Simpatisan Korban Mengamuk

Simpatisan Korban Mengamuk

Setelah Densus 88 Tembak Mati Terduga Teroris POSO - Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menggerebek rumah warga di RT 20 B, Jalan Pulau Sabang, Lorong Merpati, Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, kemarin. Satu orang dinyatakan tewas dan satu lainnya ditangkap hidup saat penggerebekan yang berlangsung singkat bakda subuh, sekitar pukul 05.20, tersebut. Korban tewas adalah Ahmad Halid dan yang berhasil ditangkap adalah M Yasin. Lokasi penggerebekan adalah kompleks padat penduduk, tak jauh dari pusat keramaian, yakni pertokoan dan Pasar Sentral Poso. TKP penggerebekan berjarak hanya sekitar 300 meter dari Pasar Sentral Poso dan atau hanya sekitar 350 meter dari Mapolres Poso. \"Tentu penyidik punya bukti permulaan yang cukup untuk memeriksa yang bersangkutan,\" kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Jakarta kemarin. Korban tewas, Ahmad Halid, adalah PNS yang bertugas sebagai polisi kehutanan (polhut) Dinas Kehutanan Pemkab Poso. \"Yang bersangkutan diduga terlibat dalam kelompok yang melakukan latihan di Gunung Biru dan hutan Tamanjeka,\" ujarnya. Mengapa harus ditembak? Menurut Boy, polisi yang menyergap mendapatkan perlawanan. \"Anggota di lapangan dilempari bom pipa,\" ucapnya. Dua orang itu memang menjadi TO (target operasi) Densus 88 Polri. \"Mereka mata rantai untuk sampai ke pimpinannya, Santoso,\" ungkap Boy. Namun, kepada wartawan, sejumlah masyarakat di tempat kejadian perkara menolak jika dikatakan telah terjadi kontak senjata. \"Buat berita yang benar. Tidak ada kontak senjata di sini. Yang ada adalah penggerebekan dan penembakan,\" tutur salah seorang warga. Kata mereka, Halid ditembak saat hendak melarikan diri ketika digerebek di rumahnya. \"Coba lihat sendiri. Di sana rumahnya, di sini lokasi dia dilumpuhkan,\" sebut warga lagi sembari menunjuk lokasi Halid ditembak. Sementara itu, di Palu, Kapolda Sulteng Brigjen Pol Dewa Parsana membenarkan bahwa jenazah Halid batal dibawa ke Jakarta karena permintaan keluarga. Juga, berkat jaminan Ketua DPRD Poso Jani Mamauaya MM, Wakil Ketua DPRD Soeharto Kandar, dan sejumlah anggota DPRD lain serta tokoh masyarakat dan agama. Jenazah almarhum yang sudah tiba di Rumah Sakit Bhayangkara Palu akhirnya dikembalikan ke rumah duka di Poso untuk segera dimakamkan. Sementara itu, dari lokasi penggerebekan, polisi berhasil mengamankan sejumlah bahan rangkaian pembuat bom sebagai barang bukti. Dalam perkembangan yang sama, beberapa jam pasca penggerebekan, sekelompok masyarakat yang diduga simpatisan korban bereaksi. Mereka melempari polisi dengan batu hingga membakar ban bekas di Jalan Pulau Sabang, Jalan Pulau Irian Jaya, dan depan Pasar Sentral Poso. Polisi sempat mengejar kelompok massa yang melakukan aksi tersebut. Beberapa kali terdengar suara letusan senjata api yang belum diketahui dari siapa, polisi atau kelompok sipil. Buntut dari aksi perlawanan warga simpatisan yang berlangsung hingga sore itu, 13 orang ditangkap. Mereka ditahan di Mapolres Poso. \"Tiga belas warga yang diamankan ini adalah pendukung dari yang digerebek pada pagi hari,\" jelas Kapolda Dewa Parsana. Polisi juga mengklaim mengamankan sebuah bom yang digunakan warga simpatisan untuk melempari polisi. Kapolda mengaku mengalami kendala pada operasi penegakan hukum di Kayamanya itu. Sebab, selain TKP berada di permukiman warga dan dekat pusat keramaian kota, M. Yasin yang ditangkap hidup merupakan tokoh di kelompoknya. Densus Dikritik, Tembak Orang Habis Salat Subuh Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum, Musthofa Nahrawardaya mendapatkan informasi langsung dari Poso bahwa Kholid yang ditembak tidak melawan. ”Dia baru pulang dari salat subuh berjamaah di masjid. Tiba-tiba ditembak mati oleh Densus,” kata Mustofa. Hal ini sudah dikonfirmasikan ke keluarga Kholid. ”Tadi sempat ada kericuhan karena keluarga tersinggung. Akhirnya Densus mengembalikan jenazah ke keluarga,” katanya. Langkah-langkah semacam itu menurut Mustofa hanya akan menambah kebencian terhadap Densus 88. ”Akibatnya, terorisme tidak akan selesai. Sebaliknya, muncul benih-benih permusuhan baru pada polisi yang terkesan menzalimi umat Islam,” ucapnya. Mustofa yang juga salah satu pengurus PP Muhammadiyah itu juga menyebutkan, berbagai kasus salah tangkap yang dilakukan Densus 88 semakin memperumit situasi. ”Yang di Jakarta, ada tiga orang tak bersalah ikut diciduk. Bagaimana kita bisa menyebut Densus profesional,” katanya. Tiga orang yang dimaksud Mustofa adalah Davit Ashari, Herman Setyono, dan Sunarto Sofyan. Ketiganya ikut dibekuk pekan lalu karena diduga ikut dalam jaringan teroris Hasmi (harakah suni untuk masyarakat Indonesia). Keluarga mereka memprotes keras Densus 88 dan menganggap mereka hanya dijebak oleh seorang bernama Basir (JP 31/10). Rupanya, hal itu benar. Ketiganya sekarang sudah dibebaskan Densus 88 dan dinyatakan bebas murni. ”Mereka masih di rumah saya, masih sedikit trauma,” ujar pengacara TPM (Tim Pengacara Muslim) Achmad Michdan kemarin. Selama pemeriksaan, ketiganya mengaku diperlakukan secara wajar. ”Yang jelas, ini merupakan stigmatisasi yang sangat buruk karena ketiganya aktivis masjid,” katanya. Mereka juga ditangkap saat sedang menjadi panitia Idul Adha. “Akan muncul citra bahwa orang yang aktif di masjid dekat dengan terorisme. Padahal, jelas-jelas mereka tak bersalah,” pungkasnya. (bud/jpnn/rdl/c10/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: