Revisi RTRW, Kawasan Industri Bertambah sampai 10 Ribu Hektare

Revisi RTRW, Kawasan Industri Bertambah sampai 10 Ribu Hektare

CIREBON - Lahan pertanian di Kabupaten Cirebon akan semakin tergerus. Pasalnya, pemerintah daerah telah menetapkan kawasan industri dalam revisi perda rencana tata ruang wilayah (RTRW) hingga 10 ribu hektare dari 2 ribu hektare (ha) sebelumnya. Bupati Cirebon Dr H Sunjaya Purwadisastra MM MSi mengatakan, beberapa item yang direvisi dalam perda RTRW ini adalah, kawasan industri yang sebelumnya 2 ribu ha, berubah menjadi 10 ribu ha. Kemudian untuk kawasan pertambangan yang semula 500 ha berubah menjadi 1009  ha. “Meski mengalami peningkatan berlipat-lipat untuk kawasan industri tidak akan mengancam area pertanian. Alasannya, karena kami sudah memutuskan lahan abadi pertanian seluas 40 ribu ha,” kata Sunjaya usai memimpin rapat persiapan pleno revisi raperda RTRW di ruang Nyimas Gandasari, Setda, Selasa (16/5). Sunjaya menganggap, meningkatnya lahan untuk kawasan industri dan pertambagan di Kabupaten Cirebon sudah ideal. Sebab, yang melakukan kajian itu adalah orang-orang Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia menyampaikan, besok (hari ini, red) sekda Kabupaten Cirebon bersama kepala dinas akan ekpos dihadapan sekda provinsi dan kepala dinas provinsi terkait revisi perda RTRW. Sedangkan di hari berikutnya, Kamis (18/5) baru bupati akan ekspos dihadapan ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi Jawa Barat Deddy Mizwar. “Setelah itu, revisi raperda RTRW baru diplenokan di tingkat provinsi dan dilanjutkan ke Kemendagri selama satu minggu, setelah itu dirapatkan kembali melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), tahap selanjutnya adalah revisi perda itu serahkan kembali ke pemerintah daerah untuk di tetapkan sebagai perda melalui rapat paripurna di DPRD,” terangnya. Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Cirebon Drs Mohammad Abraham MSi yang hadir dalam rapat persiapan pleno revisi perda RTRW sedikit interupsi. Sebab, pembahasan revisi perda RTRW secara visioner harus bisa mengakomodir 10 tahun yang akan datang, meskipun setiap lima tahunan ada revisi. “Artinya, jangan sampai baru satu, dua sampai tiga tahun perda RTRW kembali di revisi. berarti pembahasannya tidak komprensif, baik secara studi kelayakan, analisis, dan matrik. Hal yang seperti ini harusnya di koordinasikan dengan SKPD terkait. Jangan koordinasinya dengan para pelaku usaha, Jadi yang ada kepentingan terselubung,” jelasnya. Selain itu, tambah Abraham, yang namanya RTRW itu harus berpihak kepada masyarakat atau multy player effect yang positif bukan negatif. (sam)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: