Gula Petani Tak Laku karena Regulasi Tak Tertata
CIREBON- Aksi demo para petani tebu karena gula lokal yang tak laku menjadi kekhawatiran PG Rajawali II RNI Group sejak lama. Terlebih adanya gula rafinasi yang diduga dijual di pasaran tanpa kontrol, menambah beban petani tebu. Dirut PG Rajawali II Audry H Jolly Lapian didampingi Sekretaris Ruddy Listiono mengatakan jika regulasi tidak ditata dengan baik, tidak hanya berdampak pada petani tebu, tapi juga masyarakat. \"Ini kekhawatiran kami. Kalau regulasinya tak tertata, lama-lama kebutuhan gula masyarakat Indonesia bergantung pada impor. Padahal dengan kondisi sekarang, petani kita masih bisa produksi,\" ujarnya saat ditemui Radar di ruang kerjanya, Rabu (9/8). Jolly menyadari, aksi unjuk rasa adalah wujud kekesalan para petani tebu. Pasalnya, gula milik petani tebu yang tidak laku terjual itu merupakan hasil lelang periode kedua hingga periode keenam atau mulai pertengahan Juni hingga saat ini. Gula itu tak laku karena pedagang tidak ada yang mau membelinya. Awalnya, kata Jolly, para petani tebu tidak keberatan dengan adanya ketetapan menteri perdagangan tentang HET Gula Konsumsi yang mencapai Rp12.500 per kilogram. Petani berharap, harga gula di tingkat petani bisa mencapai Rp11 ribu per kilogram. Namun, ternyata gula milik mereka malah tak laku. \"Sudah hampir 1,5 bulan tidak ada yang mau beli, masih ada di gudang. Tapi yang jadi pertanyaan, kok selama gula gak keluar, tapi masyarakat tidak kekurangan gula. Akhirnya coba sweeping dan ada temuan gula rafinasi itu, makanya petani kesal,\" ungkapnya. Menyikapi hal itu, Jolly mengatakan PG Rajawali II akan terus menaikkan kinerja pabrik. Baik dari segi bahan baku maupun kinerja SDM yang ada. \"Kualitas bahan baku kita jaga sebaik mungkin, termasuk kinerja pabrik yang tahun ini lebih baik,\" tandasnya. Ya, ada yang menarik dari keluhan para petani tebu soal tidak lakunya gula yang saat ini menumpuk di gudang-gudang sejumlah pabrik gula. Sejumlah investor tidak melirik gula produksi petani karena terlalu banyak aturan. Awalnya selain aturan soal harga eceran tertinggi, penyebab lainnya adalah persoalan tentang besaran PPN 10 % yang informasi terakhirnya sudah tidak diberlakukan lagi. Lalu bagaimana bisa gula milik petani yang biasanya untuk konsumsi tidak laku, tapi stok gula mencukupi dan harganya cenderung normal?. \"Ini yang mesti dicari penyebabnya. Harus ada upaya hukum, polisi mesti turun. Jangan siksa petani dengan cara seperti ini. Mau dibuang ke mana gula kami,”ujar Wakil Ketua APTRI PG Sindanglaut, Mae Azhar, kemarin. Dikatakan Azhar, jika kondisi normal seharusnya ada kenaikan harga dan kelangkaa. Faktanya, saat ini harga normal, stok pun normal. \"Gula yang keluar baru satu kali lelang, itu pun sebelum puasa. Ini sudah berbulan-bulan (belum lelang). Normalnya sudah lelang hampir 7 kali. Sebulan biasanya dua kali lelang, ini malah belum bisa lelang,” imbuhnya. (mik/dri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: