Ini Akibatnya Kalau Petani Tak Ikut Asuransi

Ini Akibatnya Kalau Petani Tak Ikut Asuransi

INDRAMAYU–Petani di sejumlah desa di wilayah Anjatan dirundung rasa penyesalan. Penyesalan petani bukan karena mengalami gagal tanam yang memang sudah menjadi risiko. Tapi lantaran tidak adanya ganti rugi karena ribuan hektare tanaman padi yang ditanami rusak bahkan mati sebelum berkembang. Padahal kesempatan untuk mencegah itu ada yakni melalui keikutsertaan program asuransi usaha tani padi. “Nyeselnya setengah mati, karena di musim tanam gadu tahun ini petani kami tak ikut asuransi pertanian. Sehingga tidak ada jaminan perlindungan atas risiko akibat bencana yang tengah dihadapi petani. Jadi tidak ganti rugi,” kata Kuwu Lempuyang Taufik Hidayat kepada Radar. Dari sekitar 430 hektare luas lahan sawah di desanya, hampir setengahnya diserang hama wereng. Kerugian pun ditaksir mencapai ratusan juta rupiah. Jika saja mengikuti program asuransi usaha tani padi yang digulirkan pemerintah pusat sejak tahun 2015 itu, petani akan mendapat kompensasi Rp6 juta/hektare. “Paling tidak dengan ganti rugi sebesar itu, bisa buat modal tanam ulang. Karena tidak ikut asuransi, ya dari modal sendiri lagi,” tuturnya. Sejatinya, ungkap Kuwu Taufik Hidayat, petani di desanya pernah  mengikuti program asuransi saat awal-awal diluncurkan. Namun karena dalam beberapa kali musim tidak terjadi gagal panen, mereka tak lagi ikut. Terlebih, pertanian padi di Desa Lempuyang minim risiko kegagalan. Kini setelah tertimpa musibah, pihaknya akan kembali mengajak petani untuk mengikuti program asuransi usaha tani padi yang dikelola oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) itu. Hal ini setelah merasakan manfaat kepada petani atas jaminan risiko kegiatan usaha tani. “Partisipasi petani dalam program asuransi mestinya menjadi pelindung usaha pertanian akibat bencana alam maupun serangan hama penyakit. Bila perlu Pemdes akan memberikan dana talangan dulu untuk membayar preminya,” tandas Kuwu Taufik. Kepala BPP Kecamatan Anjatan Khasan SP membenarkan masih rendahnya kelompok tani yang menjadi peserta asuransi pertanian. Kondisi ini berbeda dengan petani di wilayah rawan bencana seperti Kecamatan Krangkeng. “Kalau di sana (Krangkeng, red) petaninya kompak, guyub. Mereka sudah merasakan manfaat dari ikut asuransi, mendapatkan klaim atau ganti rugi dari pemerintah,” ujarnya. Meski demikian, pihaknya akan terus berupaya memperkenalkan produk asuransi ini melalui kerja sama dengan instansi pemerintahan, khususnya yang bersentuhan langsung dengan sektor pertanian. Persyaratan untuk menjadi peserta asuransi pertanian ini cukup mudah. Petani hanya membayar premi Rp36.000 per hektare lahan untuk setiap musim tanam. “Sebenarnya, nilai premi adalah Rp180.000 namun disokong subsidi dari pemerintah sebesar Rp144.000, sehingga petani tinggal membayar sisanya,” sebutnya. Ia mengatakan biaya pertanggungan yang diberikan adalah Rp6 juta per hectare tiap musim tanam. Klaim dapat diajukan jika tanaman padi terkena kerusakan akibat banjir, kekeringan atau serangan hama. Syarat lainnya, luasan lahan yang mengalami kerusakan mencapai lebih dari 75 persen. “Sebelum dilakukan penghitungan kerusakan, petugas akan terlebih dulu memberikan saran pengendalian. Jika kerusakan tanaman tidak dapat dikendalikan lagi, barulah PPL dan petugas penilai kerugian yang ditunjuk oleh asuransi pelaksana melakukan pemeriksaan dan perhitungan kerusakan,” terang Khasan. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: