Gugatan Ditolak Mahkamah Konstitusi, SMA/SMK Tetap Dikelola Provinsi  

Gugatan Ditolak Mahkamah Konstitusi, SMA/SMK Tetap Dikelola Provinsi   

JAKARTA- Upaya untuk mengembalikan kewenangan mengelola SMA/SMK dari pemerintah provinsi (pemprov) ke pemerintah kabupaten/kota gagal terwujud. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi pasal 15 ayat (1), ayat (2), serta lampiran huruf A UU Pemda. Dalam pasal maupun lampiran tersebut, kewenangan mengelola SMA/SMK yang sebelumnya dipegang pemkot/pemkab, ditarik satu tingkat ke pemprov. Gugatan sendiri dilayangkan Walikota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar. Permohonan yang sama juga pernah dilakukan tiga warga Surabaya yang didukung penuh Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Ketua MK, Arief Hidayat mengatakan pendidikan merupakan urusan pemerintah konkuren sebagai pelayanan dasar yang wajib diselenggarakan. Di mana kewenangannya bisa diberikan ke daerah, baik pemprov maupun pemkot atau pemkab. Nah, terkait pilihan tersebut, UU Pemda menjalaskan bahwa parameter yang dijadikan dasar penentuan adalah prinsip akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan program strategis nasional. Apabila berdasarkan empat prinsip tersebut pembentuk UU berpandapat bahwa Pendidikan Menengah lebih tepat diserahkan kepada provinsi, maka hal itu tidaklah bertentangan dengan UUD 1945. “Hal itu merupakan kebijakan hukum pembentuk undang-undang,” ujarnya, kemarin (19/7). Terkait adanya perbedaan dengan UU 20/2003 tentang Sisdiknas yang masih menyerahkan pengelolaan SMA/SMK ke Pemkot/Pemkab saat UU Pemda disahkan, MK mempertimbangkan pasal 407 UU Pemda. Di situ disebutkan, jika semua perundang-undangan yang berkaitan wajib menyesuaikan pengaturannya. “Hal ini sejalan dengan asas hukum peraturan yang lahir belakangan diutamakan,” imbuhnya. Ditemui usai sidang, kuasa hukum pemohon, Aan Eko Widiarto menyayangkan putusan tersebut. Menurutnya, MK terlalu positivistik dan mengesampingkan alasan pemkot/pemkab ingin tetap menjalankan kewenangannya mengelola SMA/SMK. “Padahal yang kita inginkan adalah MK mempertimbangkan mana yang lebih baik, ini dikelola provinsi atau kabupatan/kota,” ujarnya. Aan menambahkan, kebijakan menarik kewenangan dari pemkot/pemkab ke pemprov telah nyata berdampak negatif. Di Kota Blitar misalnya, siswa yang tadinya menempuh pendidikan SMA/SMK gratis menjadi bayar setelah dipegang atau dikembalikan ke pemprov. “Artinya, bahwa yang dinikmati warga kota Blitar jadi gak ada,” imbuhnya. (far)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: