Didakwa Menyuap, Terancam 5 Tahun Penjara

Didakwa Menyuap, Terancam 5 Tahun Penjara

JAKARTA- Pengusaha Hartati Murdaya kemarin (28/11) untuk kali pertama duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dia didakwa sebagai otak penyuapan Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu. Atas perbuatannya, bos PT Hardaya Inti Plantation (HIP) itu diancam lima tahun penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) Edi Hartoyo menyebut Hartati telah memberikan uang Rp1 miliar dan Rp2 miliar kepada Amran. Uang itu digunakan untuk penerbitan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 4.500 hektar. \"Pemberian itu bertentangan dengan kewenangan Amran Batalipu sebagai penyelenggara negara atau bupati,\" ujarnya. Hartati didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain ancaman pidana penjara paling lima tahun, Hartati juga bisa didenda Rp250 juta. Menurut Jaksa, penyuapan bermula dari pertemuan di Gedung Pusat Niaga Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran Jakarta Pusat pada 15 April 2012 sekitar pukul 16.00. Di tempat itu Amran bertemu petinggi HIP, di antaranya Hartati Murdaya, Totok Lestiyo, dan Gondo Sudjono Notohadi Susilo. Awalnya, pertemuan itu membahas pemaparan hasil survei pencalonan Amran dari Tim Lembaga Survey Syaiful Mujani. Saat itu Hartati mengeluh kepada Amran terkait lahan perkebunan yang dimiliki HIP. Lahan tersebut dialihkan ke PT Sonokeling Buana milik Artalyta Suryani alias Ayin. Pada pertemuan kedua di Hotel Grand Hyatt pada 11 Juni 2012 Hartati meminta bantuan Amran agar menertibkan demo pegawai di kebun HIP. Ada juga permintaan untuk menertibkan izin lokasi, membuat rekomendasi untuk memperoleh Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU). \"Amran menyanggupi asalkan diberi Rp3 miliar,\" lanjut para jaksa. Dalam waktu relatif singkat, selama pertengaha hingga akhir Juni, cairlah uang Rp3 miliar ke tangan Amran. Menanggapi dakwaan tersebut, Hartati dan tim kuasa hukumnya tidak mengajukan nota keberatan. Namun, Hartati berharap rekeningnya yang diblokir bisa dibuka. Menurutnya, rekening itu tidak ada hubungannya dengan PT HIP. Malah, ada dana milik rekanan Hartati yang dititipkan ke rekening tersebut. Pemblokiran tersebut membuat pembayaran kontraktor dan konsultan tersendat. Begitu juga dengan berbagai kegiatan sosial yang biasa dilakukan Hartati. Terutama untuk membayar segala kebutuhan pabrik agar karyawan tetap dibayar. \"Ini menyangkut puluhan ribu karyawan. Saya merasa punya tanggung jawab moral,\" kata Hartati.D enny Kailimang, kuasa hukum Hartati, keberatan dengan pembekuan 36 rekening tersebut. Sebab, proses pembekuan dinilai tidak memiliki landasan hukum yang kuat. \"Bagaimana bisa dibekukan kalau belum ada surat persetujuan dari pengadilan,\" katanya. Kejanggalan lain adalah langkah pembekuan tidak sesuai dengan dakwaan pada kliennya. Menurut Denny, tidak terlibatnya Hartati dalam suatu korupsi yang merugikan uang negara menjadikan pembekuan rekening tak beralasan. Kegiatan lain yang terganggu adalah keuangan untuk kegiatan yayasan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) yang dipimpin Hartati. Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Chotibul Umam menyebut kasus yang menimpa Hartati tidak masuk unsur pidana. Sebab, justru Amran yang meminta bantuan. Tidak ada inisiatif dari pihak Hartati untuk memberi suap. \"Secara hukum seharusnya tidak bersalah,\" katanya. Menurut Chotibul, yang terjadi adalah banyak pengusaha di daerah yang dijadikan mesin ATM oleh para penguasa.  (dim/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: