Pemerintah Andalkan Investasi Dorong Daya Beli Masyarakat

Pemerintah Andalkan Investasi Dorong Daya Beli Masyarakat

JAKARTA – Pemerintah mengakui bahwa pertumbuhan produk domestik bruto 5,01 persen pada kuartal kedua tahun ini tidak terlalu bagus. Karena itu, pemerintah lagi-lagi akan menerbitkan paket kebijakan ekonomi. Targetnya, pertumbuhan dapat dipacu hingga 5,2 persen pada akhir tahun. Presiden Joko Widodo menilai kinerja tersebut tergolong bagus saat perekonomian dunia masih lemah. Mantan wali kota Surakarta itu juga meyakini daya beli masyarakat masih bisa tumbuh karena inflasi terjaga di kisaran 3 persen (inflasi tahun kalender Januari–Juli 2017 sebesar 3,88 persen). ”Di saat negara-negara lain melambat, ekonomi Indonesia masih tumbuh di atas 5 persen. Ini patut kita syukuri,” kata Jokowi di Jakarta. Secara terpisah, Menko Perekonomian Darmin Nasution menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil langkah menyikapi stagnasi pertumbuhan ekonomi. Terutama untuk menstimulasi mesin pertumbuhan ekonomi. Yakni, konsumsi, investasi, ekspor, dan impor. Satu-satunya yang kurang, tutur Darmin, adalah belanja pemerintah yang masih lemah. Karena ada waktu enam bulan, target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen diyakini masih bisa direalisasi. Darmin beralasan penurunan daya beli pada kuartal kedua disebabkan masyarakat giat menabung untuk Idul Fitri yang jatuh pada akhir Juni. Hal itu menjadi alasan simpanan dana masyarakat di bank melonjak. Kondisi serupa terjadi menjelang Lebaran pada Juli 2016. Untuk mendongkrak pertumbuhan, imbuh Darmin, pemerintah akan menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI. Titik tekannya adalah pada perbaikan iklim investasi melalui penyederhanaan perizinan di pusat dan daerah. Insentif lainnya, belanja pemerintah yang lazimnya baru terealisasi pada kuartal ketiga dan keempat. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, stagnasi pertumbuhan dapat diatasi dengan percepatan realisasi investasi swasta dan pemerintah. Karena itu, fokus pemerintah pada kuartal ketiga ini adalah membenahi aturan yang tumpang tindih sehingga menghambat realisasi investasi di sektor riil. Saat ini investor dinilai masih wait and see sembari mengamati perekonomian nasional dan global. ”Kalau kita lihat, tabungan masyarakat, likuiditas perbankan, dan keinginan investasi cukup (baik). Saya kira tinggal menunggu masyarakat dan pengusaha,” jelas Kalla. Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua masih positif meski tidak sesuai ekspektasi pemerintah sebesar 5,1 persen. Salah satu penyebabnya, pertumbuhan konsumsi yang hanya 4,95 persen. Perlambatan konsumsi pada kuartal kedua, diakui Sri Mulyani, terkait dengan angka inflasi yang lebih tinggi daripada tahun lalu. Pada Januari–Juni tahun ini, inflasi tercatat 2,38 persen. Sementara itu, inflasi Januari–Juni 2016 hanya 1,76 persen. Untuk mengakselerasi konsumsi di kelompok berpenghasilan terbatas, pemerintah berharap pada penyaluran program keluarga harapan (PKH) dan beras sejahtera (rastra). Untuk masyarakat menengah atas, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen diharapkan menimbulkan optimisme untuk berinvestasi dan konsumsi. Terkait dengan belanja pemerintah, alumnus SMAN 3 Semarang itu mengakui bahwa terjadi kontraksi hingga tumbuh minus 1,93 persen. Perlambatan belanja disebutnya berkaitan dengan keterlambatan eksekusi proyek. ’’Kalau dari sisi investasi dan ekspor, momentumnya tetap terjaga. Kita berharap investasi dan ekspor semakin baik pada kuartal ketiga dan keempat,” ucapnya. (byu/jun/ken/c20/noe)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: