Amerika Serikat Minta Maaf, Indonesia Tetap Tagih Alasan Pelarangan Jenderal Gatot

Amerika Serikat Minta Maaf, Indonesia Tetap Tagih Alasan Pelarangan Jenderal Gatot

JAKARTA - Plt Wakil Dubes AS Erin Elizabeth Mckee menyampaikan kembali permohonan maaf dari AS atas kejadian yang kurang menyenangkan itu. \"Tadi pagi kami bertemu untuk menegaskan kembali strategic partnership kami. Kerja sama kami cukup luas. Dari bidang ekonomi hingga keamanan. Kami juga meminta maaf atas kejadian itu,\" kata Mckee kepada wartawan saat ditemui di kantor Kemlu, Senin (23/10). Pada kesempatan itu, Mckee juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyelesaikan masalah yang terjadi sehingga Gatot ditolak masuk AS. Menurut Mckee, saat ini, Gatot sudah bisa bertandang ke AS tanpa ada larangan seperti sebelumnya. \"Kami menerima Jenderal Gatot di AS,\" ucap perempuan yang juga merupakan Direktur Misi Badan Pembangunan Internasional Amerika (USAID) itu. Mckee berharap kejadian tersebut tidak akan terulang lagi. Mckee juga memastikan bahwa pihaknya tengah memfasilitasi komunikasi antara Gatot dan Durford terkait hal tersebut. \"Kami menghormati Jenderal Gatot dan berharap insiden serupa tidak terjadi lagi,\" katanya. Terkait dengan alasan AS melarang Gatot masuk ke negaranya untuk memenuhi undangan Durford, Mckee menolak menjawab. Dia memilih berlalu meninggalkan para awak media yang bertanya mengenai hal tersebut. Menyusul permohonan maaf dari kedubes AS, permohonan maaf atas insiden pelarangan panglima masuk wilayah AS juga datang dari Menteri Pertahanan (Menhan) AS James Mattis. Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Totok Sugiharto, permohonan maaf tersebut disampaikan di sela agenda pertemuan menhan AS dengan menhan se-ASEAN di Filipina kemarin. \"Menhan AS James Mattis, siang ini (kemarin) menyampaikan permohonan maaf kepada Menhan RI Ryamizard Ryacudu,\" ungkap pria yang akrab dipanggil Totok itu. \"Permintaan maaf disampaikan secara khusus sebelum menhan AS bertemu para menhan ASEAN yang saat ini sedang melakukan pertemuan tahunan,\" tambah salah seorang perwira tinggi TNI AD bintang satu tersebut. Terpisah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengatakan, pihaknya akan tetap minta penjelasan lebih lanjut terkait penolakan tersebut. “Kita sedang minta klarifikasi dari pihak Amerika Serikat,” ujarnya di Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Wiranto menambahkan, saat ini sudah menugaskan Menteri Luar Negeri untuk meminta klarifikasi melalui surat resmi. Pihaknya memilih untuk menunggu jawaban dari Amerika dan enggan untuk menduga-duga. Dalam kesempatan tersebut, mantan Panglima ABRI itu juga membantah jika perlakuan serupa pernah dialaminya. “Belum, saya belum ngalami seperti itu, nanti kita lihat saja,” imbuhnya. Senada, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Wuryanto mengungkapkan bahwa pihaknya menunggu penjelasan berkaitan larangan panglima masuk wilayah AS yang sempat terjadi. \"Walaupun sekarang sudah boleh tentu harus ada kejelasan. Mengapa bisa terjadi pelarangan ini harus jelas,\" ungkap dia. Menurut jenderal TNI dengan dua bintang di pundak itu, sampai kemarin belum ada penjelasan yang disampaikan kepada instansinya. \"Belum ada penjelasan tentang sebab pelarangan,\" kata dia. Wuryanto menegaskan kembali, panglima tidak akan berangkat ke AS apabila belum ada perintah dari Presiden Joko Widodo. \"Tidak bisa asal berangkat,\" imbuhnya. Wuryanto pun menyampaikan, niatan panglima memenuhi undangan untuk hadir dalam VEOs atas izin presiden. \"Berarti utusan pemerintah Republik Indonesia,\" tegasnya. Karena itu, kalaupun pihak AS merasa ada kesalahan dan harus meminta maaf, TNI meminta permohonan maaf itu tidak ditunjukan kepada panglima. \"Tapi, kepada pemerintah,\" kata alumnus Akademi Militer (Akmil) 1986 itu. Terpisah, Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Havid meminta agar pemerintah terus menyikapi serius terkait larangan AS terhadap Panglima TNI. Menurut dia, Pemerintah RI harus proaktif meminta agar pemerintah AS menjawab nota diplomatik terkait red notice terhadap Panglima TNI. ”Kan kemarin dari KBRI di Washington sudah mengirimkan nota diplomatik yang meminta klarfikasi. Nah itu harus dijawab dulu, ini supaya hubungan kedua negara tetap terjaga dengan baik,” kata Meutya. Menurut dia, perlu ada pernyataan resmi dari Kemlu AS. Sebab, pihak yang mengeluarkan red notice terhadap Panglima TNI adalah Custom and Border Protection. Dalam hal ini, CBP biasanya mengeluarkan larangan masuk kepada orang-orang yang berpotensi membahayakan AS di bidang ekonomi. ”Apakah ada Panglima kita dianggap dangerous people atau membahayakan atau apa, itu kan serius dan disebutkan bahwa yang melarang adalah US Border and Protection,” ujarnya menegaskan. Penjelasan resmi AS, kata Meutya, penting untuk menghindari spekulasi bermacam-macam. Sebab, sudah banyak pihak yang mempertanyakan penyebab Panglima TNI dilarang masuk ke AS. ”Menurut saya, ini hal yang perlu dijelaskan supaya masyarakat Indonesia tidak berspekulasi. Kami tidak mau ada lagi kegaduhan di dalam negeri,” ujar legislator Partai Golkar itu. (and/byu/far/syn/bay/jun)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: