Pintu Tol Ciledug Dibuka 2018, Masalah Belum Tuntas

Pintu Tol Ciledug Dibuka 2018, Masalah Belum Tuntas

CIREBON – Gate Tol Ciledug rencananya bakal dioperasikan mulai Februari 2018. Sejumlah pihak seperti Dishub, PT SMR (pengelola Tol Kanci-Pejagan), Jasa Marga dan pihak kepolisian sudah bertemu untuk membahas rencana tersebut, beberapa waktu lalu. Namun sayang, masih ada beberapa masalah yang harus segera dilakukan untuk mendukung beroperasinya gate tersebut. “Yang paling vital adalah infrastruktur jalan yang harus ditingkatkan. Termasuk keberadaan PJU yang harus ada untuk mengantisipasi kendaraan yang keluar lewat gate tersebut pada malam hari,” ujar salah satu aktivis Cirebon Timur, Rizki Pratama, kemarin. Menurutnya, tipe kendaraan yang keluar lewat gate tersebut juga harus sesuai dengan kondisi dan keuatan jalan di Ciledug. Sehingga nantinya, tidak akan terjadi kendala dari sisi infrastruktur. “Harus dipikirkan juga soal jalannya, kekauatan, dan tonase mobil yang keluar dari gate. Apakah jalannya kuat, atau tonase mobilnya dibatasi? Sebab, pasti berdampak pada infrastruktur,” imbuhnya. Masalah lainnya adalah soal penggantian lahan milik desa yang digunakan untuk intersection gate Ciledug. Di mana, untuk titik entry menggunakan lahan Ciledug Tengah dan untuk exit tol menggunakan lahan dari Desa Jatiseeng Kidul. Saat ini, pengerjaan entry dan exit gate tol Ciledug di Tol Kanci-Pejagan terus dikebut untuk memenuhi target dioperasikan pada tahun 2018. Namun rupanya, ada persoalan tersisa yang hingga kini belum selesai. Saat ini Pemdes Ciledug Tengah kebingungan. Soalnya, sekitar 3.009 meter persegi lahan milik desa digunakan untuk intersection entry gate Ciledug. Menurut Kuwu Ciledug Tengah, Endang Supriatna, lahan yang digunakan untuk proyek tersebut sebenarnya sudah dilakukan ganti rugi. Tapi hingga kini belum juga ditemukan penggantinya karena terkendala beberapa hal. “Salah satunya adalah kendala tim appraisal yang akan menaksir harga tanah atau lahan penggantinya. Kalau proses penaksiran lahan milik pemdes itu dilakukan pada 2011. Uangnya juga sudah masuk dan terismpan di bjb sebsar Rp210 juta. Cuma memang tidak bisa digunakan,” ujarnya. Keberadaan tim appraisal menjadi satu syarat penting untuk syarat pencairan uang yang nantinya akan digunakan untuk membeli lahan pengganti. Namun karena terkendala satu-dua hal, hingga 2017, penggantian lahan belum kunjung terealisasi. “Masalahnya, taksiran harga tanah saat 2011, jika dicarikan lahan sekarang pada 2017 sangat jauh harganya. Ini yang buat kita bingung. Terlebih, tanah milik kita masih leter C, belum bersertifikat, agak terkendala dalam pemberkasannya,” imbuhnya. Selain tanah milik Desa Ciledug Tengah, lahan lainnya yang juga kena pembebasan adalah milik Pemdes Jatiseeng Kidul yang lahannya digunakan untuk exit tol. Akan tetapi, hingga saat ini dana pengganti atas tanah bengkok desa tersebut belum juga direalisasikan. Tanah yang diminta oleh Tim Pengadaan Tanah (TPT) Dirjen Bina Marga Direktorat Bina Teknik Kementerian Pekerjaan Umum tersebut masih terkendala soal dokumen appraisal penilaian tanah milik kas desa dan tanah yang akan menjadi pengganti. Menurutnya, pada tahun 2011, tanah kas Desa Ciledug Tengah di Blok Pakuwon seluas 3.009 meter persegi diganti rugi sekitar Rp210 juta. Serta tanah kas Desa Jatiseeng Kidul di Blok Patok Gajah seluas 829 meter persegi diganti rugi sekitar Rp58 juta. Dirinya tidak mengetahui proses awal pergantian tanah tersebut. Kalau uang ganti rugi mau diambil, kata dia, harus ada dokumen appraisal penilaian tanah pengganti. “Kalau memang harus dilakukan penilaian ulang, seharusnya juga dilakukan penilaian terhadap tanah kas desa yang tentunya sudah 5 tahun memiliki perubahan harga,\" kata Endang. Akan tetapi, kata Endang, yang terpenting adalah bagaimana persoalan tersebut bisa segera terselesaikan. \"Sampai saat ini kita masih melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan agar bisa segera disetujui dan dana tersebut bisa segera diambil,“ jelas Endang. (dri)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: