Moral ala Agatha Christie

Moral ala Agatha Christie

RASANYA pengin sekali ”mengumpan” anak-anak saya dengan novel Agatha Christie. Karena itu bacaan saya waktu kelas II SD dulu… *** Sebelum akhir 2017 ini, kalau beruntung, bioskop di Indonesia akan kedatangan dua film adaptasi novel detektif karya Agatha Christie. Yang pertama Murder on the Orient Express, yang akan menampilkan banyak superstar seperti Johnny Depp, Daisy Ridley, Michelle Pfeiffer, Kenneth Branagh, Judy Dench, dan lain sebagainya. Satunya lagi Crooked House, juga menampilkan banyak bintang seperti Glenn Close, Gillian Anderson, dan Gemma Arterton. Saya tidak tahu, Anda familier atau tidak dengan karya-karya Agatha Christie. Kalau saya memang sejak kecil tidak normal. Karena sejak kelas II SD sudah mulai membaca karya-karya penulis cerita detektif legendaris Inggris tersebut. Awalnya ”diumpani” orang tua, tapi kemudian jadi keterusan. Dan saya tidak mengomel. Buat saya, membaca Agatha Christie dulu seperti ”naik kelas”. Setelah saat kelas I SD sudah ludes membaca novel-novel Lima Sekawan, Trio Detektif, dan lain sebagainya. Beda sekali dengan anak-anak sekarang, ya? Anak saya yang suka membaca pada 2017 ini masuk kelas IV SD. Bacaannya berat karena bukunya memang besar-besar. Wkwkwkwkwk. Tapi, bacaannya memang bukan novel, melainkan buku-buku ilmu pengetahuan, khususnya tentang hal-hal yang menyangkut engineering dan hal-hal di luar angkasa. Rasanya pengin mengumpani dia buku Agatha Christie. Tapi, biarlah, tiap orang sukanya kan beda-beda. Gara-gara suka membaca, saya jadi penulis. Mungkin dia kelak jadi engineer hebat. Kemudian, ini membuat saya berpikir, apakah bacaan saya dulu terlalu berat? Kalau anak saya diumpani Agatha Christie, apakah dia bisa menerimanya seperti saya dulu? Kita harus ingat, dulu saya tidak punya opsi lain untuk menyibukkan pikiran. Kalau tidak baca buku, ya pergi ke luar rumah untuk main sepak bola sampai magrib. Sedangkan anak saya, dan anak-anak lain, punya opsi lain yang jauh lebih menyibukkan. Namanya iPad. Atau juga laptop. Lalu, saya berpikir lagi. Dengan membaca Agatha Christie, saya sudah terekspos dengan ”ilmu-ilmu berat” sejak masih SD. Ilmu-ilmu yang dulu tidak langsung saya pahami, tapi semakin tua semakin saya sadari, maklumi, bahkan apresiasi. Sedangkan anak saya, dan anak-anak lain, mungkin terekspos dengan lebih banyak ilmu pengetahuan. Tapi, apakah mereka mulai diajari tentang pilihan-pilihan hidup, yang tidak selalu hitam-putih? Bukankah hidup ini 99 shades of grey, tidak ada yang nol persen putih dan tidak ada yang 100 persen hitam? Membaca Trio Detektif atau Lima Sekawan, saya membaca bagaimana memecahkan misteri atau teka-teki serta mengetahui siapa yang jahat dan siapa yang tidak. Membaca novel-novel Agatha Christie, kita dipaksa memahami bahwa jahat itu bisa baik dan membiarkan atau bahkan melakukan pembunuhan itu justru bisa menjadi pilihan terbaik. Dulu, waktu SD, saya bingung. Sekarang saya lebih paham. Karakter ciptaan Christie favorit saya adalah Hercule Poirot. Luar biasa brilian, bisa memecahkan misteri berdasar petunjuk-petunjuk yang begitu minor dan mendetail. Lebih menakjubkan lagi, dia bisa membuat keputusan-keputusan yang mengagetkan, tapi kita harus bisa memaklumi dan memahaminya. Kemudian ikut setuju membiarkannya. Bayangkan, Poirot bisa membiarkan terjadinya pembunuhan berjamaah oleh sekelompok orang. Dia sudah memecahkan misterinya, tapi lantas melaporkan yang berbeda kepada pihak berwajib. Sebab, itu dia anggap sebagai solusi terbaik. Bahkan, Poirot bisa melakukan sendiri pembunuhan itu! Sebab, dia menganggap itu sebagai solusi terbaik untuk mencegah terjadinya lebih banyak pembunuhan lain. Tema-tema serupa juga dijumpai di novel Christie yang lain. Bahwa seseorang justru bisa melakukan pembunuhan atau bunuh diri demi kebaikan yang lain (atau semua). Sulit dipercaya, saya membaca novel-novel seperti itu saat masih kelas II SD! Bagi Anda yang pernah membaca karya-karya Christie, atau bahkan menggemari karya-karyanya, mungkin Anda bisa memahami apa yang saya maksud itu. Bagi Anda yang belum pernah membaca, siapa tahu Anda jadi berminat. Dan membaca karya berkualitas tidak pernah merugikan… Atau, kalau masih enggan membaca, tunggu saja beberapa pekan ke depan. Siapa tahu Murder on the Orient Express (dengan tokoh utama Hercule Poirot!) dan Crooked House benar-benar mampir di bioskop Indonesia. Minimal, silakan lihat di YouTube trailer-nya. Sambil menunggu, saya akan terus berpikir serius apakah saya benar-benar akan mengumpani anak-anak saya (kelas IV, III, dan I SD) buku karya Agatha Christie... Bagaimanapun, kita harus mulai mengajarkan kepada mereka abu-abunya hidup ini. Bukan berarti mengajari untuk membunuh lho ya! Tapi mengajarkan bagaimana kadang kita harus berani mengambil keputusan-keputusan tidak populer, keputusan-keputusan yang tidak dipahami atau disetujui orang, untuk berbuat sesuatu yang lebih baik… (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: