RI Optimis Menang Perundingan

RI Optimis Menang Perundingan

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) optimis unggul dalam perundingan Joint Ministry Commission yang membahas perbatasan dengan Malaysia. Menteri Luar Negeri RI-Malaysia akan melakukan perundingan membahas perbatasan wilayah kedua negara di Kinabalu, Malaysia pada 6-8 September 2010. Dalam perundingan tersebut, Indonesia yakin mendapat hasil sesuai diinginkan. “Kemenlu selalu punya keyakinan akan bekerja dengan baik dan mencapai hasil yang optimal.  Pemerintah Indonesia punya tim yang kuat dan lintas departemen dengan juru runding dari Kemenlu,” ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa, usai melantik pejabat eselon I dan II di Gedung Pancasila, Kemenlu, Jl Pejambon, Jakarta, Jumat (3/9) kemarin. Mantan Delegasi Khusus RI dalam forum PBB itu mengatakan, perundingan tersebut akan membahas empat segmen. Empat hal itu menjadi materi perdebatan wilayah perbatasan antara Malaysia-Indonesia. Yakni perbatasan di sisi Selat Malaka, Selat Singapura, Selat Malaka bagian selatan, Selat Cina Selatan, dan Sulawesi. Marty menegaskan delegasi dari Kemenlu sudah siap dan akan mendorong adanya upaya mempercepat perundingan. “Ini masalah mendasar mengenai kewilayahan masing-masing delegasi mempersiapkan dirinya dengan baik, kita akan terus mendorong perundingan segera. Yang pasti, insiden selama 2 minggu mengingatkan kita semua, betapa perundingan ini perlu,” papar Marty. Belajar dari pengalaman, selama ini perundingan perbatasan laut selalu ditempuh dalam waktu yang cukup lama. Proses perundingan tidak langsung tuntas dalam satu kali pertemuan. Perundingan perbatasan laut dengan Vietnam saja baru tuntas setelah 32 tahun. Perundingan dengan Singapura selesai dalam waktu 5 tahun. “Ini sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh keseriusan,” jelasnya. Marty menanggapi pendapat miring yang beredar terkait anggapan bahwa diplomasi Indonesia lemah terkait wilayah perbatasan. Menurut Marty, dalam diplomasi wilayah diperlukan kerja keras yang efektif. Dia mengatakan, pelaksanaan diplomasi dan politik luar negeri saat ini tidaklah mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi dengan kerja keras. “Tantangan itu bukan hanya memiliki dimensi politik luar negeri, tapi telah mengaburkan batas-batas negara, karena sifatnya melintas batas,” jelas Marty. Marty menolak menanggapi pidato Presiden SBY yang meminta perundingan diselesaikan dengan cepat. Menurut Marty, tidak sebaiknya isu perbatasan ini dibentur-benturkan dengen kepentingan politik. “Janganlah pro dan kontra dibenturkan. Intinya kita sudah bersiap untuk melakukan perundingan dengan baik,” kata dia. Yang pasti, pihaknya akan berupaya mempercepat sehingga tak memakan waktu yang cukup lama, seperti sebelumnya dengan beberapa negara lain. Poin lain yang ingin dicapai dari perundingan itu adalah pemerintah ingin komitmen dan tekad bersama untuk mempercepat perundingan. “Maka perlu diperhatikan tentang SOP di lapangan untuk memastikan insiden seperti kemarin tidak terulang kembali,” kata dia. Sayang, Marty enggan membeberkan posisi Indonesia dalam perundingan. Menreut dia, ada hal yang terbuka dan ada yang tertutup. “Bagaimana saya bisa berunding kalau posisi dasar kita sudah saya umumkan. Pihak Malaysia pun nanti sudah tahu,” pungkasnya. Wiranto Kritik  SBY Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menyikapi hubungan bilateral RI-Malaysia yang memanas terus menuai kritik. Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto menilai SBY terlalu mengukur kedaulatan negara Indonesia dengan faktor untung rugi perkembangan ekonomi. “Kalau bicara kedaulatan, kebanggaan sebagai bangsa, tidak layak dipertimbangkan dari unsur segi ekonomi,” kata Wiranto setelah rapat koordinasi dengan Fraksi Hanura di Kantor DPP Partai Hanura kemarin (3/9). Mantan Menhankam/Pangab itu menegaskan, kedaulatan tidak bisa diukur dari untung rugi masalah nasional. Bangsa Indonesia selama ini sudah berkali-kali mengalami tindakan yang tidak sepantasnya dari negeri jiran tersebut. Isi pidato SBY seharusnya lebih keras dalam menyikapi hubungan dengan Malaysia. “Supaya negeri ini tidak dilecehkan lagi,” ujar Wiranto. Menurut dia, yang disampaikan SBY sangat kontras dengan reaksi publik. Ada harga diri dan martabat bangsa yang muncul dari reaksi publik. Tatkala dua hal itu dicederai pihak lain, seharusnya ada sikap tegas yang melindungi negara ini secara maksimal. “Kami menyayangkan masalah kedaulatan jika dibandingkan dengan untung rugi,” tegasnya lagi. Pernyataan SBY atas tarik-menarik hubungan RI-Malaysia memang menunjukkan perlunya menjaga kedamaian demi stabilitas ekonomi. Menurut SBY, jumlah wisatawan mancanegara asal Malaysia adalah yang terbanyak. Mereka hampir setiap tahun mengunjungi Pulau Bali, salah satu daya tarik Indonesia. Di luar itu, terdapat sekitar 2 juta TKI di Malaysia. Keberadaan itu penting karena Malaysia merupakan negara penerima TKI terbanyak daripada negara lain. Belum lagi jumlah pertukaran mahasiswa sebagaimana yang disinggung SBY. Wiranto pun memberikan beberapa contoh bahwa negeri ini sudah membuktikan diri mempertahankan kedaulatan bangsa. Peristiwa Bandung Lautan Api dan peristiwa 10 November di Surabaya adalah tonggak pentingnya kedaulatan negeri di atas segala-galanya. “Efeknya adalah bangsa ini lebih dihargai negara asing,” tandasnya. (bay/c7/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: