Bawaslu Adukan KPU ke DKPP

Bawaslu Adukan KPU ke DKPP

Dinilai Salahi Kode Etik saat Verifikasi Administrasi \"\"JAKARTA- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bersiap-siap berhadapan dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebab, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) resmi melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan administrasi saat memverifikasi berkas-berkas parpol. Sesuai dengan penilaian Bawaslu, keputusan penundaan pemberitahuan hasil penelitian administrasi hasil perbaikan calon peserta Pemilu 2014 beberapa waktu lalu, yang menjadi pemicunya. Bawaslu telah berkirim surat dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ke DKPP  tertanggal 31 Oktober 2012. Laporan pelanggaran kode etik tersebut disampaikan oleh anggota Bawaslu Daniel Zuchron. \"Dalam kasus ini, kami merekomendasikan kepada DKPP untuk memeriksa, memverifikasi, dan memutus dugaan pelanggaran tersebut,\" ujar Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Endang Wihdatiningtyas kemarin (1/11). Sebelumnya, KPU telah memperpanjang proses pengambilan keputusan partai politik yang lolos verifikasi administrasi. Meski telah menyelenggarakan rapat pleno pada 25 Oktober, rapat KPU yang berlangsung hingga malam pada saat itu gagal mengambil keputusan hasil verifikasi. Rapat justru memutuskan pengumuman diundur hingga 28 Oktober 2012. Pada surat yang disampaikan ke DKPP, Bawaslu menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan kajian hukum atas hal tersebut. Intinya, telah disimpulkan bahwa ketua dan anggota KPU atas nama Husni Kamil Manik, Sigit Pamungkas, Ida Budhiati, Arif Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Navis Gumay, dan Juri Ardiantoro patut diduga melanggar kode etik dan administrasi. Dugaan pelanggaran yang dimaksud terkait pasal 7 Peraturan 13 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, pasal 2 jo pasal 26 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2011. Selain itu, pasal 11 huruf a dan c Peraturan KPU No. 13 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu serta pasal 16 huruf a, huruf b, dan huruf c Peraturan KPU No. 13 Tahun 2012. Bunyinya, antara lain, KPU dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pemilu di tingkat daerah harus melaksanakan semua tahapan dengan tepat waktu. Pada proses kajian, Bawaslu sudah dua kali mengundang KPU untuk memberikan keterangan. Namun, sampai dengan dua kali pemanggilan tersebut, tidak ada satu pun komisioner KPU yang memenuhi undangan. \"Kami sudah memberi kesempatan,\" ujar Endang. Pada sejumlah kesempatan, sejumlah komisioner KPU menyatakan bahwa penundaan pemberitahuan tersebut mempunyai dasar hukum yang kuat dan alasan yang tepat. Yakni, untuk memenuhi aspek kehati-hatian dan kecermatan dalam memeriksa dokumen calon peserta pemilu. Atas hal tersebut, Endang menilai kalau faktanya, alasan yang disampaikan oleh KPU justru membuat kebingungan di masyarakat. Selain itu, menurut bukti yang ditemukan Bawaslu, dasar hukum yang digunakan,  yaitu Peraturan KPU No. 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Peraturan KPU No. 07 Tahun 2012, tersebut belum diundangkan dan belum berlaku. \"Praktis belum mempunyai kekuatan hukum mengikat,\" tandasnya. Sementara itu, Koalisi Mandiri untuk Pemilu Demokratis (KMPD) menilai KPU belum maksimal menunjukkan kinerjanya dalam melakukan verifikasi administrasi. KPU juga dinilai kerap salah menafsirkan undang-undang. Dari 20 catatan buruk terhadap kinerja KPU, empat di antaranya terkait dengan pembuatan dan pelaksanaan peraturan. \"Pertama, produktivitas KPU dalam membentuk peraturan sangat rendah. Enam bulan bekerja baru mampu membentuk tiga peraturan teknis penyelenggaraan pemilu,\" kata anggota KMPD Said Salahudin dalam pengumuman rilis monitoring kinerja penyelenggara pemilu di kantor FORMAPPI, kemarin (1/11). Menurut Said, tiga produk hukum yang dibuat KPU sangat minimalis. Dalam membuat aturan, KPU tidak melihat kemungkinan adanya persoalan yang muncul ketika peraturan itu dilaksanakan. Kedua, peraturan KPU berkualitas rendah dan sering berubah-ubah. PKPU 07/2012 tentang jadwal tahapan dua kali berubah. PKPU 08/2012 tentang pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol peserta pemilu juga berubah dua kali. \"Ini menunjukan bahwa isi peraturan yang dibuat kualitasnya rendah,\" kata Said yang juga koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma). Catatan buruk ketiga, peraturan KPU menghambat partisipasi masyarakat. Keempat, ada peraturan KPU yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Misalnya, PKPU 8/2012 yang mengatur sistem seleksi secara bertingkat yang dilaporkan ke DKPP oleh koalisi. \"Dalam UU tidak mengenal ada tingkatan dalam seleksi. KPU membuat tingkatan seleksi parpol dan itu semakin memberatkan parpol. Mengapa KPU membuat aturan yang lebih berat dari undang-undang,\" ujar Said. Said menyesalkan sikap Bawaslu yang tidak aktif memberikan sanksi atas tindakan KPU yang dinilai menyimpang. Menurut dia, Bawaslu baru bertindak setelah penyimpangan KPU ramai diberitakan. \"Bawaslu juga tidak menegur apa yang dilakukan KPU. Baru setelah ribut, Bawaslu kemudian menegur,\" pungkasnya. (dyn/c1/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: