Pemkab Berlakukan Status Siaga Bencana Dulu, Anggaran Kemudian

Pemkab Berlakukan Status Siaga Bencana Dulu, Anggaran Kemudian

CIREBON- Meskipun masuk daerah rawan, Kabupaten Cirebon tidak memiliki anggaran khusus untuk bencana alam. Sehingga, pemerintah memberlakukan status siaga bencana dulu, baru kemudian anggaran penanggulangannya. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon, Kusaeri mengatakan, pihaknya hanya menerima Rp1 miliar untuk satu tahun anggaran. “Itu bukan untuk anggaran bencana alam, tapi hanya operasional saja. Anggaran penanggulangan bencana di luar yang Rp1 miliar itu,” ujarnya, kemarin. Kusaeri mengungkapkan tidak ada anggaran khusus untuk penanggulangan bencana. “Untuk penanggulangan bencana alam, nanti pakai anggaran tak terduga di BKAD (Badan Keuangan dan Aset Daerah). Bisa juga anggaran dari propinsi dan pusat,” jelasnya. Namun, menurut Kusaeri, anggaran tak terduga untuk penanggulangan bencana tidak bisa langsung dikeluarkan tanpa adanya status darurat bencana. “Anggaran itu baru dikeluarkan setelah Pak Bupati menyatakan status darurat bencana. Prosesnya cepat. Jadi, begitu sudah ditetapkan darurat bencana, maka bisa langsung dikeluarkan anggaran penanggulangannya,” terang Kusaeri. Besarnya anggaran pun tidak pasti. Tergantung kebutuhan penanggulangan bencana. “Jadi tidak ada batasan biaya anggaran. Ya namanya juga anggaran tidak terduga,” tuturnya. Begitu kondisi tanggap darurat, anggaran bencana dikucurkan melalui BPBD. Nanti BPBD yang menjadi coordinator. Itu karena penanggulangan bencana bukan hanya dari BPBD saja, OPD terkait juga terlibat. Misalnya, untuk kekeringan atau krisis air bersih, BPBD meminta PDAM untuk mendistribusikan air bersih kepada warga. Ketika ditanya apakah kondisi kemarau saat ini belum dinyatakan kondisi darurat kekeringan, pihaknya mengatakan  sejauh ini masih belum. “Sejauh ini masih beberapa desa yang mulai kesulitan air,” tuturnya. Sebelumnya, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar mengatakan, saat ini petani gagal tanam dan tandur. Gagal tanam terjadi di wilayah Daerah Irigasi Rentang yang meliputi Kecamatan Susukan, Arjawinangun, Kaliwedi, Gegesik, Panguragan, Suranenggala, Gunungjati, Klangenan, Kapetakan dan sebagian Ciwaringin dengan luas kurang lebih 20.400 hektare. Lalu yang gagal tanam (tidak diurus atau tidak tertanam) sekitar 700 hektare. \"Untuk sisanya, 19.700 hektare, yang sudah panen 4.500 hektare, dan 15.200 hektare masih butuh pasokan air. Sedangkan yang darurat kekeringan seluas 700 hektare,\" ungkap Tasrip. Berdasarkan hasil rapat koordinasi bersama BBWS Cimanuk Cisanggarung, TNI (danramil), camat, Dinas PUPR, pihaknya telah menyepakati untuk menolong tanaman padi yang darurat kekeringan dengan sistim penambahan debit air dari Waduk Jatigede. Polanya tatagilir serta prioritas. Di mana, di tingkat Rentang Kabupaten Indramayu lebih sedikit. Artinya, prioritas lebih banyak untuk Kabupaten Cirebon. Sebab, kalau tidak terairi akan gagal panen. Kadis Ketahanan Pangan, H Muhidin SP MM mengatakan, enam desa mengalami rawan pangan saat kekeringan. Lima di antaranya dari wilayah timur. Enam desa ini adalah Ciuyah, Ambit, Gunungsari (Kecamatan Waled), Melakasari (Kecamatan Losari), Cipinang (Kecamatan Beber), serta Kertasari (Kecamatan Weru). \"Jumlah enam desa ini lebih sedikit karena tahun lalu ada 20 desa yang rawan pangan,\" ungkap Muhidin kepada Radar Cirebon, Rabu (6/9). (den/via)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: