Lapas Khusus Bandar Narkoba Menuai Kritik, Satu Napi Satu Sel Sulit Terealisasi
JAKARTA–Niat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjenpas Kemenkumham) menempatkan narapidana (napi) kasus narkotika di empat lembaga pemasyarakatan (lapas) menuai kritik. Bagaimana tidak? Jumlah napi yang dilabeli bandar mencapai 48.978 jiwa. Sedangkan kapasitas maksimal empat lapas yang disiapkan pemerintah hanya 2.528 jiwa. Empat lapas itu teridiri atas Lapas Kelas III Gunung Sindur (Jawa Barat), Lapas Kelas II A Lahat (Sumatera Selatan), Lapas Kelas I Batu Nusakambangan (Jawa Tengah), dan Lapas Kelas III Narkotika Kasongan (Kalimantan Tengah). Dari empat lapas tersebut, yang memiliki kapasitas paling besar adalah Lapas Kelas III Gunung Sindur yang daya tamping maksimalnya 1.038 jiwa. Sedangkan tiga lapas lainnya berkapasitas di bawah seribu jiwa. Tidak heran peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmuas AT Napitupulu mempertanyakan keputusan yang diambil Ditjenpas Kemenkumham. “Memang cukup?” ungkap dia. Pertanyaan itu muncul lantaran data IJCR menyebutkan jumlah napi kasus narkotika yang dicap bandar sangat tinggi. Karena itu, pria yang akrab dipanggil Eras itu menyebutkan beban empat lapas yang sudah ditunjuk pemerintah terlalu besar bila dipakai untuk menampung seluruh napi berlabel Bandar narkotika. “Mana cukup. Kapasitas lapas total per Juli (2017) saja 122.807,” terangnya. Menurut dia, ide membuat lapas maximum security memang patut diapresiasi. Itu menunjukan pemerintah punya itikad baik. Namun Eras menilai persoalan yang selama ini membuat Ditjenpas Kemenkumham kesulitan mengelola lapas dengan baik harus diselesaikan lebih dulu. Yakni akar masalah di undangundang yang lebih banyak memenjarakan pelanggar. “Ngaruh mungkin iya. Tapi, menyelesaikan akar masalah kayaknya nggak,” ungkap dia. Apabila persoalan tersebut tidak kunjung selesai, over kapasitas di lapas terus terjadi. Alhasil pembinaan terhadap napi tidak berjalan maksimal. Apalagi meminimalisir pergerakan bandar narkotika dari lapas. Itu jelas bukan pekerjaan mudah. Terlebih jika Ditjenpas Kemenkumham punya rencana menempatkan satu napi pada satu sel. “Kebayang nggak menyiapkan 48.900 sekian sel,” imbuhnya. Dengan kondisi saat ini, sambung dia, rencana tersebut tidak masuk akal. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Plt Dirjenpas) Kemenkumham Ma’mun menjelaskan, instansinya bakal berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri sebelum memindahkan bandar narkotika ke empat lapas tersebut. “Tinggal koordinasi dengan BNN. Bandar mana yang bermain,” imbuhnya. Sebelum dipindahkan, bandar diseleksi. Sehingga tidak membuat lapas over kapasitas. Ma’mun mengakui sampai saat ini pihaknya memang masih bersiap diri. Empat lapas yang sudah ditunjuk bakal direnovasi. Diubah sehingga setara dengan lapas maximum security. “Lapasnya dipersiapkan,” ucap dia. Yang pasti, pihaknya sudah memutuskan bahwa setiap napi di empat lapas itu bakal berada di dalam sel terpisah. “Satu orang satu sel,” tegasnya. Dengan begitu, napi tidak bisa berkomunikasi satu sama lain tanpa pengawasan. Bukan hanya itu, penjenguk tidak boleh kontak fisik dengan napi. “Pengawasan oleh petugas khusus dan juga CCTV,” jelasnya. Itu perlu dilakukan lantaran bandar yang dipindahkan ke empat lapas tersebut bukan sembarangan bandar. Melainkan yang punya potensi besar memainkan peredaran narkotika dari lapas. Soal sumber daya manusia (SDM), Ditjenpas juga bekerja sama dengan BNN dan Polri. (syn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: