Stop Grasi Terpidana Narkoba

Stop Grasi Terpidana Narkoba

JAKARTA - Kaukus Masyarakat Peduli Anak dari Kejahatan Narkoba meminta DPR menggunakan hak interpelasi terhadap Presiden SBY. Kaukus berharap agar presiden memberikan penjelasan kepada publik tentang dasar pertimbangan pemberian grasi kepada bandar narkoba. \"Kami mengharapkan adanya langkah konstitusional yang dimiliki DPR untuk bisa menanyakan kepada presiden terkait pemberian grasi itu,\" kata Juru Bicara Kaukus Asrorun Niam Sholeh saat diterima Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di gedung DPR kemarin (19/10). Asrorun mencontohkan dua grasi yang diberikan presiden kepada terpidana kejahatan narkoba. Mereka adalah Deni Setia Maharwan melalui Keppres No 7G/2012 bertanggal 25 Januari 2012 dan Merika Pranola dengan Keppres No 35/G/2011 bertanggal 26 September 2011. Melalui grasi itu, vonis hukuman mati para terpidana yang merupakan produsen dan pengedar narkoba tersebut diturunkan menjadi hukuman seumur hidup. \"Pemberian grasi pasti menjadi faktor yang melemahkan gerakan melawan narkoba dan mengurangi efek jera terpidana dan pelaku kejahatan narkoba,\" tegas Asrorun. Asrorun meminta, ke depan presiden tidak lagi memberikan grasi kepada produsen dan pengedar narkoba. \"Kami mengusulkan moratorium grasi untuk produsen narkoba,\" kata Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu. Kaukus juga mempersoalkan putusan peninjauan kembali (PK) dari MA No 39/PK/Pid.Sus/2011. Dalam putusannya, MA menganulir hukuman mati terhadap terpidana narkoba Henky Kurniawan. Yang semakin menjadi ganjalan, dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim PK menyatakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat (1) UUD 1945. Pasal itu menyebutkan, setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya. Menurut Asrorun, pertimbangan seperti itu bukan kompetensi hakim PK, melainkan kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, MK sendiri berdasar putusan MK No 2-3/PUU-V/2007 bertanggal 30 Oktober 2007 menyatakan bahwa hukuman mati masih eksis, berlaku, dan konstitusional. \"Pertimbangan hukum majelis hakim PK justru melanggar dan tidak sesuai dengan putusan MK. Yang berarti pula melanggar UUD 1945,\" tegasnya. Asrorun mengingatkan, kejahatan narkoba merupakan ancaman nyata bagi masa depan anak-anak Indonesia. \"Karena itu, hukuman mati tidak bertentangan dengan HAM,\" kata dia. Melalui pimpinan DPR, mereka juga menyampaikan surat terbuka kepada Presiden SBY. \"Surat ini kami sampaikan melalui DPR,\" ujar Asrorun. Turut bergabung dalam kaukus, antara lain, Perhimpunan Advokasi Anak Indonesia, LPBH PB NU, MUI, IPNU, Lembaga Studi Agama dan Sosial (eLSAS), dan Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat). Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyampaikan apresiasi atas masukan dari kaukus. Dia berjanji, surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden SBY itu akan diproses secara resmi di DPR. Terkait permintaan kaukus supaya DPR menggunakan hak interpelasi, Priyo menyampaikan bahwa hak itu melekat pada anggota dewan. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada anggota dewan untuk menentukan sikap. Pilihannya, meminta penjelasan dari Menkum HAM dan wakilnya melalui alat kelengkapan DPR terkait atau menggunakan hak konstitusi berupa hak bertanya atau interpelasi. \"Hal itu terpulang kepada kehendak anggota DPR,\" kata politikus Partai Golkar itu. (pri/c4/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: