Pupuk Kaltim dan lainnya. Kurniadi menyebut, salah satu kunci sukses saat itu lantaran ada dukungan dari pemerintah melalui walikota saat itu, (Alm) H Aboeng Koesman dan ditangani pelatih dingin (Alm) Khaelani. \"Ya boleh dikatakan, founding father-nya saat itu Pak Khaelani,\" ucapnya. (jamal suteja)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: